PARBOABOA, Jakarta – Dalam sidang pembacaan tuntutan terhadap Ferdy Sambo, Jaksa Penuntut Umum mengatakan Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat atau Brigadir J meninggal akibat tembakan Ferdy Sambo dibagian belakang kepalanya.
Sebelum penembakan dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Mantan Kadiv Propam Polri itu sudah lebih dulu merencanakan pembunuhan terhadap salah satu ajudannya itu di rumah pribadi di Jalan Saguling 3 Nomor 29, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Awalnya dia meminta Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR untuk menembak Brigadir J, namun hal ini ditolak Bripka RR. Sehingga Sambo kemudian meminta Bharada E untuk melakukan penembakan. Bharada E kemudian menyetujui rencana tersebut.
Setelah mendengar jawaban dari Bharada E, Sambo kemudian menyerahkan satu kotak peluru kaliber 9 mm kepada Bharada E dan memerintahkan agar amunisi peluru tersebut ditambahkan ke senjata api jenis Glock 17 dengan nomor seri MPY851 milik Bharada E. Bharada E kemudian menambahkan 8 peluru baru dari Sambo itu ke pistolnya. Sehingga total amunisi yang ada di pistol tersebut berjumlah 15 peluru.
Sebelum eksekusi dilakukukan, Sambo telah membuat siasat isolasi mandiri kepada Putri Candrawathi, Brigadir J, Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma'ruf (KM), karena mereka baru tiba dari Magelang, Jawa Tengah.
Disusul dengan kedatangan Sambo sekitar pukul 17.10 WIB. Dia kemudian meminta Bripka RR untuk menghampiri Brigadir J dan memberitahukan apabila dirinya dipanggil oleh Sambo untuk ke dalam rumah.
Brigadir J, di ikuti oleh Bripka RR dan Kuat Maruf masuk ke dalam rumah melewati garasi dan pintu dapur menuju ruang tengah dekat meja makan.
Setelah berada di ruang tengah, Sambo lantas memegang bagian leher belakang Brigadir J dan mendorongnya ke depan tangga sehingga berhadapan langsung dengan dirinya dan Bharada E.
Sedangkan posisi Kuat berada di belakang Sambo dan Bripka RR berada di belakang Bharada E dalam posisi siaga untuk melakukan pengamanan bila Brigadir J melawan.
Sambo lantas memerintahkan Brigadir J untuk segera berjongkok. Mendengar perintah tersebut, Brigadir J kemudian mengangkat kedua tangannya dan mundur sebagai tanda menyerah sembari menanyakan maksud Sambo.
"Selanjutnya terdakwa Ferdy Sambo yang sudah mengetahui jika menembak dapat merampas nyawa berteriak dengan suara keras kepada saksi Richard Eliezer 'Woy, kau tembak, kau tembak cepat. Cepat woy kau tembak'," ujar jaksa.
Mendengar perintah, Bharada E langsung mengarahkan senjata api Glock-17 dan melepaskan 3-4 kali tembakan hingga Brigadir J terkapar dan mengeluarkan banyak darah.
Akibat tembakan itu, jaksa mengatakan terdapat luka tembak masuk di tubuh Brigadir J. Rinciannya yakni luka masuk pada dada sisi kanan, bahu kanan, bibir sisi kiri, dan lengan bawah kiri bagian belakang.
Namun saat itu Briagdir J masih hidup dan bergerak kesakitan dalam keadaan terlungkup di dekat tangga depan kamar mandi. Sehingga Sambo bergerak menghampiri Brigadir J kemudian menembak tepat di sisi kiri kepala bagian belakang hingga menyebabkannya meninggal dunia.
Jaksa mengatakan tembakan Sambo tersebut menembus sisi kiri bagian kepala belakang melalui hidung. Akibat tembakan tersebut ditemukan adanya luka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar Brigadir J.
"Tembakan terdakwa Ferdy Sambo tersebut menembus kepala bagian belakang sisi kiri korban melalui hidung. Mengakibatkan adanya luka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar," ujar jaksa.
Untuk menghilangkan jejak pembunuhan, Sambo kemudian menembak ke arah dinding di atas tangga beberapa kali. Lalu berbalik arah dan menempelkan senjata milik Brigadir J ke tangan korban untuk ditembakkan ke arah tembok di atas TV.
"Selanjutnya senjata api HS tersebut diletakkan di lantai dekat tangan kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan tujuan seolah-olah terjadi tembak menembak," lanjut jaksa.