PARBOABOA, Jakarta - Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan uji coba publik pengaturan jam kerja di Jakarta akan dijadwalkan pekan ini.
"Rencana dalam minggu ini tetapi paling lambat akan direncanakan dalam minggu depan," ujarnya di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Senin (24/10/2022).
Saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tengah melakukan pendataan keseluruhan. Baik dari asosiasi management building, asosiasi pekerja yang akan diundang dalam uji coba publik nantinya.
"Sehingga, begitu penetapannya kedepan semua stakeholders yang ada sudah memberikan peran dan partisipasi aktif dalam penyusunannya," ungkap Syafrin.
Menurut Syafrin, dari hasil Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung, memunculkan rekomendasi untuk langsung melakukan dialog publik yang pelibatannya oleh seluruh pemangku kepentingan. Termasuk, manajemen gedung dan asosiasi kerja.
"Tidak hanya dari sisi transportasi, tetapi misalnya management building, asosiasi pekerja. (Mereka) sudah memberikan peran dan partisipasi aktif dalam penyusunannya," ujar Syafrin.
Buruh Khawatir Produktivitas Terganggu
Menyikapi hal tersebut, Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuturkan masing-masing sektor memiliki kebijakan jam kerja tertentu.
"Dari sisi perusahaan, mereka punya kewajiban delivery on time untuk mengirim produk dan jasanya, terutama yang orientasi ekspor. Nah, jam kerja negara tujuan ekspor tentu berbeda dengan jam kerja di Indonesia," kata Said.
Lebih lanjut, dari sisi pekerja, Said menilai pengaturan jam kerja akan memberatkan lantaran mayoritas pekerja di Jakarta merupakan masyarakat urban. Tidak sedikit dari mereka yang tinggal di luar Jakarta, seperti di Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Menurutnya, pengaturan jam kerja bisa mengganggu ritme sosial dan jam istirahat pekerja.
Adanya pengaturan jam kerja justru berpotensi menurunkan produktivitas pekerja. Karena itu, dia berharap Pemprov DKI Jakarta sedikit lebih bersabar dan menuntaskan persoalan kemacetan serta memperluas sistem transportasi publik yang terkoneksi dan terintegrasi.
"Dengan kebijakan apa pun, pasti kemacetan tetap ada selama produksi mobil dan motor tidak dikontrol dengan tidak diimbangi pengembangan rasio ruas jalan dan sistem mass public transportation seperti yang dilakukan di Jenewa, Swiss," ucapnya.