PARBOABOA - Federasi sepak bola Eropa (UEFA) telah menyetujui regulasi keuangan baru untuk menggantikan sistem Financial Fair Play.
Aturan baru tersebut dinamakan Financial Sustainability and Club Licensing Regulation (FSCLR). Peraturan ini diperkenalkan pada pertemuan Komite Eksekutif UEFA di Swiss, Kamis (07/04/2022).
Berdasarkan keterangan UEFA, aturan ini meliputi tiga pilar utama, yaitu pengendalian biaya, solvabilitas, dan stabilitas.
Pengendalian biaya mengacu pada pengeluaran klub untuk transfer, gaji, dan biaya agen tidak boleh melebihi 70 persen dari pendapatannya.
Adapun Solvabilitas berarti klub tidak boleh mempunyai utang yang jatuh tempo, baik kepada otoritas pajak, karyawan, klub lain, dan UEFA.
Sedangkan stabilitas mengacu pada seberapa besar kerugian yang bisa ditanggung oleh sebuah klub. Klub hanya diperbolehkan mengalami kerugian maksimal 60 juta Euro selama tiga musim. Pada klub yang sehat secara finansial boleh menambah kerugian hingga 10 juta euro lagi.
UEFA mengatakan bahwa klub yang melanggar aturan baru akan dikenakan sanksi keuangan dan sanksi yang telah ditentukan sebelumnya.
Dilansir dari laman resmi UEFA, peraturan ini akan berlaku mulai pertengahan tahun 2022 dan akan diimplementasikan secara bertahap selama 3 tahun dengan tujuan memberi klub waktu untuk beradaptasi.
Beberapa klub masih diizinkan untuk membelanjakan 90 persen dari pendapatan untuk kepentingan transfer, gaji, dan biaya agen hingga musim 2023-2024.
Angka tersebut akan turun secara perlahan seiring berjalannya waktu, hingga mencapai angkat yang ditentukan, yakni 70 persen.
Menguntungkan Klub Inggris
Mungkin peraturan ini bisa dibilang bagus karena membatasi klub tajir dalam hal memboyong pemain dengan harga fantastis.
Meski sudah disetujui, regulasi tersebut masih menuai perdebatan hingga saat ini karena dinilai hanya menguntungkan klub Liga Inggris. Mengapa demikian?
Pasalnya, klub kaya raya di Liga Inggiris seperti Manhester City, Manchester United ataupun Newcastle United masih memiliki pemasukan dana hak siar dengan harga yang fantastis.
Yang artinya, ini bukan tentang finansial klub berdasarkan sultan atau tidaknya seorang pemilik klub, namun merujuk pada pendapatan sebuah klub. Oleh karena itu, 70 persen masih terbilang besar bagi mereka yang memiliki pendapatan klub terbesar.
Hal itu tentu menjadi tidak adil bagi klub Spanyol atau Italia, yang memiliki nilai hak siar lebih kecil ketimbang Liga Inggris.
Klub Spanyol dinilai menjadi pihak yang lebih dirugikan karena harus bijak dalam mengelola gaji pemain.
Apalagi klub seperti Barcelona yang memiliki utang hingga 1 Milliar Euro, membuat mereka was-was terhadap peraturan baru tersebut.
Pasalnya, Barcelona akan dipaksa untuk mengurangi utang sebesar 10 persen per musim, sehingga mereka harus menghabiskan sebagian besar pendapatan untuk membayar utang.
Terlepas dari itu, sejatinya peraturan ini dibentuk demi membantu klub-klub Eropa menjauh dari masalah finansial dan merevolusi tata kelola klub sepak bola setelah dampak krisis finansial akibat pandemi.
“Aturan ini akan membantu kita semua untuk melindungi sepak bola dan bersiap terhadap kejutan yang mungkin muncul di masa depan, sambil mendorong investasi yang rasional demi membangun masa depan yang berkelanjutan untuk sepak bola,” kata Presiden UEFA Aleksander Ceferin.