PARBOABOA, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah selesai membacakan surat dakwaan terhadap Ferdy Sambo, tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosus Nofriansyah Hutabarat atau Brigadir J pada Senin (17/10/2022) siang.
Dari surat dakwaan yang dibacakan secara bergantian oleh anggota JPU, ada sejumlah informasi mengenai pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jumat (8/7/2022) lalu yang terungkap ke publik.
JPU yang membacakan tuntutan mengatakan, penembakan Brigadir J yang merupakan salah satu ajudan dari Ferdy Sambo ini terjadi setelah Mantan Kadiv Propam Polri itu menerima kabar dari istrinya, Putri Candrawathi yang mengatakan, Brigadir Yosua Hutabarat telah masuk ke kamar pribadinya dan melakukan perbuatan kurang ajar di rumah Sambo yang terletak Magelang, Jawa Tengah pada Kamis (7/7/2022).
Kemudian esok harinya, Putri pulang ke Jakarta bersama sejumlah rombongan, termasuk Brigadir J, Bripka RR, Kuat Maruf. Mereka menuju rumah pribadi di Jalan Saguling 3 Nomor 29, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Sesampainya di Jakarta, Putri dan Sambo lalu bertemu di ruang keluarga di depan kamar utama lantai tiga rumah Saguling. Putri kemudian menceritakan jika dirinya telah dilecehkan oleh Brigadir J. Hal inilah yang membuat Ferdy Sambo menjadi marah.
"Namun dengan kecerdasan dan pengalaman puluhan tahun sebagai anggota kepolisian, terdakwa Ferdy Sambo berusaha menenangkan dirinya lalu memikirkan serta menyusun strategi untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata jaksa membacakan surat dakwaan, Senin (17/10/2022).
Untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J, Sambo kemudian meminta Bripka RR untuk menembak Brigadir J. Namun, Bripka RR menolak karena tak memiliki mental menghabisi nyawa temannya itu. Sehingga, permintaan ini kemudian disampaikan kepada Bharada E.
Mendengar perkataan Sambo tersebut, Bharada E kemudian menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan dengan rencana tersebut.
"Saksi Richard Eliezer Pudihan Lumiu menyatakan kesediaannya, 'siap komandan'," kata jaksa menambahkan.
Merespons kesiapan Bharada E tersebut, Sambo langsung menyerahkan satu kotak peluru kaliber 9 mm kepada Bharada E. Jaksa menyebut kotak peluru tersebut telah disiapkan Sambo sejak Bripka RR memanggil Bharada E.
Sambo kemudian meminta agar amunisi peluru tersebut ditambahkan ke senjata api jenis Glock 17 dengan nomor seri MPY851 milik Bharada E. Bharada E kemudian menambahkan 8 peluru baru dari Sambo itu ke pistolnya. Sehingga total amunisi yang ada di pistol tersebut berjumlah 15 peluru.
"Pada saat Richard Eliezer mengisi 8 butir peluru 9 mm ke dalam magazine senjata api Glock 17 yang diberikan Ferdy Sambo, Richard Eliezer telah mengetahui tujuan pengisian peluru digunakan untuk menembak korban," ujar JPU.
Sambo kemudian menjelaskan pembagian peran dalam rencana pembunuhan Brigadir J yang akan dilakukan di rumah dinas, komplek Polri, Duren Tiga.
Sambo menegaskan bahwa Bharada E yang berperan utama untuk menembak Brigadir J. Sementara Sambo akan bertugas untuk menjaga Bharada E ketika menembak Brigadir J.
"Karena kalau terdakwa Ferdy Sambo yang menembak dikhawatirkan tidak ada yang bisa menjaga semuanya," ujar jaksa.
Selama proses tersebut, jaksa mengatakan Putri Candrawathi juga mengetahui dan ikut terlibat secara langsung dengan duduk di samping Sambo.
Peran Para Tersangka
Untuk memuluskan rencananya, Mantan Kadiv Propam Polri itu kemudian membuat siasat isolasi mandiri karena baru tiba dari Magelang, Jawa Tengah, untuk mengajak Brigadir J ke rumah dinas setelah tiba dari Magelang, Jawa Tengah pada Jumat 8 Juli 2022, agar rencana pembunuhan dapat dilakukan.
Selain Brigadir J, Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma'ruf (KM) juga diajak ke menjalani isolasi mandiri
Usai diajak pergi ke rumah dinas, Kuat Maruf berinisiatif membawa pisau di tas selempangnya untuk digunakan apabila Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J melawan ketika dieksekusi.
"Dengan inisiatif dan kehendaknya sendiri membawa pisau di dalam tas selempangnya yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan apabila korban Nofriansyah Yosua Hutabarat melakukan perlawanan," ujar jaksa dalam persidangan.
Jaksa menyebut Kuat Ma'ruf sudah mengetahui niat jahat Ferdy Sambo untuk menghabisi nyawa Brigadir J. Namun, Kuat Ma'ruf tak memberitahu rencana Sambo itu kepada Brigadir J.
Sementara itu, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E sempat berdoa untuk meneguhkan dirinya sebelum mengeksekusi Brigadir J, bukannya berpikir untuk mengurungkan rencana tersebut.
"Saksi Richard Eliezer naik ke lantai dua dan masuk kamar ajudan namun bukannya berpikir untuk mengurungkan dan menghindarkan diri dari rencana jahat tersebut, justru melakukan ritual berdoa berdasarkan keyakinannya meneguhkan kehendaknya sebelum melakukan perbuatan merampas nyawa korban," ujar jaksa.
Sedangkan Bripka Ricky Rizal (RR) yang juga mengetahui rencana jahat Sambo, tidak ikut masuk ke dalam rumah dinas. Ia tetap berada di garasi untuk mengawasi Brigadir J yang saat itu sedang berada di halaman. Padahal, Bripka RR dapat memberitahukan rencana jahat tersebut, agar Brigadir J dapat melarikan diri.
"Di saat itulah kesempatan terakhir Ricky Rizal sekurang-kurangnya dapat memberitahu korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, namun Ricky Rizal tetap tidak memberitahu korban supaya pergi dan lari menjauh agar terhindar dari perampasan nyawa sebagaimana dikehendaki oleh Ferdy Sambo," tutur jaksa.