Belajar dari Film Vina: No Viral No Justice

Poster Film ‘Vina Sebelum 7 Hari’ yang menuai kritik (Foto: Instagram/Aggy Umbara)

PARBOABOA – Jasadnya terbujur kaku. Luka parah di sekujur tubuh itu betul-betul mengenaskan. Kakinya yang remuk sudah tidak simetris lagi. Wajah cantiknya susah dikenali, hancur babak belur seperti habis dihajar bertubi-tubi.

Ekspresi jasad gadis berusia 16 tahun itu jelas menunjukkan penderitaan. Ia seolah hendak menyampaikan sesuatu kepada sang nenek yang turut memandikan jenazahnya. Suara rintihan pedih sayup-sayup terdengar dan  sang nenek kemudian terhenyak sebab sadar bawa, Vina, cucunya,  sudah tak bernyawa.

Begitulah sepenggal penggambaran  dalam film Vina: Sebelum 7 Hari besutan sutradara Anggy Umbara yang  pernah dinominasikan di Piala Citra sebagai penulis skenario asli terbaik untuk film berjudul 3: Alif Lam Mim pada FFI 2015.

“Saya sebetulnya berharap, tragedi itu tidak pernah ada. Saya ingin memercayai bahwa Vina meninggal akibat kecelakaan [seperti yang awalnya dilaporkan]. Jadi nggak pernah terjadi kekerasan seksual, nggak terjadi rasa sakit itu buat Vina,” kata sutradara Anggy Umbara kepada Parboaboa.

Film Vina  yang berinspirasikan kisah nyata tayang perdana pada 8 Mei 2024  dan langsung viral. Bahkan trailer-nya yang muncul sebulan sebelum film dirilis sudah menuai beragam kontroversi. Anggy sempat dicela  sebagai sutradara tanpa empati karena mengkesploitasi tragedi. Bukan hanya itu, sejumlah akun film di media sosial sampai memblokir tayangan trailer yang posternya menggambarkan tangan Vina terlindas motor. Tak sedikit yang kemudian akhirnya memboikot film Vina, kisah ihwal orang Cirebon.

“Padahal [saat itu] saya aja kan masih ngedit. Kenapa udah judgemental terhadap filmnya? Jadi ini kayak ada pergerakan [menolak film ini dirilis],” imbuh Anggy yang menggarap film ini setahun sejak proses awal.

Animo masyarakat untuk mengetahui cerita di balik pembunuhan sadis Vina, pelajar cantik yang populer di kalangan teman-temannya, sangat tinggi. Di hari pertama saja, film yang bergenre drama, horor, dan kriminal itu sudah menyedot perhatian. Jumlah penonton hari itu lebih dari 300 ribu. Kini, karya ini  menjadi film terlaris kedua di tahun 2024 dengan total penonton lebih dari 5,8 juta.

(Foto: Instagram Anggy Umbara)

Menonton film berdurasi 100 menit ini terasa berat dan secara psikologis melelahkan. Apalagi kita tahu kisahnya diangkat dari peristiwa nyata. Kendati akting para aktor terutama Nayla Denny Purnama yang memerankan sosok Vina cukup memukau. Ia tampak natural.

“Susah mencari aktris untuk memerankan Vina. Nayla ini, kita beruntung dapatnya. Ia bukan hanya mirip tapi mampu berakting menyampaikan rasa. Itu yang susah. Kalau sekadar menyampaikan kata-kata [menghapal script], mudah,” kata Anggy Umbara.

Menurut sang sutradara ia sebisanya membuat film Vina sedekat mungkin dengan kenyataan. Sebagai penonton tentu kita memiliki empati, turut merasakan apa yang dialami Vina yang malang. Itu yang membuat perasaan menjadi terbawa. Jumpscare meski tak banyak tetap saja membuat penonton terkaget-kaget dan suasana menjadi mencekam.

Semakin seram karena film ini juga menayangkan rekaman asli secara utuh yakni suara Linda, sahabat Vina, yang sedang kesurupan. Suara Linda berubah menyerupai suara asli Vina yang intinya mengatakan dia bukanlah korban kecelakaan melainkan pembunuhan.

“[Vina] (dipukul) pakai balok, balok gede. Dipukul tangan Vina patah. Bukan diseret, bukan diseret pakai motor, dipukul tangan Vina. Kepalanya tadinya dibenturin ke motor, terus ke aspal. Vina dibunuh sama orang,” demikian penggalan transkrip suara kesurupan Linda.

Linda kerasukan arwah Vina sebelum kematiannya genap tujuh hari. Adegan ini ada dalam film.

Beberapa hari setelah Vina dikuburkan, Marliyana, kakak Vina mendapat telepon dari keluarga Linda yang mengatakan arwah Vina masuk ke tubuh Linda sambil berpesan bahwa roh itu tidak ingin keluar sebelum menyampaikan sesuatu tentang pembunuhan tersebut ke keluarga.

Rekaman suara ini lalu tersebar di sejumlah grup percakapan dan media sosial. Begitulah awal mula terungkapnya kasus kematian Vina yang semula dinyatakan sebagai kecelakaan berubah menjadi pembunuhan.

Sang kakak yang sejak awal mencurigai kematian Vina langsung melapor ke kantor polisi, menyerahkan rekaman dan sejumlah bukti kejanggalan kasus ke anggota Polres Cirebon Kota.

Sutradara Anggy Umbara pun mengakui merasakan ada energi yang berbeda dalam film tersebut. Ia sendiri pernah mengalami rasa itu saat sedang menonton film Vina sendiri di dalam bioskop.

“Pas lagi saya dengerin, malam-malam di bioskop sendiri, itu energinya beda. Rasanya beda aja. Kalau orang yang nggak kuat mungkin akan bisa kerasukan,” katanya sambil mengamini jika dirinya punya sensitivitas tinggi dalam menyerap hal-hal supranatural. 

Barangkali memang ada orang berkarakter seperti yang digambarkan sutradara Anggy Umbara. Pada 16 Mei, seminggu setelah film ini tayang, seorang netizen membagi video singkat tentang kejadian di mana seorang penonton tengah kesurupan di dalam bioskop saat menyaksikan  film ini.

Semula pengunggah video ini mengira jeritan suara perempuan itu bagian dari adegan dalam film. Ternyata memang ada di antara penonton yang kesurupan benaran. Dalam video singkat itu terlihat sekuriti mencoba menenangkan perempuan yang meronta dan menjerit-jerit. Sedangkan penonton lain dengan tergesa-gesa meninggalkan bioskop. Postingan Instagram milik akun @vietnamdripz ini sudah ditonton 1 juta orang.

 

Pengalaman Supranatural 

Anggy Umbara, sutradara berbakat yang lahir di Jakarta pada 21 Oktober 1980 itu mengaku mengalami sejumlah kejadian aneh  saat menggarap film Vina. Ada gangguan supranatural, namun ada juga ancaman pihak tertentu yang tidak ingin film ini diproduksi.

Ia pernah didatangi seseorang yang mengaku dari kepolisian. Orang itu meminta data-data yang telah kami kumpulkan di lapangan dalam rangka pembuatan film,  story board, dan  scene. Orang itu juga  minta dibolehkan melihat hasil shooting.

“Mereka ingin tahulah film ini tentang apa,” kata Anggy yang menolak memberikan semua itu. Menurutnya orang yang sama juga mendatangi keluarga Vina dan meminta agar proyek pembuatan film ini jangan diteruskan.

Kejadian Unik

Ide pembuatan film ini datang dari produser sekaligus CEO Dee Company,  keturunan India bernama Dheeraj Kalwani. Anggy Umbara kemudian ditawari untuk menyutradarai film yang script-nya kala itu telah rampung ditulis Dirmawan Hatta. Namun,  ia merasa kurang cocok dengan script itu.

“Setelah saya baca script-nya, saya merasa kurang cocok karena terlalu horor. Dari awal sudah ada penampakan. Padahal saya membayangkan film ini lebih ke drama keluarga,” kata putra almarhum Danu Umbara, aktor sekaligus sutradara di era 1980-an.

Anggy kemudian memutuskan untuk meminta kakaknya,  Bounty Umbara, menulis ulang script. Mereka kemudian meriset dan merekonstruksi kembali peristiwa yang sudah 8 tahun berlalu. Untuk itu mereka mewawancarai sejumlah orang termasuk anggota keluarga Vina yang mereka anggap sangat kooperatif.

“Keluarga menceritakan semuanya dengan detil bahkan sampai ke TKP,” imbuh Anggy yang mengatakan  menemukan data yang simpang siur di lapangan. Akhirnya dia memutuskan untuk mengambil kisah hanya dari sudut pandang keluarga.

Di hari pertama kunjungan ke Cirebon yang kebetulan juga tanah kelahiran sang ayah, Anggy bersama kakaknya menghabiskan waktu seharian untuk berkenalan lebih jauh dengan keluarga Vina sambil tentunya menggali cerita. Kakak-beradik ini memutuskan untuk tidak menginap di kota yang terkenal sebagai kota udang itu.

Anggy tiba di rumah sudah tengah malam. Istrinya sudah lelap. Tetapi sekitar pukul 01.00 dini hari, menurut penuturan sang istri kemudian, perempuan itu  terbangun karena mendengar Anggy ketawa-ketawa sendirian dengan posisi tangan menjulang ke atas.

“Jadi saya kayak sedang bercengkerama dengan orang di atas,” kata Anggy. Istrinya kemudian mencoba menenangkan Anggy yang terus tertawa-tawa dalam keadaan tidur. Ia langsung berpikir apakah suaminya ini kerasukan. Ia lantas membangunkan sang pasangan.

“Pas saya bangun, itu betul tangan saya ke atas. ‘Ini apaan sih’, saya spontan bilang. Dan semua badan sakit, terutama di bagian leher, kayak keram. Otot kayak tertarik,” kenang dia. Keadaan membaik setelah istri kemudian membawanya ke IGD Rumah Sakit terdekat. Di sana dokter memberi cairan steroid untuk melemaskan otot-otot yang tegang.

Kejadian unik lain juga ia alami saat ia kembali ke Cirebon. Kali ini rombongan memutuskan untuk menginap. Malam pertama di Cirebon, sekitar pukul 03.00 dini hari, Anggy terbangun karena ia merasa seperti tidak bisa bergerak. Ada sesuatu yang berat menindihnya. Pas terbangun ia melihat ada wajah bulat besar sekali di hadapannya.

“Bukan kayak mau nakut-nakutin. Hanya ketawa aja gitu,” kenangnya.

Ia lantas memejamkan mata  sesaat. Tatkala ia membuka kembali matanya bulatan wajah itu sudah hilang. “Cuma di ujung kaki saya ada terlihat perempuan berambut panjang menghadap belakang. Rambutnya warna merah dan posisi kakinya split ke atas seperti hendak naik. Wah,  langsung aja saya meremin mata sambil terus baca doa,” tuturnya sambil tersenyum.

Energi terkuras

Kendati sebagai sutradara  telah menghasilkan puluhan karya, energi Anggy terkuras banyak saat menggarap film ini. Bahkan saat shooting untuk beberapa adegan ia pernah tak mampu menahan tangis.

Sutradara Anggy Umbara (Foto: PARBOABOA/P Hasudungan Sirait))

“Padahal kan saya hanya lihat dari monitor. Tapi adegan saat Vina disiksa, bagaimana ekspresi aktris yang kesakitan, bahkan sampai ia dikencingin, itu yang membuat saya ikut merasakan sakitnya. Kayak dalam sekali,” tuturnya dengan mimik serius.

Berulang-ulang melihat footage adegan mengenaskan, dalam rangka editing, membuat dia harus pandai-pandai mensiasati diri agar tidak terbawa menjadi depresi. Ia pun memilih Bali sebagai lokasi mengurung diri mengedit film yang shooting-nya memakan waktu 22 hari.

“Saya bawa jalan-jalan, bawa fun. Misalnya, hari ini jadwal mengedit, selesai beberapa jam kita selingi dulu dengan melihat sawah-sawah dan  pemandangan lain yang indah-indah. Jadi sejuk lagi hati ini. Baru kembali mengedit. Jadi setidaknya ada penyimbang. Kalau nggak demikian,  bisa depresi lho,” kenangnya.

Kasus Diusut

Anggy tak pernah menyangka filmnya bakal menjadi pendorong dibukanya kembali kasus pembunuhan Vina di tahun 2016. Meski sedari semula ia yakin  filmnya bakal ramai ditonton karena ada bauran mistis, pembunuhan, pengalaman supranatural, drama keluarga, dan kisah nyata pula.

“Ini kan menarik karena satu-satunya kasus pembunuhan yang ada sexual herrashment, penganiayaan, yang terkuak karena ada informasi yang didapat dari supranatural experience. Ada orang kerasukan. Itu kan jarang ditemui, malah langka banget,” kata Anggy Umbara yang langsung menerima tawaran menyutradarai film ini karena kebetulan lokasi kejadiannya di Cirebon yang merupakan kota kelahiran sang ayah.

Tapi ia mengaku tidak menyangka akan seviral dan seramai ini.

“Nggak kebayang sih. Apalagi sampai Kapolri dan Presiden ikut angkat bicara.”

Presiden Jokowi persisnya mengatakan: “Saya sudah menyampaikan agar kasus itu betul-betul dikawal dan transparan. Terbuka semuanya. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi.”

Anggy merasa bersyukur karena berkat ramainya film ini, kasus Vina mulai kembali mendapat perhatian dari pihak kepolisian. Itu ia tuliskan di Instagram miliknya:

 

Saking ramainya tanggapan, Anggy  sempat dilaporkan ke polisi oleh sekelompok masyarakat yang menudingnya telah membuat kegaduhan.

“Ya, saya hanya ketawa aja sih. Sejak kapan filmmaker bisa dikriminalisasi. Ini kan fiksi, interpretasi sutradara, bukan dokumenter,” jelasnya dengan santai.

Kasus Vina terus menggelinding bak bola liar. Pengacara kondang sekelas Otto Hasibuan pun ikut bicara. Ia membela hak para terpidana yang disebutnya sebagai orang-orang tidak bersalah. Katanya, organisasinya, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi),   siap memberi bantuan hukum kepada mereka.

Pelbagai  elemen masyarakat juga ikut bicara,  termasuk budayawan, psikolog, ahli forensik, dan  pengacara. Tentu, ada dari mereka yang  yang  memanfaatkan momentum ini untuk mendapatkan  panggung.

Anggy mengungkakkan bahwa  saat riset film ini  dia menemukan banyak data yang simpang siur. Itu sebabnya dia memutuskan mencari satu pijakan yang valid, yakni tuturan berdasarkan kacamata keluarga.

“Kita sama sekali tidak menyentuh ranah hukum seperti jalannya persidangan dan  dokumen pengadilan,” jelas Anggy yang menganggap aksi anggota gang motor sudah kelewat batas.

Bola Liar

Harus diakui bahwa film Vina Sebelum 7 Hari menjadi bukan sekadar film horor karena berkat film ini kasus pembunuhan Vina dan Eky kembali menjadi pusat perhatian. Kasus ini telah memasuki babak baru, termasuk pengejaran terhadap DPO yang lama tak ada kabar.

Pada 21 Mei, hanya berselang 2 minggu setelah film ini tayang, Pegi Setiawan, buruh bangunan asal Cirebon ditangkap. Polisi menyatakan, dialah salah satu yang termaktub dalam daftar pencarian orang ( DPO) pada kasus Vina. Sempat mendekam di penjara selama 49 hari, Pegi kemudian dibebaskan karena tidak terbukti terlibat.

Seteleh film Vina, polisi gerak cepat usut kembali kasus 8 tahun silam (Foto: Instagram/Anggy Umbara)

Pada 9 Juli, Pengadilan Negeri (PN)  Bandung resmi mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Pegi Setiawan. Hakim tunggal Eman Sulaeman menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polda Jawa Barat tidak sah dan harus batal demi hukum.

Bantahan sejumlah orang pun kemudian bermunculan. Belakangan, para terpidana pembunuh Vina mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan pengadilan pada 2016.  Mereka 8 orang. Satu terpidana, Saka Tatal, yang divonis 8 tahun penjara,  telah bebas murni pada Juli kemarin. Sedangkan tujuh pidana lainnya divonis penjara seumur hidup.

Menurut kuasa hukum mereka, ada kekhilafan hakim dalam memutus kasus tahun 2016 itu. Wow...seandainya tidak ada film Vina, kekhilafan itu selamanya akan dibenarkan.

Saat ini Pengadilan Negeri Kota Cirebon, Jawa Barat, telah mengirimkan berkas hasil persidangan Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina. Selanjutnya itu menjadi kewenangan MA untuk melakukan keputusan.

Jadi,  film tak sekadar hiburan, tapi bisa memicu gerakan sosial dan mendorong aparat penegak hukum untuk bergerak lebih cepat menangani kasus. Film juga bisa menggalang dukungan penonton. Tekanan netizen dan gempuran media sosial mendorong polisi untuk bergerak lebih cepat mengungkap otak sebenarnya pelaku pembununan keji ini.

Sebagai sutradara Anggy hanya bisa berharap kasusnya selesai.

Clear. Ketahuan siapa yang salah. Yang nggak bersalah dibebaskan. Yang bersalah, apakah itu oknum, pejabat, kuli bangunan kalau terbukti salah secara valid ya harus dihukum.”

Anggy Umbara lewat karya layar lebarnya telah berkontribusi dalam penguakan kasus pembunuhan Vina, dara asal Cirebon. Semoga sineas lain nanti ada yang mengikuti rintisannya.

Editor: Rin Hindrayati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS