PARBOABOA, Jakarta - Kehadiran Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang mendampingi Anies Baswedan rupanya tidak memberikan efek signifikan terhadap perubahan elektabilitas.
Bahkan, tren elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta itu kian meredup setelah resmi dipasangkan dengan Cak Imin.
Jika melihat basis konstituen poros Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) ini, kolaborasi Anies dan Cak Imin di Pilpres 2024 boleh dibilang cukup kuat.
Keduanya sama-sama disokong oleh pemilih Islam, baik Anies yang kerap dilekatkan dengan Islam konservatif, dan Cak Imin yang merupakan representasi Islam moderat.
Sayangnya, menyatukan kedua basis pemilih Islam ke dalam satu gerbong koalisi, bukanlah perkara mudah.
Hal ini setidaknya mengafirmasi hasil survei yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada Senin (2/10/2023).
Direktur LSI, Adjie Alfaraby mengatakan, elektabilitas Anies Baswedan mengalami penurunan sebesar 5,2 persen. Pada Agustus lalu, Anies berada di angka 19,7 persen, kemudian turun menjadi 14,5 persen pada bulan September.
Menurut Adjie, ada dua faktor krusial yang menjadi penyebab menurunnya elektabilitas Anies ketika berpasangan dengan Cak Imin.
Pertama, kritik keras yang dilontarkan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kepada Anies usai meminang Cak Imin sebagai cawapres.
SBY memang diketahui melayangkan sejumlah kritikan tajam ke Anies setelah menggaet Cak Imin sebagai cawapres yang mendampinginya di Pilres 2024.
Anies bahkan dicap 'musang berbulu domba' lantaran telah mengangkangi kesepakatan bersama anggota partai koalisi perubahan.
Di sisi lain, Partai Demokrat yang sejak awal menyatakan dukungan secara resmi ke Anies Baswedan sebagai capres sekaligus membesarkan koalisi perubahan, merasa dikhianati.
"Kritikan keras ini kemudian beredar luas sehingga ini juga yang mengganggu elektabilitas Pak Anies," jelas Adjie.
Faktor kedua, kata Adjie, popularitas Cak Imin kalah jauh jika dibanding dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurty Yudhoyono (AHY).
Hasil survei periodik Litbang Kompas, setidaknya menjadi salah satu indikator. Pada periode Januari hingga Agustus 2023, elektabilitas AHY selalu mengungguli Cak Imin.
Pada Januari 2023, AHY memperoleh elektabilitas sebesar 3,7% sebagai cawapres, kemudian naik ke 4,1% pada Mei 2023, dan kembali meningkat menjadi 5,1% pada Agustus 2023.
Sementara di sisi lain, elektabilitas Cak Imin belum pernah menyentuh 1% dalam survei yang sama.
Pada Januari 2023, Cak Imin hanya mampu meraih elektabilitas 0,2% sebagai cawapres. Angkanya naik tipis jadi 0,3% pada Mei 2023, kemudian bergeser ke 0,4% pada Agustus 2023.
Menurut Adjie, penurunan elektabilitas Anies sangat kontras dengan perolehan elektabilitas kedua rivalnya, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, yang mengalami kenaikan cukup signifikan pada September 2023.
Prabowo, kata Adjie, mengalami tren kenaikan elektabilitas sebesar 3,6% menjadi 39,8 persen di September dari 36,2% di Agustus.
Ganjar pun demikian, mengalami kenaikan elektabilitas sebesar 2,1%, dari 35,8% di Agustus menjadi menjadi 37,9% di September.
Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, banyak pemilih Anies Baswedan di Jawa Timur (Jatim) yang cenderung mengubah pilihan politiknya.
Menurut Burhanuddin, dari 14% total suara, sebanyak 41,8% berpotensi untuk menggeser pilihannya ke kandidat cawapres lain.
"Pendukung Anies masuk dalam kategori pemilih yang iman politiknya masih lemah," kata Burhanuddin dalam sebuah seminar daring, pada Minggu (1/10/2023).
Karena itu, Burhanuddin menegaskan, hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan Anies Baswedan dan Cak Imin.