PARBOABOA, Maluku - Banda Neira atau Banda Naira adalah salah satu pulau di Kepulauan Banda, dan merupakan pusat administratif Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia. Banda Neira terbagi dalam 6 desa, yakni Dwiwarna, Kampung Baru, Merdeka, Nusantara, Rajawali, dan Tanah Rata.
Warga asli kepulauan ini sebagian besar telah lenyap akibat genosida yang dilakukan VOC atas perintah Jan Pieterzoon Coen pada 1621 demi merebut monopoli perdagangan pala.
Warga yang kini mendiami kepulauan kaya rempah ini adalah keturunan pekerja perkebunan yang dibawa VOC dari Jawa, yang kemudian beranak pinak karena menikah dengan warga Maluku.
Orang Banda yang selamat dari genosida tersebut melarikan diri ke Batavia dan dipekerjakan sebagai budak.
Di Jakarta Utara kini masih menyisakan tempat bernama Kampung Bandan yang merupakan bekas pemukiman warga pelarian dari Banda.
Genosida itu sendiri berawal ketika Belanda yang tanpa seizin penduduk Banda membangun Benteng Nassau pada 1609.
Masyarakat Banda yang berang akan pembangunan benteng tersebut kemudian melakukan penyerangan terhadap 40 orang Belanda, termasuk Gubernur Jenderal VOC Verhoeff.
Sejak zaman dahulu, terutama pada saat masa penjajahan, Kepulauan Banda telah dikenal sebagai penghasil rempah-rempah.
Oleh sebab itu, kepulauan tersebut juga populer dikenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah di dunia yang banyak dikunjungi oleh pedagang dan penjelajah dari berbagai bangsa.
Pulau Banda Neira yang terletak di pinggiran laut, menawarkan hamparan pasir, terumbu karang, dan biota laut yang menawan.
Karena keindahan lautnya, pulau ini juga diakui sebagai tempat menyelam yang diakui secara internasional. Apalagi adanya peninggalan situs bersejarah daerah yang pernah diperebutkan bangsa Eropa.
Keindahan terumbu karang dari laut Pulau Banda Neira tak lepas dari adanya proses pembentukan dari letusan Gunung Api Banda yang dikenal sebagai fenomena Lava Flow.
Aliran lava akibat dari letusan pada tahun 1988 itu menciptakan pertumbuhan karang dan membawa kesuburan bagi kehidupan biota laut di perairan tersebut.
Banda Neira juga pernah menjadi tempat pengasingan Bung Hatta dan Sutan Syahrir oleh kolonial Belanda pada tahun 1936.
Selama pengasingan, kedua tokoh pahlawan Republik Indonesia itu membuka kelas sore bagi anak-anak Banda Neira yang saat itu tidak sempat menempuh pendidikan.
Banda Neira bukan sekedar perkampungan biasa yang terletak di Pulau Banda, Maluku. Banyak hal yang bisa Anda lakukan disini.
Mulai dari wisata budaya sampai wisata alam semuanya ada. Anda bisa lakukan wisata sejarah sekaligus budaya dengan bertandang ke Benteng Belgica, Benteng Nassau, Istana Mini, dan bangunan-bangunan kolonial yang biasanya ada di ruas jalan yang sama.
Karena pernah jadi basis pertahanan tentara VOC, Anda akan banyak temui gaya bangunan khas Belanda disini.
Keramahan masyarakat Banda dan arsitektur bangunan/rumah serta sedikitnya mobil yang berlalu lalang adalah alasan kenapa berjalan kaki di Banda Neira lebih menyenangkan dibandingkan memakai motor ojek.
Karena dengan berjalan kaki, kita bisa menikmati bangunan-bangunan tua di kiri-kanan jalan dan berbaur dengan keramahan masyarakat Banda Neira.
Selama di Banda Neira, Anda tidak akan melihat Mobil Angkutan Umum (angkot) seperti yang biasa kita temukan di kota-kota lain.
Hanya ada motor ojek yang bisa digunakan jika kita hendak menempuh perjalanan jauh. Tidak heran jika masyarakat Banda Neira lebih memilih jalan kaki dan menggunakan sepeda.
Keindahan Banda Neira tidak hanya diabadikan dari berbagai cerita orang-orang yang pernah menyambanginya, tetapi juga ada di uang rupiah.
Dalam uang kertas pecahan Rp1.000 emisi 2016 terdapat gambar dari secuil keindahan Banda Naira, yaitu pemandangan Benteng Belgica dengan latar belakang gunung api. Ada pula gambar Tari Tifa dan bunga anggrek larat yang menjadi identitas dari wilayah Maluku.