PARBOABOA Jakarta - Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarif Sulaiman Nahdi mengungkapkan pelimpahan barang bukti tahap II terkait penggelapan dana Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (26/10/2022).
"Bahwa pada Rabu, tanggal 26 Oktober 2022 sekitar pukul 17.00 WIB, bertempat di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Jalan Tanjung nomor 1 dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap 2)," kata Syarif.
Diketahui, perbuatan pidana penggelapan dana atau penggelapan dalam jabatan berawal dari adanya penyelewengan dana diberikan perusahaan Boeing kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada (18/10/2018) lalu.
Menurut Syarif, ada total dana yang digelontorkan pihak Boeing senilai Rp 138 miliar yang mana seharusnya dana tersebut dipakai dalam bentuk pembangunan atau proyek sarana pendidikan atau kesehatan (BCIF).
"Akan tetapi dari dana BCIF yang semestinya dipakai mengerjakan proyek yang telah direkomendasikan oleh ahli waris korban kecelakaan pesawat Boeing yang digunakan oleh maskapai penerbangan Lion Air tidak digunakan seluruhnya namun hanya sebagian dan dana tersebut dipakai untuk kepentingan yang bukan peruntukannya," jelas Syarif.
Dalam kasus ini, para tersangka diduga telah menggunakan dana Boeing sebesar Rp117 milliar untuk kegiatan di luar implementasi Boeing dan diketahui pemakaian dana itu pun tanpa seizin ahli waris.
"Tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," pungkasnya.
Sebelumnya, penetapan empat tersangka penyelewengan dana di Yayasan ACT itu telah dilakukan di Bareskrim Polri usai gelar perkara pada Senin (25/07/2022).
Diketahui tiga tersangka yang sudah ditahan selama 20 hari terhitung mulai tanggal (26/10/2022) hingga (14/11/2022) di Rutan Bareskrim Mabes Polri adalah Ahyudin, Ibnu, dan Herman.
Mereka dijerat pasal berlapis. Yakni, tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Lalu, Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 jo Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Kemudian, Pasal 3, 4, 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Terakhir, Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP. Ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.