Nepotisme atau Kinerja? Sorotan Terhadap Penghargaan Tanda Kehormatan Bobby dan Gibran

Pemberian Satyalancana oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kepada Wali Kota Medan Bobby Nasution (Foto: Instagram @bobbynst)

PARBOABOA - Dalam rangka peringatan Hari Otonomi Daerah (Otda) XXVIII, Presiden Joko Widodo memberikan penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha kepada Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, dan Wali Kota Medan, Bobby Nasution.

Namun, saat pemberian lencana yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Kamis (25/04/2024), Bobby Nasution bersama dengan 14 kepala daerah berprestasi lainnya mendapat penghargaan Satyalencana, sementara Gibran Rakabuming Raka justru menerima penghargaan berbeda.

Tito mengklarifikasi bahwa Gibran sebenarnya menerima penghargaan lain dari Kementerian Dalam Negeri untuk kinerja pemerintah daerah yang memuaskan.

Pemberian penghargaan ini menimbulkan kontroversi di beberapa kalangan, yang menganggap adanya nepotisme dalam penyerahannya karena kedua penerima merupakan anak dan menantu dari Presiden Joko Widodo.

Jenis-jenis Tanda Kehormatan yang Diberikan Presiden

Menurut situs Kementerian Sekretaris Negara, presiden berwenang memberikan tanda kehormatan kepada individu, unit, lembaga pemerintah, atau organisasi yang telah berkontribusi bagi bangsa dan negara.

Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

Terdapat tiga jenis tanda kehormatan yang dapat diberikan, yaitu Bintang, Satyalancana, dan Samkaryanugraha.

Bintang merupakan tanda kehormatan tertinggi yang diberikan kepada individu sipil maupun militer.

Dari 14 variasi Bintang, yang tertinggi adalah Bintang Republik Indonesia. Tanda kehormatan ini diberikan kepada mereka yang memiliki kontribusi signifikan terhadap keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan negara.

Kemudian, terdapat Bintang Mahaputera yang diberikan kepada individu yang berperan penting dalam kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara.

Bintang Jasa dianugerahkan kepada yang berkontribusi pada keselamatan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa dan negara.

Sedangkan Bintang Kemanusiaan diberikan kepada individu yang memberikan kontribusi besar dalam bidang-bidang yang mendukung nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan hak asasi manusia.

Sementara itu, Satyalancana sendiri merupakan tanda kehormatan yang berada satu tingkat di bawah bintang, dan diberikan baik kepada warga sipil maupun anggota militer. Total, ada 20 jenis Satyalancana untuk sipil dan 13 jenis untuk militer.

Terakhir, Samkaryanugraha merupakan tanda kehormatan yang lebih kompleks, dengan bentuk seperti ular dan patra, serta dilengkapi dengan bintang yang tergantung pada pita atau kalung.

Tanda kehormatan diberikan oleh Menteri Pertahanan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7 Tahun 2017 kepada warga sipil dan anggota militer.

Apakah Ada Nepotisme Dibalik Pemberian Tanda Kehormatan Bobby – Gibran?

Menurut Pengamat politik Universitas Nasional (UNAS), Selamat Ginting, “Penilaian itu sejatinya belum komprehensif, karena hanya sebatas angka-angka administratif belaka,” ujarnya kepada PARBOABOA, (Kamis, 25/04/2024).

Ia berpendapat bahwa penilaian terhadap pelayanan publik mestinya juga didasarkan pada tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemimpin daerahnya

Selamat sendiri tidak dalam posisi untuk menerima atau menolak pemberian tanda kehormatan tersebut. Dia berharap Kementerian Dalam Negeri bertindak objektif.

Jika penilaian objektif menunjukkan bahwa Gibran dan Bobby layak menerima penghargaan tersebut, maka sebaiknya diberikan. Namun, jika ditemukan bahwa mereka belum layak, maka sebaiknya tidak dipaksakan, tegasnya.

"Jadi pertanyaannya, kemajuan pembangunan di Kota Surakarta itu murni dari Pemkot Surakarta atau kerja pemerintah pusat?," ujarnya.

Ia meyakini adanya unsur politis terhadap pembangunan tersebut. “Karena politik adalah sesuatu yang mungkin tidak tampak secara kasat mata, tetapi dirasakan,” tegas Selamat.

Disisi lain, seorang Pengamat Politik dari Universitas Nusa Cendana, Yefta, meyakini bahwa jelas adanya implikasi politik dari pemberian penghargaan tersebut yang terkesan mengejar citra baik publik terhadap Gibran dan Bobby.

Menurut Yefta, publik tampaknya telah memfokuskan perhatiannya pada isu nepotisme yang melibatkan Presiden Jokowi.

“Presiden sebaiknya bertindak lebih profesional untuk menghindari penilaian negatif dari publik terhadap hal tersebut,” ujarnya kepada PARBOABOA (Senin, 29/04/2024).

Ia menegaskan perlunya penjabaran yang jelas terkait kriteria penilaian yang ada, serupa dengan pengujian angka. Di mana meskipun kriteria administratif telah terpenuhi, namun dalam praktiknya hal tersebut belum tentu berlaku.

Yefta memandang bahwa manfaat dari pemberian penghargaan tersebut merupakan bagian dari strategi branding politik Gibran dan Bobby. Kendati demikian, Yefta juga menyoroti risiko yang timbul, yaitu kemungkinan Presiden akan dituduh melakukan nepotisme.

Editor: Beby Nitani
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS