PARBOABOA, Medan - Sebuah pesawat asing dipaksa mendarat oleh TNI Angkatan Udara di Lapangan Udara (Lanud) Soewondo, Medan pada Kamis (30/6) siang.
Pesawat asing itu awalnya terlacak di radar milik Komando Operasi Udara I/Medan. Setelah dilakukan sejumlah pemeriksaan dan verifikasi, diketahui pesawat yang kemudian diberi kode 'Lasa X' itu tidak memiliki izin melintas/terbang di wilayah udara Indonesia.
Komando TNI AU kemudian mengerahkan dua unit pesawat tempur F16 dari skadron 16 Lanud Pekanbaru untuk mengejar pesawat tersebut. Pesawat itu lalu dicegat (intercept) dan dipaksa mendarat di Lanud Soewondo.
Sesaat setelah mendarat di Lanud Soewondo, pesawat itu dikawal ketat oleh personel bersenjata lengkap hingga ke areal steril di apron Lanud Soewondo.
Setelah berada di areal steril, petugas gabungan dari 12 institusi kementerian dan lembaga yang terdiri dari Polisi Militer Angkatan Udara, Petugas Bea Cukai, Petugas Imigrasi dan Karantina, serta dari Kementerian Perhubungan, secara bergantian melakukan pemeriksaan terhadap dokumen dan fisik dari awak kabin, penumpang serba barang bawaan mereka.
Dari hasil pemeriksaan, petugas berhasil menemukan seorang penumpang yang dalam kondisi tidak sehat serta seorang penumpang yang membawa narkotika. Penumpang yang sakit langsung dievakuasi ke RS Angkatan Udara Medan sementara penumpang yang kedapatan membawa narkoba dibawa untuk mengikuti proses hukum lanjutan.
Awak kabin yang terlibat dalam penerbangan itu juga menjalani pemeriksaan karena melanggar ketentuan penerbangan di Indonesia. Namun semua itu bukanlah kejadian sebenarnya.
Peristiwa itu adalah simulasi penurunan paksa (force down) yang dilaksanakan TNI Angkatan Udara di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan.
Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional, Marsekal Muda Novyan Samyoga, mengatakan simulasi ini merupakan latihan bagi seluruh petugas dari 12 instansi kementerian dan lembaga yang terlibat apabila ke depannya terjadi situasi yang menuntut dilakukannya pemaksaan mendarat atas pesawat asing.
"Jadi jika ke depan terjadi lagi, kita dari masing-masing instansi tidak lagi gamang dan sudah tahu apa yang harus kita buat masing-masing. Masing-masing sudah tahu prosedur standar operasi (SOP)-nya," kata Novyan.
Novyan menjelaskan peristiwa pemaksaan mendarat pada pesawat asing pertama kali terjadi pada pesawat kargo Ethiopian Air di 2019 lalu. Saat itu setelah pendaratan paksa, justru terjadi kesalahan penanganan. Penanganan menjadi berlarut-larut karena semuanya saling menunggu.
"Sekarang sudah ada kesepakatan bersama lintas instansi terkait SOP dan hari ini kita latihan sedemikian rupa," pungkasnya.
Novyan menegaskan pemaksaan mendarat terhadap pesawat asing, merupakan salah satu opsi yang bisa diambil terhadap pesawat asing yang tidak memiliki izin terbang dan dianggap membahayakan. Opsi lain adalah pengusiran hingga penghancuran terhadap pesawat asing itu juga bisa dilakukan.
"Kalau kejadiannya di areal perbatasan, kita usir. Kalau sudah berada di dalam, kita paksa mendarat. Tapi kalau dalam kondisi pedang bukan tidak mungkin dihancurkan. Tapi tentunya dengan beragam pertimbangan," tukasnya.
Sementara untuk memastikan wilayah Udara Indonesia bebas dari masuknya pesawat asing, Komando Pertahanan Udara Nasional sudah menyiagakan pesawat tempur di tiga lokasi yang tersebar di wilayah barat, tengah dan timur Indonesia.
Di wilayah barat ditempatkan di Lanud Pekanbaru, wilayah tengah di Lanud Iswahyudi dan di wilayah timur di Lanud Makasar.
"Butuh sekitar 15 menit bagi pesawat-pesawat kita untuk mencapai titik pengejaran jika ada pesawat asing yang masuk ke wilayah udara nasional kita. Itu mulai dari persiapan terbang hingga pengejaran ke lokasi pesawat asing tersebut," tandasnya.