PARBOABOA, Pematang Siantar - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatra Utara mengingatkan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kota Pematang Siantar mengumumkan ke publik nama 48 ASN yang terdaftar menerima bantuan sosial beras.
"Dinsos jangan mencoba-coba menyembunyikan identitas ASN sebagai penerima dana bansos itu. Mulai dari nama aslinya, instansi pemerintah tempat dia bekerja, alamat rumahnya secara lengkap," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar kepada PARBOABOA, Sabtu (23/9/2023).
Menurutnya, temuan tersebut harus ditindaklanjuti Inspektorat Kota Pematang Siantar dengan memeriksa 48 ASN yang menerima bansos beras 10 kilogram itu.
Abyadi juga meminta kepala lingkungan dan kelurahan memeriksa yang memasukkan nama ASN sebagai penerima dana bansos, karena ada dugaan nepotisme dalam penyaluran itu.
"Persoalan ini terjadi karena permainan di struktur pemerintahan bawah, mereka ini yang harus diperiksa dan ditindak, mungkin karena keluarga mereka, sehingga ASN itu mereka daftarkan sebagai penerima Bansos," ungkapnya.
Ombudsman mengingatkan agar Pemko Pematang Siantar lewat Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) memproses sanksi kepada ASN dan oknum yang memasukkan mereka sebagai penerima dana bansos itu.
"Kita minta wali kota menindak semua oknum yang terlibat dalam terjadinya masalah ini, bisa berbentuk penurunan golongan dan sebagainya," imbuh Abyadi Siregar.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) mengidentifikasi ketidaksesuaian pendataan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk program bansos di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara.
Dari identifikasi itu, sebanyak 700 penerima bantuan diketahui memiliki pendapatan di atas Upah Minimum Regional (UMR) daerah setempat. Bahkan, ada 48 orang ASN yang terdaftar sebagai penerima bantuan.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Lisman Manurung menilai mekanisme pemberian bantuan sosial tidak maksimal di setiap daerah. Termasuk di Pematang Siantar.
"Itu tipikal problem kita semua, dimana persoalan ini sudah sering berulang-ulang di setiap daerah, termasuk pada verifikasi data yang tidak sesuai," ujarnya kepada PARBOABOA, Sabtu (23/9/2023).
Lisman menjelaskan, pelaksanaan pemberian bansos tersebut harusnya ditujukan kepada masyarakat yang kurang mampu dan tidak sejahtera. Namun, nyatanya pelaksanaan tidak efektif dan kurang strategis hingga menjangkau masyarakat.
"Setidaknya langsung saja diberikan secara langsung, dalam berbentuk uang masuk ke rekening, jangan dipisah-pisah, ada pemberian bantuan berbentuk uang, ada bantuan diberikan berbentuk barang, seperti pemberian beras 10 kilogram," timpalnya.
Lisman juga menilai, pemberian bansos kepada 48 ASN dan 700 orang dengan UMR sifatnya subjektif.
"Bisa saja bentuk berbalas budi dari pihak Pemko, anggota dewan maupun dinas terkait kepada nama-nama yang dimasukkan sebagai penerima bantuan, berbentuk subjektif jadinya," jelasnya.
Akademisi Universitas Indonesia itu meminta dinas terkait segera menindaklanjuti temuan tersebut dan melakukan verifikasi ulang data.
Lisman juga meminta Pemko Pematang Siantar memperluas lapangan pekerjaan, sehingga tidak bergantung lagi pada bansos.
"Segera ditindaklanjuti, kalau bisa bansos itu ditiadakan," pungkasnya.
Editor: Kurniati