PARBOABOA, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan, sudah ada 53 kasus COVID-19 subvarian Omicron CH.1.1 atau varian Orthrus ditemukan di Indonesia.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut, varian ini paling banyak teridentifikasi di Jakarta. Berdasarkan data Kemenkes, subvarian Omicron CH.1.1 sudah ada 30 kasus di wilayah DKI Jakarta.
"Sudah ada 53 kasus (varian Orthrus). Paling banyak ada di Jakarta ya, 30 (kasus)," kata Nadia kepada wartawan, dikutip Jumat (24/2/2023).
Nadia menjelaskan, puluhan kasus subvarian Orthrus merupakan transmisi lokal, bukan dari pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).
"Bukan PPLN, sudah jadi transmisi lokal," ujarnya.
Lebih lanjut, Nadia menyebut bahwa subvarian Omicron CH.1.1 ini juga termasuk daftar yang tengah diawasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), selain varian Kraken atau subvarian XBB.1.5.
"Anaknya Omicron tapi orang lebih takut Kraken karena banyak negara yang mengalami kenaikan kasus. Dan si Orthrus ini walaupun ditemukan tapi tidak picu kenaikan di berbagai negara," tuturnya lagi.
"Potensinya sama seperti Kraken, karena WHO bilang di bawah varian Orthrus tengah dimonitoring," imbuh Nadia.
Terpisah, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. M. Syahril mengatakan, kasus pertama Orthrus di Indonesia dilaporkan pada 11 Oktober 2022 silam.
Ia menyebut, varian ini memiliki karakteristik lebih cepat menular dibandingkan dengan subvarian sebelumnya. Namun, belum ada bukti yang menunjukkan tingkat kesakitan dan kematian akibat Orthrus lebih parah dari subvarian sebelumnya.
Sementara itu, pada tatanan global, Orthrus dilaporkan pertama kali muncul di India pada Juli 2022. Hingga 18 Januari 2023, sudah dilaporkan sebanyak lebih dari 12.000 kasus di 66 negara, dengan kasus terbanyak di Inggris, Denmark, Singapura, dan Selandia Baru.
Orthrus masuk dalam kategori variants under monitoring (VuM) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai salah satu garis keturunan dari varian BA 2.75. Artinya, varian ini dicurigai memiliki karakteristik virus yang memicu risiko di masa mendatang.