PARBOABOA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa meminta Mahkamah Agung (MA) bersikap atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait vonis penundaan tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Pasalnya, kata Mustopa, keterangan MA sangat dibutuhkan supaya polemik tersebut bisa segera diakhiri. Selain itu, ia menilai jika putusan PN Jakpus itu telah melampaui kewenangannya.
"Ya (MA harus bersikap), biar tidak tambah ramai. Karena sudah jelas bahwa itu di luar kewenangan menangani sengketa proses pemilu, dalam hal ini sengketa verifikasi parpol," kata Saan Mustopa dalam keteranagnnya, Sabtu (04/03/2023).
Ia menjelaskan, hanya ada dua lembaga yang diberikan kewenangan menangani sengketa pemilu berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Adapun kedua lembaga itu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pengadilan tata usaha negara (PTUN).
"Nah harusnya PN ketika ada pengajuan sengketa proses pemilu mestinya paham UU Pemilu dan harusnya tidak menerima. Jadi, bukan hanya tidak boleh memutus tapi juga tidak boleh menerima gugatan itu. Gugatan harusnya ditujukan ke PTUN," tegas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.
Gugatan Partai Prima
Sebelumnya, Partai Prima melayangkan gugatan pada 8 Desember 2022 yang teregister dengan nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt terhadap KPU ke PN Jakpus.
Gugatan itu dilakukan karena Partai Prima merasa telah dirugikan dalam proses verifikasi administrasi KPU. Selain itu, mereka juga menilai bahwa pihak penyelenggara pemilu itu telah melakukan perbuatan melawan hukum.
PN Jakpus kemudian mengabulkan seluruh gugatan Partai Prima dan memerintahkan agar KPU menunda Pemilu 2024 hingga Juni 2025.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan.