PARBOABOA, Jakarta - Seorang WNI asal Jakarta bernama Ilham Fajrian tak pernah menduga akan terjadi peristiwa paling mengerikan dalam hidupnya.
Buntut persoalan ekonomi, Ilham akhirnya memberanikan diri keluar negeri untuk mencari pekerjaan. Lagi pula, ungkapnya, Indonesia sendiri tak bisa memberi banyak jalan keluar.
Tergugah dengan sebuah lowongan kerja (loker) di Facebook, ia akhirnya mengurus semua berkas. Lowongan tersebut menawarkan pekerjaan sebagai tenaga administrasi di sebuah restoran di Maesot, Thailand.
Ilham menyebut, perusahaan tempatnya melamar kerja menjanjikan sejumlah keuntungan, semisal gaji besar, fasilitas memadai dan tempat kerja yang nyaman.
Ia pun berangkat ke Thailand bersama 11 orang lainnya, termasuk seorang sepupu. Mereka berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pada 11 Agustus menuju Bangkok.
Namun, sesampainya di Bangkok, mereka justru dihantar menuju ke sebuah wilayah yang sangat jauh dari pusat kota. Jalanan yang lengang membuat Ilham mengaku bingung. Sebagian wilayah dipenuhi hutan yang lebat.
Ia semakin dibuat heran saat mobil yang membawa mereka justru memasuki perkebunan jeruk dan berhenti di sungai-sungai kecil. Di situ, mereka lalu diangkut menggunakan sebuah kapal menuju wilayah seberang.
Di sana, Ilham melihat sekelompok tentara pemberontak lengkap dengan senjata laras panjang. Mereka sedang mengawasi lalu lintas orang yang memasuki wilayah tersebut.
"Namun, kami belum bisa memastikan apakah mereka pasukan pemberontak atau kelompok bersenjata lainnya. Yang jelas, ada belasan tentara dengan senjata laras panjang, tampak seperti mengawasi dan mengawal kami," ujar Ilham dalam sebuah keterangan akhir Maret lalu.
Sesampainya di perusahaan, mereka lalu diperiksa. Semua handphone disita. Pihak perusahaan memaksa Ilham bersama kawan-kawannya menandatangani kontrak untuk bekerja selama 14 jam sehari dalam kurun waktu 1 tahun 6 bulan.
Perusahaan menargetkan pendapatan hingga US$ 200.000 atau sekitar Rp3,3 miliar. Jika tidak mencapai target, maka kontrak akan diulang hingga menyentuh angka tersebut.
"Jika tidak tembus target, kontraknya akan diulang sampai kami bisa menyentuh angka US$ 200.000," kata Ilham.
Pekerjaan yang dimaksud Ilham adalah menjadi agen love scamming. Mereka dipaksa menipu orang-orang dari negara lain seperti Rusia dan Turki dengan memanfaatkan identitas palsu.
Di Indonesia, love scamming tergolong sebagai salah satu modus cybercrime. Pelaku dapat dijerat dengan beberapa pasal dalam UU ITE, antara lain dipidana paling lama 4 tahun penjara.
Nasib naas berlanjut. Selama bekerja, Ilham dan teman-temannya diperlakukan secara tidak manusiawi. Mereka kerap kali dipukul dan disetrum hingga dimasukkan ke dalam penjara.
Bahkan, terang Ilham, mereka tidak diberi makan sampai berhari-hari jika tidak mencapai target yang ditetapkan perusahaan.
"Begitu keluar dari penjara, kami tak diberi waktu istirahat. Kami langsung disuruh bekerja lagi hingga jam kerja berakhir, barulah setelah itu kami diperbolehkan beristirahat," ungkap Ilham.
Menyadari keadaan tersebut, ia lalu mencari cara untuk menghubungi anggota keluarganya di Jakarta. Rudiyanto, ayah kandungnya, kemudian mengambil langkah dengan melaporkan kasus itu kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Bangkok, Thailand.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya sempat meminta Ilham untuk membagikan lokasi keberadaannya. Setelah posisi dikirimkan, ia bingung menentukan mereka sebenarnya ada di mana.
"Mereka hanya bilang di perbatasan Thailand, tapi tidak jelas apakah itu di wilayah Kamboja atau Vietnam," jelas Rudiyanto akhir Maret lalu.
Setelah lokasi tersebut diteruskan ke pihak KBRI Thailand, barulah terkonfirmasi bahwa Ilham dan yang lainnya berada di kawasan Myawaddy, Myanmar. Wilayah ini dikenal sebagai zona konflik sehingga menyulitkan proses evakuasi.
Menurut penuturan Rudiyanto yang mengacu pada informasi dari pihak KBRI, bahkan otoritas resmi Myanmar pun tidak memiliki akses untuk masuk ke daerah tersebut karena kondisi keamanannya yang tidak stabil.
Bukan Kasus Pertama
Kasus yang menimpa Ilham bukanlah yang pertama. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir (2020-Oktober 2023), tercatat lebih dari 3.317 WNI di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban penipuan berkedok lowongan kerja.
"Tren pekerja yang terjerat dalam jaringan penipuan daring mulai menunjukkan peningkatan signifikan sejak tahun 2020," tutur Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Judha Nugraha, Minggu (05/04/2025) lalu.
Dari tren tersebut, Kamboja menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak. Sepanjang Januari hingga November 2024, KBRI di Phnom Penh telah menangani lebih dari 2.946 kasus yang melibatkan WNI, dengan sekitar 76 persen kasus berkaitan dengan praktik penipuan daring.
Terbaru, jagat media sosial diramaikan dengan unggahan yang menawarkan pekerjaan di luar negeri yang mencatut nama PT Karya Satria Abadi (KSA) serta Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI.
Unggahan tersebut tersebar melalui sejumlah grup media sosial, seperti “IVJ (Info Visa & Job/Info Lowongan Kerja Luar Negeri)” dan “KUMPULAN TKI DAN TKW INDONESIA”.
Di dalamnya, tercantum informasi lowongan kerja untuk calon pekerja migran dengan berbagai janji menggiurkan.
Melalui sebuah poster, penawaran itu mengklaim sebagai program resmi dari perusahaan penyalur pekerja migran. Calon pendaftar dijanjikan uang saku, fasilitas makan, dan tempat tinggal selama masa pelatihan kerja.
Proses rekrutmen pun diklaim tanpa biaya dan menjanjikan penempatan kerja segera di luar negeri. Bahkan, dalam poster tersebut tertera nama PT KSA dan logo instansi pemerintah seperti BP2MI dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Untuk meyakinkan korban, penipu turut mencantumkan alamat resmi PT KSA serta menyisipkan foto kegiatan pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI). Informasi kontak juga disediakan bagi siapa saja yang tertarik untuk mendaftar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sejauh ini tercatat empat orang telah menjadi korban dengan total kerugian mulai dari Rp1,5 juta hingga Rp12,5 juta, yang diserahkan langsung kepada pelaku.
Menanggapi informasi yang beredar, Kepala BP3MI Riau beserta tim perlindungan mendatangi kantor PT KSA yang namanya digunakan secara tidak sah dalam modus penipuan ini.
General Manager PT KSA, Robiyansyah, menyampaikan bahwa pihaknya sangat dirugikan oleh penyalahgunaan nama perusahaan tersebut dan akan melaporkan kasus ini ke Polda Riau.
BP3MI Riau juga telah mengambil sejumlah langkah untuk menangani kasus ini seperti menyebarkan informasi berupa selebaran digital terkait hoaks yang beredar.
Mereka juga berkoordinasi dengan Direktorat Siber KP2MI/BP2MI untuk menurunkan akun palsu. Selain itu, mereka mengarahkan korban untuk membuat laporan ke pihak kepolisian. Langkah lain adalah mendampingi PT KSA dalam proses pelaporan resmi.
Strategi Pencegahan
Berhadapan dengan maraknya kasus penipuan lowongan kerja daring, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) dalam rilis resmi menyampaikan sejumlah langkah preventif, antara lain:
Pertama, Periksa Identitas Akun Pengunggah. Sebelum mempercayai informasi lowongan kerja di media sosial, penting untuk menelusuri keaslian akun yang menyebarkannya.
Jika akun tersebut mengaku mewakili perusahaan atau instansi resmi, pastikan akun itu telah diverifikasi atau setidaknya sesuai dengan data di situs resmi.
Akun palsu biasanya tidak memiliki centang biru verifikasi, pengikutnya sangat sedikit, dan unggahan kontennya cenderung seragam.
Kedua, Teliti Tautan dan Jaga Informasi Pribadi. Sering kali, unggahan penipuan menyertakan tautan ke situs tertentu sebagai syarat pendaftaran.
Jika situs tersebut bukan berasal dari domain resmi instansi/perusahaan yang bersangkutan, maka sebaiknya dihindari.
Jangan pernah memberikan data pribadi seperti nama lengkap, nomor KTP, rekening, atau informasi sensitif lainnya.
Ketiga, Konfirmasi ke Instansi Resmi. Langkah aman lainnya adalah menghubungi langsung instansi atau perusahaan yang namanya dicatut. Klarifikasi ini bisa dilakukan melalui kontak resmi di situs mereka.
“Biasanya pelaku kejahatan menjanjikan keberangkatan kerja secara cepat, minim syarat, dan biaya murah serta mengabaikan syarat dan ketentuan bekerja ke luar negeri sesuai peraturan yang berlaku,” tulis keterangan resmi KemenP2MI.
Sebagai bentuk respons atas maraknya penipuan, KemenP2MI kini membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang menemukan informasi mencurigakan terkait kerja ke luar negeri.
Laporan dapat dilakukan melalui tautan bit.ly/PengaduanSiberP2MI atau dengan memindai kode QR yang disediakan dalam unggahan resmi kementerian.
“Laporkan segala bentuk Penipuan peluang kerja luar negeri yang kamu temui di media Sosial melalui link atau scan QR yang ada di visual ya,” tutup pernyataan resmi KemenP2MI.