PARBOABOA, Pematang Siantar - Potensi politik uang menjadi salah satu faktor meningkatnya peredaran uang palsu di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara, terutama menjelang pemilihan umum (Pemilu).
Menurut Komisioner bidang Penyelesaian Sengketa di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Pematang Siantar, Nanang Wahyudi Harahap, potensi tersebut yang membuat lembaganya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, agar terhindar dari korban politik uang dan uang palsu.
"Antisipasi yang pasti kita laksanakan adalah sosialisasi. Targetnya kepada anak-anak muda dan masyarakat dan koordinasi antar sektor untuk meminimalisir peredaran uang palsu di Kota Pematang Siantar," katanya, kepada PARBOABOA, Kamis.
Namun, Nanang mengingatkan masyarakat untuk tidak ragu mengadukan penemuan peredaran uang palsu kepada aparat keamanan dan Bawaslu Pematang Siantar.
"Pengalaman di tahun sebelumnya, pada momen tahun politik saat Pemilu seperti tahun 2019 misalnya, temuan uang palsu tidak ada pengaduan dari masyarakat. Sebenarnya yang ditakutkan adalah uang itu berasal dari mana? Mudah-mudahan tidak berasal dari uang suap dari para caleg (calon legislatif) yang bersaing untuk mendapatkan suara masyarakat tersebut," jelasnya.
Nanang juga meminta masyarakat tidak takut melaporkan kejadian pelanggaran pada saat pemilihan tersebut kepada Bawaslu. Sebab sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, masyarakat akan dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
"Meski sampai saat ini tidak ada laporan dari masyarakat terkait peredaran uang palsu, namun tidak ada salahnya meningkatkan kewaspadaan apalagi menjelang penyelenggaraan Pemilu tahun depan. Transaksi uang cukup tinggi sesuai Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014. Kami harapkan masyarakat tetap berani memberikan pengaduan jika benar ditemukan. Masyarakat juga harus memahami cara mengidentifikasi mata uang rupiah yang asli," ungkapnya.
Data Bank Indonesia (BI) melaporkan, jumlah peredaran uang palsu di Indonesia pada tahun politik, mencapai 176.582 lembar pada Januari-Desember 2014 dan sebanyak 202.741 lembar pada Januari-Desember 2019.
Peredaran Uang Palsu Jadi Sorotan Masyarakat
Masyarakat Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara menyoroti maraknya peredaran uang palsu di kota itu.
Seperti yang dialami salah seorang warga yang berbelanja di Pasar Horas, Pematang Siantar, F. Tampubolon (39). Ia menyebut maraknya peredaran uang palsu membuat penjual mencurigainya saat berbelanja, terutama saat menggunakan pecahan besar seperti Rp50 ribu dan Rp100 ribu.
"Peredaran uang palsu membuat pembeli seperti saya dan penjual tidak merasa nyaman dan aman dalam bertransaksi. Mana mungkin kita cek uang kita setiap kali membeli, apalagi dengan nominal besar, seperti Rp50 ribu dan Rp100 ribu. Kita enggak nyaman dan penjual di sini (Pasar Horas) juga merasakannya," ujarnya kepada PARBOABOA, Kamis (9/8/2023).
Tampubolon khawatir, meningkatnya peredaran uang palsu akan berdampak buruk pada perekonomian masyarakat di Pematang Siantar.
"Yang mengedarkan uang palsu hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Seseorang yang tidak mempunyai nilai moral karena itu termasuk perbuatan yang bisa merugikan orang lain," kesalnya.
Senada dengan Tampubolon, salah seorang pedagang bawang dan cabai di Pasar Horas, Sianturi (42) mengatakan daya beli masyarakat bisa turun jika ditemukan uang dalam jumlah besar.
"Semakin banyak uang palsu, pastinya kita tidak bisa membeli dengan uang tersebut, belum lagi kita harus menggantinya. Kita butuh waktu untuk datang ke BI sendiri, kan masyarakat juga yang jadi rugi," ketusnya.
Ia berharap Pemerintah Kota Pematang Siantar memiliki layanan pengaduan di tengah maraknya peredaran uang palsu di masyarakat.
"Namanya keluhan masyarakat pastinya didengar, jangan masyarakatnya koar-koar dan merasa dirugikan, pemerintahnya sendiri diam, setidaknya pelayanan pengaduan agar tahu masyarakat apakah keluhan itu ditindaklanjuti atau tidak sesegera mungkin," harapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal di Polres Pematang Siantar, Banuara Manurung mengimbau masyarakat tetap waspada dan berhati-hati ketika menukar uang atau bertransaksi jual beli secara tunai.
"Apabila ada kecurigaan uang yang diterima adalah uang palsu, masyarakat jangan ragu menolak serta meminta ganti dengan uang yang lain, kalau bisa laporkan sampai ke BI (Bank Indonesia) di sini," katanya saat dijumpai di ruang kerjanya, Kamis (9/8/2023).
Manurung menegaskan pelaku pengedar uang palsu berusaha memanfaatkan kelengahan pedagang atau penjual di pasar yang sibuk melayani pembeli sehingga tidak mengawasi keaslian uang yang diterima.
"Pelaku melakukan peredaran uang palsu dengan jumlah besar akan dijerat dengan hukuman maksimal sesuai dengan Pasal 36 Ayat 2 atau Ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Mata Uang jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Sebab uang palsu ini sangat merugikan. Ini juga terkait perlindungan konsumen," imbuhnya.