PARBOABOA, Medan – Pertama kalinya dalam sejarah, pemanasan global menembus ambang batas 1,5 derajat Celcius. Pemanasan global dinilai tidak bisa dianggap sepele. Pasalnya, banyak perubahan serta dampak yang serius bagi keberlangsungan umat manusia di bumi.
Dikutip dari BBC, Rabu (17/04/2024), para pemimpin dunia sudah berjanji untuk membatasi kenaikan suhu global jangka panjang di angka 1,5 celcius. Hal ini berdasarkan Perjanjian Iklim yang terjadi pada tahun 2015 di Paris, Perancis.
Batas ini dinilai cukup krusial dalam rangka menghindari dampak paling merugikan dari perubahan iklim.
Suhu global di atas 1,5 celcius sepanjang tahun memang tidak lantas dinilai melanggar Perjanjian Iklim. Namun, tetap saja harus menjadi perhatian dunia agar tidak berlangsung secara jangka panjang.
Direktur Eksekutif Royal Meteorological Society, Liz Bentley mengatakan pemanasan global masih dapat diperlambat. “Kenaikan di atas ambang batas dalam rata-rata setahun adalah signifikan,” ujarnya.
Menahan kenaikan suhu rata-rata global telah menjadi simbol upaya dunia internasional untuk menangani masalah perubahan iklim.
Laporan PBB pada tahun 2018 menyatakan bahwa risiko perubahan iklim jauh lebih tinggi pada pemanasan global di level 2 celcius dibandingkan 1,5.
Namun, data dari Copernicus Climate Change Service Uni Eropa selama satu tahun terakhir menunjukkan bahwa suhu terus meningkat pada kecepatan yang mengkhawatirkan.
Meningkatnya pemanasan global melampaui ambang batas 1,5 celcius dalam kurun waktu satu tahun ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Bahkan, sebuah organisasi di Amerika Serikat bernama Berkeley Earth menyebut suhu tahun 2023 melampaui batas 1,5 celcius di atas tingkat pra-industrialisasi.
Sementara National Aeronautics and Space Administration (NASA) menempatkan level 12 bulan terakhir sedikit di bawah 1,5 celcius. Perbedaan level pemanasan global ini terjadi karena cara memperkirakan suhu global yang tidak sama.
Tidak bisa dipungkiri bahwa tren kenaikan suhu global jangka panjang dipicu oleh aktivitas manusia, terutama penggunaan bahan bakar fosil yang melepaskan gas pemicu suhu planet seperti karbondioksida.
Emisi bahan bakar fosil juga berkontribusi paling banyak atas naiknya suhu global selama satu tahun terakhir.
Selain akibat perbuatan manusia, dalam beberapa bulan belakangan fenomena pemanasan alamiah yang dikenal dengan nama El Nino juga memberikan andil dalam peningkatan suhu udara. Diakui, El Nino hanya menambah 0,2 celcius. Akan tetapi kali ini dampaknya lebih besar.
El Nino diperkirakan akan berakhir dalam beberapa bulan ke depan. Berakhirnya El Nino diperkirakan bisa menstabilkan suhu global untuk stabil sementara waktu. Kemudian akan turun sedikit dan berpotensi kembali ke bawah ambang batas yaitu 1,5 celcius.
Namun, apabila aktivitas manusia tidak berubah dengan segera, suhu global pada akhirnya akan terus meningkat dalam beberapa dekade mendatang.
Perlu diketahui, dampak perubahan iklim akan terus meningkat. Misalnya gelombang panas ekstrem, kekeringan, kebakaran hutan dan banjir selama 12 bulan terakhir.
Kenaikan pemanasan global sepersepuluh derajat dapat menyebabkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Penambahan suhu setengah derajat secara dramatis akan meningkatkan risiko.
Apabila ambang batas dalam sistem iklim ini dilampaui, maka akan dapat memicu perubahan yang pesat dan tak bisa dibalikkan.
Misalnya, lapisan es di Greenland dan Antartika Barat melewati titik kritis, maka akan berpotensi mengakibatkan keruntuhan tak terkendali. Hal ini akan menyebabkan kenaikan permukaan laut global dan membawa bencana selama berabad-abad lamanya.
Walau begitu, manusia masih dapat membuat perubahan. Misalnya dengan teknologi hijau seperti energi terbarukan dan kendaraan listrik yang kini berkembang pesat.
Berdasarkan beberapa kebijakan dan janji yang ada saat ini, skenario terburuk pemanasan global adalah di 4 derajat celcius atau lebih. Dimana sepuluh tahun lalu hal itu dianggap bisa terjadi. Akan tetapi mencapai suhu 4 celcius atau lebih saat ini jauh lebih kecil kemungkinannya.
Ilmuwan Iklim dari Berkeley Earth, Zeke Hausfather menuturkan yang paling menggembirakan adalah perkiraan bahwa dunia kurang lebih akan berhenti memanas setelah emisi karbon nol tercapai.
Pengurangan emisi secara efektif sampai setengahnya dalam dekade ini dipandang krusial. “Kita sesungguhnya bisa mengontrol seberapa besar pemanasan yang dialami dunia. Sesuai dengan pilihan-pilihan kita sebagai masyarakat dan sebagai sebuah planet,” ujar Zeke.
“Kehancuran bukanlah sesuatu yang tidak terhindarkan,” tandas Zeke.
Editor: Fika