PARBOABOA, Pematang Siantar - Upaya hukum perdata dari tiga warga Kota Pematang Siantar yang menggugat Walikota Pematang Siantar Susanti Dewayani memasuki babak baru. Sidang perdana dijadwalkan akan digelar Kamis, 12 Januari 2023, pukul 10.00 WIB di PN Pematang Siantar.
“Kami menilai bahwa kebijakan wali kota itu menaikkan NJOP 1.000 persen adalah kebijakan yang manupulatif dan eksploitatif,” kata Daulat Sihombing selaku kuasa hukum para penggugat saat melakukan konferensi pers di kantor Notaris PPT Henry Sinaga di Jalan Merdeka No.209 Kota Pematang Siantar, Senin (10/1/2023)
Ia mengatakan, ketiga kliennya yang menggugat adalah Sarmedi Purba, Pardomuan Nauli Simanjuntak dan seorang pensiunan pegawai negeri sipil (PNS), Rapi Sihombing sudah siap menghadapi setiap tahapan di pengadilan.
Ia menjelaskan, objek gugatan terkait kenaikan NJOP 1.000 persen dan perkaranya telah didaftarkan ke PN Pematang Siantar dengan nomor perkara 128/Pdt.G/2022. Ada dua yang dilaporkan, yakni Wali Kota Pematang Siantar sebagai tergugat satu dan Kepala Badan Pengelola dan Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pematang Siantar sebagai tergugat dua.
Daulat menambahkan, para tergugat sempat membuat kamuflase pengurangan PBB-P2 sebesar 99 persen bagi wajib pajak lama dan 93 persen bagi wajib pajak baru (2021 ke atas). Berdasarkan Peraturan Walikota Pematangsiantar Nomor 05/2021 tentang pemberian pengurangan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar wajib pajak berupa stimulus untuk ketetapan nilai jual objek pajak bumi 2021, tanggal 07 Juli 2021 (disingkat Perwa Nomor 05/2021), hingga PBB- P2 hanya mengalami kenaikan 100 persen sampai 200 persen.
"Kebijakan ini membuat seolah-olah kenaikan NJOP tidak berdampak terhadap wajib pajak," jelasnya.
Daulat melanjutkan, kenaikan NJOP sudah mendapat protes dari masyarakat. Maka para penggugat berkesimpulan bahwa tindakan Walikota Pematang Siantar tentang penetapan NJOP hingga mencapai seribuan persen dengan segala akibat hukumnya, patut dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum, sehingga konsekeunsinya Perwa Nomor 04/2021, Perwa Nomor 05/2021, dan Keputusan Wako Nomor 973/432/111/WK-THN 2022, tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
“Walikota tidak cakap melihat konsekuensi yang dihadapi dari regulasi ini di mana akan mempengaruhi pendapatan dari sektor-sektor lainnya,” tutupnya.