PARBOABOA, Jakarta - Vonis bebas yang diberikan Pengadilan Negeri Surabaya kepada Gregorius Ronald Tannur, tersangka pembunuhan dan penganiayaan Dini Sera Afrianti dikritik berbagai kalangan.
Kritikan datang salah satunya dari pakar hukum tata negara, Moh. Mahfud MD yang menilai ada yang janggal dari semua putusan soal Ronald Tannur.
Mulai dari vonis bebas, hingga proses kasasi yang akan diajukan Kejaksaan Negeri Surabaya yang tak bisa diproses karena belum menerima salinan putusannya dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Mahfud menilai, alasan yang diberikan Kepala Kejati Jawa Timur, Mia Amiati sangat teknis, karena salinan putusan seharusnya bisa langsung dimintakan ke PN Surabaya.
Selain itu, salinan vonis asli juga sudah diunggah ke laman Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), sehingga bisa langsung diunduh dan dicetak untuk menyiapkan materi kasasi.
Sedangkan terkait putusan bebas kepada Ronald Tannur, Mahfud menilai, pertimbangan Majelis Hakim PN Surabaya tidak bisa diterima secara akal sehat publik atau public common sense.
Menurutnya, pertimbangan majelis hakim PN Surabaya terhadap putusan Ronald juga bertentangan dengan logika publik atau tidak masuk akal.
Pertimbangan tidak masuk akal itu, lanjut Mahfud, misalnya menganggap kematian korban tak ada kaitan langsung dengan penganiayaan Ronald.
Pertimbangan yang tidak masuk akal lain yang disampaikan majelis hakim PN Surabaya yaitu terdakwa masih berusaha membawa korban ke rumah sakit, walaupun sudah dalam keadaan meninggal.
Bahkan dalam putusan vonis bebas itu, hakim beranggapan kematian dini disebabkan oleh penyakit lain akibat minum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam karena dugaan penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur.
Mahfud lantas menyarankan beberapa cara untuk memperjuangkan keadilan bagi korban Dini Sera Afrianti dan keluarganya.
Seperti jalur kasasi oleh Kejaksaan, pemeriksaan Badan Pengawas (Bawas) Hakim di Mahkamah Agung dan penyelidikan Komisi Yudisial (KY).
Sementara itu, per Kamis (1/8/2024), Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dikabarkan telah menyusun memori kasasi terhadap vonis bebas majelis hakim yang diberikan kepada terdakwa Ronald Tannur.
Ada tiga alasan penting dalam memori kasasi tersebut. Pertama, apakah suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan, namun tidak sebagaimana mestinya.
Kedua, apakah cara mengadili tidak dilaksanakan benar menurut ketentuan undang-undang dan yang ketiga, apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya dengan memberikan vonis bebas tersebut.
KY Akan Investigasi Vonis Bebas Ronald Tannur
Komisi Yudisial (KY) akan menindaklanjuti laporan pengaduan mengenai dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang memberikan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur (31).
Laporan tersebut dilayangkan keluarga korban, didampingi LBH Damar Indonesia dan Rieke Diah Pitaloka, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP).
Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, KY akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai Peraturan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penanganan Laporan Masyarakat.
Adapun langkah awal yang dilakukan KY yaitu tahap administrasi, kemudian analisis dari bahan-bahan hasil investigasi maupun dokumen. Saat ini tim investigasi KY telah bergerak dan berprogres untuk mengumpulkan bahan-bahan.
Setelah semua terkumpul, bahan hasil investigasi dan dokumen itu akan dipanelkan, baru kemudian diputuskan apakah kasus tersebut ditindaklanjuti atau tidak.
Jika ditindaklanjuti, lanjut Mukti, maka KY akan melakukan pemeriksaan terhadap pelapor, saksi-saksi, termasuk terhadap majelis hakim.
Mukti mengakui belum menerima salinan putusan lengkap kasus Ronald Tannur. Namun, ia memastikan tim investigasi KY tetap bergerak mengumpulkan bahan-bahan terkait vonis bebas Ronald Tannur.
Kronologi Putusan Bebas Ronald Tannur
Rabu, 24 Juli 2024, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membebaskan Gregorius Ronald Tannur (31) dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan hingga menewaskan Dini Sera Afriyanti (29).
Ronald diketahui merupakan anak dari anggota DPR RI dari PKB, Edward Tannur.
Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surabaya menganggap Ronald Tannur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang berujung pada tewasnya korban.
Hakim PN Surabaya juga menilai, Ronald dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap Dini Sera saat masa-masa kritis dengan membawanya ke rumah sakit.
Sebelumnya, Ronald Tannur didakwa menggunakan Pasal 338, 351, dan 359 KUHP tentang Pembunuhan dan Penganiayaan.