PARBOABOA, Jakarta - Nasib naas kembali menimpa Brazil, salah satu negara terbesar di wilayah Amerika Selatan dan Amerika Latin.
Pasalnya, sejak 29 April lalu, Brazil terus diguyur hujan lebat yang diikuti longsor dan banjir bandang.
Laporan CNN, Jumat (10/05/2024) menyebutkan bahwa hujan lebat diperkirakan akan terus mengguyur Brazil diikuti cuaca ekstrim yang telah berlangsung sejak minggu lalu.
Sementara itu, Institut Meteorologi Nasional Brazil (INMET) menginformasikan bahwa hujan deras diperkirakan akan menghantam Wilayah Timur dan Tengah-Utara Rio Grande do Sul.
INMET juga menyebut, volume hujan diprediksi menyebabkan gangguan baru di area yang sebelumnya sudah terdampak banjir.
Hingga Sabtu, (11/05/2024) terdapat setidaknya 126 orang di Rio Grande do Sul yang meninggal dunia.
Di pihak lain, sekitar 1.476.000 orang terkena dampak banjir, dengan 754 orang mengalami luka dan sekitar 164.000 orang mengungsi. Sementara 134 orang dikabarkan menghilang.
Parahnya lagi, media Agencia Brazil menyebutkan bahwa di tengah bencana alam tersebut, timbul kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh segelintir orang tak berkemanusiaan.
47 orang telah ditangkap karena melakukan penjarahan dan kejahatan lainnya di tengah kekacauan.
Sedangkan enam di antara mereka ditangkap karena dugaan melakukan pelecehan seksual di tempat penampungan orang-orang yang rumahnya terdampak banjir.
Pemerintah Brazil telah menghimbau masyarakat yang terdampak banjir untuk tidak kembali ke rumah masing-masing.
Mereka diperingati akan adanya bahaya hujan lebat yang diprediksi masih terus terjadi selama beberapa minggu kedepan.
Fakta terbaru, badai hujan telah menyebabkan banjir di beberapa bagian negara Uruguay dan menyebabkan sekitar 1.347 orang mengungsi serta ribuan lainnya hidup tanpa listrik.
Bencana banjir ini dinilai sebagai salah satu persoalan lingkungan terparah yang terjadi di Brazil selama beberapa tahun terakhir.
Pemerintah ‘Negeri Samba’ sedang menghitung jumlah dana yang akan digelontorkan untuk membantu korban jiwa dan perbaikan infrastruktur yang rusak.
Diperkirakan, dana sebesar 3,7 miliar dolar akan dipersiapkan untuk dua kebutuhan besar tersebut, sembari di pihak lain mengusahkan penyembuhan trauma masyarakat akibat banjir.
Dugaan Soal El Niño
Curah hujan yang diikuti banjir bandang di Brazil dinilai sejumlah pihak sebagai penyebab dari El Niño.
Fenomena ini dilatari oleh perubahan iklim alami yang memanaskan air di Pasifik dan cenderung membawa hujan lebat ke selatan Brasil.
Melansir laman Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika (NOAA), El Niño merupakan pola iklim di Samudera Pasifik yang dapat mempengaruhi cuaca di seluruh dunia.
Fenomena El Niño berdampak langsung pada kondisi laut di lepas pantai Pasifik yang menyebabkan peningkatan volume air sehingga terjadi banjir.
Sama halnya dengan NOAA, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia mendefinisikan El Niño sebagai fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya.
Fenomena ini umumnya terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur.
Pemanasan SML dinilai berakibat pada peningkatan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah sekitarnya, termasuk seperti di Indonesia.
Meskipun demikian, BMKG mengkonfirmasi bahwa El Niño memiliki dampak yang beragam dalam skala global.
Beberapa negara di kawasan Amerika Latin seperti Peru justru berisiko terjadi hujan lebat yang berdampak pada banjir bandang.
Selain itu, pemanasan cuaca yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil juga memperburuk cuaca ekstrem di wilayah tersebut.
Laporan CNN, Jumat (10/05/2024) membenarkan bahwa krisis iklim sebagai akibat dari kebiasaan manusia membakar fosil telah memicu munculnya cuaca ekstrim di seluruh dunia, terutama di Brazil.
Terkait hal ini, Sub Komandan Pemadam Kebakaran Militer Rio Grande do Sul, Kol. José Carlos Sallet mengatakan bahwa pihaknya telah mengirim 1.000 tenaga pemadam kebakaran untuk menyelamatkan sejumlah wilayah yang terdampak.
Adapun Rio Grande do Sul menjadi wilayah yang sering mengalami cuaca ekstrem dalam beberapa tahun terakhir.
Pada September 2024 yang lalu, misalnya terdapat 54 orang meninggal di negara bagian tersebut setelah mengalami siklon subtropis.
Masyarakat mengharapkan agar pemerintah Brazil mampu menyusun strategi praktis guna meminimalisir angka korban jiwa akibat banjir.
Selain itu, strategi tersebut dimaksudkan agar masyarakat beroleh perlindungan dari bencana alam serupa di waktu-waktu mendatang.
Editor: Defri Ngo