PARBOABOA, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Indonesia mendesak otoritas Myanmar agar mengambil langkah efektif untuk menyelamatkan 20 warga negara Indonesia yang disekap di wilayah Myawaddy.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Juddha Nugraha, mengatakan, pemerintah telah mengirimkan nota perubahan kepada Kemlu Myanmar untuk menyelesaikan masalah ini.
Selain itu, Juddha mengklaim Kemlu juga berkoordinasi dengan otoritas setempat, serta bekerja sama dengan lembaga internasional seperti Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Regional Support Office Bali Process di Bangkok.
“Kemlu, KBRI Yangon, dan KBRI Bangkok telah memanggil permintaan permintaan perlindungan terhadap para WNI yang menjadi korban perusahaan online scam (penipuan berbasis berani) di Myanmar,” kata Juddha dilansir dari ANTARA, Kamis (5/4/2023).
Juddha mengatakan ada tantangan sulit untuk menyelamatkan para WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini, karena mayoritas WNI berada di Myawaddy, lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak.
Meskipun demikian, dia menegaskan bahwa pemerintah akan tetap mengusahakan berbagai langkah perlindungan WNI, termasuk dengan meminta otoritas Myanmar mengurai jejaring di Myawaddy melalui kerja sama dengan berbagai lembaga pemerhati online scam.
“Pendekatan formal dan informal terus dilakukan,” tutur Judha.
Dari sisi penegakan hukum, kata dia, Kemlu telah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindak para pelaku TPPO ke Myanmar tersebut.
Untuk mencegah kasus-kasus yang sama di waktu yang akan datang, pemerintah terus melakukan kampanye untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang modus-modus TPPO dalam kasus penipuan online.
Sebelumnya, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) melaporkan dua orang perekrut berinisial A dan P, yang diduga telah menempatkan sedikitnya 20 pekerja migran Indonesia di Myanmar.
Para pelaku diduga mengelabui para pekerja dengan menawarkan pekerjaan di Thailand dengan posisi sebagai operator komputer di salah satu perusahaan bursa saham di Thailand. Para pekerja diberikan tawaran gaji sebesar Rp8-10 juta per bulan serta fasilitas tempat tinggal dan makanan gratis.
Mereka membayar biaya pemberangkatan para korban, mulai dari pembuatan paspor, tiket pesawat, dan kebutuhan lainnya, dengan ketentuan pinjaman dan pengembalian uang pinjaman tersebut dengan cara memotong gaji setelah para pekerja migran sudah bekerja dan menerima gaji.
Namun, setelah tiba di Thailand, para pekerja tersebut dikirim ke Myanmar melalui jalur udara dan di tempat kerja, mereka disekap oleh pihak perusahaan dan dijaga oleh orang-orang bersenjata dan berpakaian militer..
Para korban dipaksa bekerja selama 17 jam per hari untuk melakukan penipuan online, apabila tidak memenuhi target yang diberikan, para pekerja akan diperlakukan secara kasar dengan tindakan kekerasan fisik dan psikologis, bahkan ada pemukulan dan penyiksaan yang terjadi.