PARBOABOA - Baru-baru ini ilmuwan menemukan empat gunung bawah laut baru saat kapal dari Schmidt Ocean Institute berlayar dari Kosta Rika ke Valparaiso, Chile pada Januari 2024.
Menurut laman resmi Schmidt Ocean, gunung bawah laut tersebut memiliki ketinggian berkisar 1.591 meter hingga 2.681 meter. Salah satu yang tertinggi di antaranya yaitu lebih dari 1,5 mil, diklaim memiliki ketinggian tiga kali lipat dari Burj Khalifa.
Menurut Schmidt Ocean Institute, para teknisi kelautan dan ahli hidrografi, John Fulmer dan Tomer Ketter, menggunakan pemetaan multibeam untuk memverifikasi bahwa fitur-fitur dasar laut ini belum pernah tercatat dalam database batimetri mana pun sebelumnya.
Mereka mengungkap bahwa gunung bawah laut tersebut merupakan bekas gunung berapi yang sudah tidak aktif.
Penemuan empat gunung bawah laut ini bermula ketika para teknisi kapal sedang merencanakan rute untuk memeriksa perbedaan gravitasi selama perjalanan dari Kosta Rika ke Chili.
Menurut John Fulmer dan Tomer Ketter, teknisi kelautan yang terlibat dalam ekspedisi ini mengatakan bahwa, penelitian pada anomali gravitasi merupakan kunci mereka untuk menemukan benjolan di peta dasar laut.
Di Indonesia sendiri, terdapat periode waktu tertentu ketika gunung api bawah laut ditemukan. Tepatnya sekitar 21 juta tahun yang lalu (miosen awal).
Bukti geologinya dapat dilihat pada formasi batuan semilir di Jawa Tengah. Formasi batuan ini diendapkan pada setting laut di mana ada pengaruh material vulkanik.
Sejumlah geologis berpendapat bahwa material vulkanik ini berasal dari erupsi gunung api bawah laut yang kemudian terendapkan melalui proses turbidit.
Salah satu gunung api bawah laut di Indonesia yang terkenal yaitu Kawio Barat, di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Ketinggian dari dasar laut hingga puncaknya mencapai 3.200 meter. Artinya, titik puncak gunung ini berada di kedalaman 1.900 meter di bawah permukaan laut.
Bagaimana gunung bawah laut bisa ditemukan?
Gunung bawah laut atau disebut juga submarine volcano biasanya ditemukan dalam rantai yang terbentuk ketika lempeng tektonik bergerak di atas mantel batuan panas yang naik.
Seorang ahli geologi sekaligus dosen Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPNVYK), Mochammad Prahastomi, mengatakan bahwa yang unik dalam pembentukan rantai gunung api bawah laut di sekitar offshore Chile adalah keberadaan titik hotspot.
Hotspot ini merupakan titik panas yang berada dibawah lempeng tektonik. Gunung api bawah laut di Chile ini berada di Lempeng Nazca, yang bergerak relatif ke arah timur laut mensubduksi ke bawah lempeng Amerika Selatan.
Sementara itu, monitoring aktivitas gunung api bawah laut bisa dilakukan menggunakan beberapa metode.
Prahastomi mengatakan metode yang paling umum dilakukan adalah dengan memonitor aktivitas seismik. Nantinya, metode ini akan memberikan petunjuk apakah gunung api ini masih aktif atau tidak.
“Jika sensor tidak menangkap adanya aktivitas seismik vulkanik pada kurun waktu tertentu, maka itu mengindikasikan bahwa gunung itu tidak aktif,” ungkapnya kepada PARBOABOA, Kamis (08/03/2024).
Dia juga menambahkan, perubahan komposisi air laut secara geokimia juga dapat mengindikasikan apakah gunung api tersebut masih aktif atau tidak. Perubahan komposisi ini dapat dilakukan dengan mengambil sampel air lautnya.
Metode lain yang dapat dilakukan adalah dengan pengamatan menggunakan satelit untuk melihat indikasi adanya erupsi gunung api bawah laut dari perubahan warna air laut di sekitarnya.
Untuk memahami morfologi gunung api bawah laut, perlu dilakukan survei geofisika. Dalam survei ini, oceanografer akan menggunakan sensor multibeam untuk mengumpulkan data dari bawah permukaan laut, sehingga dapat memperoleh gambaran tentang kondisi bawah laut.
Di permukaan laut, tidak ada indikator yang jelas untuk menunjukkan keberadaan gunung api bawah laut.
Dampak keberadaan gunung bawah laut
Prahastomi menyoroti bahwa keberadaan gunung bawah laut ini merupakan fenomena alam yang normal.
Meskipun bukan penemuan pertama di dunia, keberadaan gunung bawah laut tetap menarik perhatian karena memiliki dampak positif dan negatif.
Dia menyampaikan bahwa penemuan gunung bawah laut yang aktif maupun yang sudah tidak aktif justru memberikan dampak positif berupa potensi sumber daya alam mineral di sekitarnya.
"Dalam beberapa survei dan penelitian, kandungan mangan dan kobalt cukup signifikan di daerah sekitar offshore Chile," katanya.
Kehadiran logam-logam ini menunjukkan potensi ekonomi yang besar, karena dapat dimanfaatkan untuk industri dan mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah penemuan gunung bawah laut tersebut.
Selain itu, gunung bawah laut juga merupakan rumah bagi biota laut, seperti koral, dan sponge.
Beberapa gunung api bawah laut memiliki formasi terumbu karang yang dinamakan atoll. Terumbu karang ini dapat menjadi tempat berlindung, berkembang biak, dan mencari makanan bagi biota laut lainnya.
Selain itu, gunung api bawah laut seringkali terkait dengan adanya sumber hidrotermal, yang menjadi rumah bagi berbagai mikroba. Mikroba-mikroba ini kemudian menjadi sumber makanan untuk organisme laut yang lebih kompleks.
Kendati demikian, Prahastomi juga menekankan bahwa jika gunung bawah laut masih aktif, dampak yang merugikan adalah erupsi yang bisa ditimbulkan.
Dia mengatakan, erupsi gunung api bawah laut bisa berdampak tsunami ke daerah sekitarnya, seperti yang terjadi di Tonga, Selandia Baru pada tahun 2022 yang mengakibatkan tsunami setinggi 20 meter.
Apabila terjadi letusan, gunung api di bawah laut dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
Selain itu, abu yang dimuntahkan ke udara juga dapat menyebabkan dampak bagi kesehatan manusia, merusak udara, dan mempengaruhi pasokan listrik dan air.