PARBOABOA, Jakarta - Disebut penyakit flu tomat karena penyakit ini ditandai dengan gejala blister seperti melepuh, berwarna merah yang perlahan-lahan membesar hingga seukuran tomat. Melansir dari The Lancet Respiratory Medicine, penyakit flu tomat pertama kali teridentifikasi pada Mei 2022 lalu di India.
"Virus baru bernama flu tomat atau demam tomat telah mewabah di India di negara bagian Kerala pada anak di bawah 5 tahun," tulis laporan tersebut.
Penyakit ini perlu diwaspadai karena menyerang beberapa anak berusia di bawah 5 tahun di India. Sejauh ini, infeksi ditemukan di distrik Kollam di Kerala India dan dekat area Anchal, Aryankavu dan Neduvathur.
Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman berpendapat, flu ini bukan disebabkan oleh virus baru. Flu serupa akibat infeksi virus Coxsackie sempat dilaporkan pada tahun 2019. Akibat virus Coxsackie, terjadi infeksi hand-foot-mouth desease (HFMD) yang memang endemik di banyak negara Asia.
"Menyikapi ini tentu perlu kewaspadaan tapi tidak panik. Karena sejauh ini saya tidak melihat data yang menguatkan bahwa flu tomat memiliki potensi pandemi. Enggak ke arah situ," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/8/2022).
Kendati begitu, Dicky menyarankan agar flu tomat tetap dipantau perkembangannya, utamanya untuk memastikan penyebab terjadinya flu tomat yang mungkin menyebar ke banyak negara.
Dicky pun menyebut, kewaspadaan perlu ditingkatkan apabila suatu negara memiliki keterbatasan dalam mendeteksi virus dan kemampuan surveilans genomik. Kapasitas deteksi virus yang terbatas akan mengurangi soliditas data.
"Ini perlu terus dipantau untuk dipastikan bahwa apa penyebab infeksi ini? Apa disinyalir ada kaitannya dengan virus Coxsackie? Harus dikritisi juga," kata Dicky.
Para dokter menyebut hingga kini belum ada obat yang spesifik bisa mengobati flu tomat. Adapun gejala utama flu tomat yang diamati pada anak-anak yang mengalaminya mirip dengan chikungunya, meliputi demam tinggi, ruam, dan nyeri hebat pada persendian.