PARBOABOA, Jakarta – Polisi menangkap 40 masyarakat adat Tano Batak, Sumatera Utara yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) ketika melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta Pusat, Jumat (26/11).
Salah satu perwakilan aliansi dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Villarian juga ikut ditangkap. Ia mengatakan, seluruhnya massa ditangkap dengan alasan melakukan aksi di atas jam 18.00 WIB.
"Kami diangkut polisi. Semua ditangkap. Alasan karena lebih dari jam 18.00 WIB. Padahal pas diangkut jam 18.00 WIB kurang," kata Vilarian, Jumat (26/11).
Padahal menurut dia, Gerak saat itu sudah berhenti melakukan aksi sebelum pukul 18.00 WIB dan langsung ditangkap oleh petugas kepolisian.
"Dan kami sudah tidak melakukan unjuk rasa. Semua tidak ada yang orasi. Bahkan banner sudah digulung dan polisi menangkap kami sewenang-wenang," imbuhnya.
Sementara itu, Kapolsek Tanah Abang Komisaris Haris Kurniawan mengatakan hal yang berbeda. Ia menyebut, Gerak mencoba masuk untuk bertemu Menteri Siti Nurbaya.
Haris menjelaskan, para pendemo mulanya berada di luar pagar Kantor KLHK, namun menerabas masuk. Sekitar pukul 18.00 WIB, polisi sudah mengimbau agar massa membubarkan diri.
Tetapi, para pendemo berteriak mengatakan, “ya sudah, kami menginap di sini saja. Bagaimana caranya bisa bertemu ibu Menteri”.
Haris menyebut, penangkapan itu bertujuan untuk mencegah demonstran berlaku anarkis. Puluhan masyarakat adat Tano Natak itu lantas dibawa ke Polres Metro Jakarta Pusat untuk didata.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Pusat Wisnu Wardhana memastikan para demonstran akan dipulangkan malam ini.
"Nanti kami berikan layanan kemanusiaan dulu. Kami beri makan, habis itu kami pulangkan malam ini," tutur dia.
Sebelumnya, Masyarakat adat dari Tano Batak menggelar aksi demo di depan gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta Pusat, Jumat (26/11). Di sana, mereka menuntut Presiden Jokowi dan menteri LHK agar menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Masyarakat adat dari Tano Batak menggelar aksi demo di depan gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta Pusat, Jumat (26/11). Di sana, mereka menuntut Presiden Jokowi dan menteri LHK agar menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Ketua aksi mengatakan, dirinya mengetahui bahwa Menteri LHK ada di kantor KLHK. Namun, Menteri LHK tak kunjung datang untuk menemui masyarakat adat dari Tano Batak. Selain itu, para warga adat Tano Batak juga menggelar aksi ritual.
Ketua Adat Sihaporas Tano Batak dari Kecamatan Simalungun, Mangitua Ambarita menerangkan ritual yang mereka lakukan adalah agar Menteri KLHK Siti Nurbaya menutup PT. Toba Pulp Lestari (TPL). Mereka menilai perusahaan itu telah merusak lingkungan dan merugikan masyarakat adat.
Masyarakat adat Tano Batak tampak berjajar di depan pintu masuk KLHK dengan menggunakan pakaian dan atribut adat. Di depan mereka, terdapat kemenyan yang sengaja dibakar. Asapnya mengepul di sekitar mereka.
Sementara itu, Mangitua sebagai ketua adat memimpin ritual dan merapal doa. Seraya memegang mangkuk berisi air, Mangitua terlihat khusyuk merapal doa diiringi musik adat. Setelah musik berhenti, air itu pun diminum secara bergantian oleh warga adat.
Mereka melakukan aksi sejak pukul 13.00 WIB. Namun sampai pukul 14.28 WIB mereka tak mendapat respons dari KLHK. Tak ada satu pun perwakilan dari KLHK yang turun menemui 40 warga adat tersebut.
Sebagai informasi, masyarakat adat Tano Batak ini telah berlayar selama tiga hari untuk sampai ke Jakarta pada Rabu (17/11). Mereka juga telah melakukan aksi berkali-kali untuk mendesak pemerintah menutup PT TPL.
Editor: -