PARBOABOA, Jakarta – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta selatan akan menggelar sidang perdana kepada ketiga tersangka Aksi Cepat Tanggap (ACT) terkait kasus dugaan penggelapan dana untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-160 pada Selasa (15/11/2022) besok.
Adapun tersangka yang terjerat dalam kasus ini, yakni mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, dan pembina ACT Hariyana Hermain.
"Selasa, 15 November 2022, sidang pertama (perkara ACT)," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto dalam keterangannya, Senin, (14/11/2022).
Adapun sidang perdana Ahyudin dengan perkara nomor 864/Pid.B/2022/PN JKT.SEL dan Ibnu Khajar terdaftar dalam perkara 865/Pid.B/2022/PN JKT.SEL. Sedangkan tersangka Hariyana Hermain terdaftar dengan nomor perkara 866/Pid.B/2022/PN JKT.SEL.
Sementara itu, masih ada satu tersangka yang belum naik sidang yaitu anggota pembina dan ketua Yayasan ACT Novariyadi Imam Akbari. Hal itu dikarenakan berkas tersangka Novariadi dalam tahap penyelidikan oleh JPU.
Untuk diketahui, kasus ini bermula dari kecelakan pesawat Lion Air JT-610 pada 18 Oktober 2018 silam. Kemudian, Boing selaku produsen pesawat memberikan sejumlah dana kepada ahli waris korban sebesar USD144.550 atau sekitar Rp2,066 miliar.
Namun, dana tersebut tidak bisa diterima secara tunai, melainkan dalam bentuk pembangunan, pendidikan atau kesehatan. Lalu, Boeing meminta ahli waris korban untuk menunjuk lembaga atau yayasan internasional untuk penyaluran dana.
Dari total 69 ahli waris, Lembaga Filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang menjadi penyalur dana yang menerima Rp138,54 miliar dari Boeing pada 28 Januari 2021 silam. Akan tetapi, lembaga tersebut tidak menyalurkan seluruh dana tersebut kepada ahli waris korban.
Para tersangka ACT tersebut tidak melibatkan ahli waris dalam penyusunan rencana untuk pelaksanaan dana itu. Tetapi, mereka diduga menggunakan sebagian dana bantuan itu untuk kepentingan pribadi.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a Ayat (1) jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang IT.
Kemudian, Pasal 70 Ayat 1 dan 2 Jo Pasal 5 UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan. Serta Pasal 3,4 dan 5 tentang TPPU dan Pasal 55 Jo 56 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara.