PARBOABOA, Jakarta - Light Rail Transit (LRT) Jabodebek ternyata memiliki dua masalah lain, selain salah desain.
Hal itu sempat disampaikan Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo Selasa (1/8/2023) lalu. Pertama yakni terkait ketersediaan sistem integrator dan kedua terkait spesifikasi kereta.
Dalam penjelasannya, enam komponen dalam proyek LRT Jabodebek. Di antaranya prasarana yang disiapkan oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Kedua, kereta yang disiapkan oleh PT Industri Kereta Api (INKA) (Persero). Selanjutnya, software development yang digarap oleh Siemens. Selain itu juga persinyalan yang ditangani oleh PT Len Industri (Persero), PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai operator dan lain-lain.
Masalahnya, di antara para penyedia komponen-komponen pada proyek ini, tidak ada sistem integrator. Padahal, kata Kartika, pada proyek besar seharusnya ada sistem tersebut.
Untuk masalah ini, dia lantas membuat project management office (PMO) yang ditugaskan untuk memastikan terciptanya integrasi.
Masalah kedua yakni terkait spesifikasi kereta yang digunakan. Dia mengaku sempat mendapat keluhan dari Siemens.
Pasalnya, spesifikasi kereta antara satu dengan yang lain berbeda-beda. Saat call meeting, Siemens mengatakan cost software-nya naik.
Ternyata, spesifikasi keretanya INKA berbeda-beda satu sama lain. Baik dari segi dimensi, berat maupun kecepatan hingga pengeremannya.
Dari total 31 kereta, semua memiliki spesifikasi yang berbeda. Maka dari itu, software-nya mesti dibikin toleransinya lebih lebar. Tujuannya agar bisa meng-capture berbagai macam spesifikasi.
Berbedanya spesifikasi dari 31 rangkaian itu membuat pintu kereta LRT tidak berhenti sejajar dengan gate yang ada di peron stasiun.
Sebaliknya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, desain yang ada saat ini merupakan pilihan yang tepat. Hal itu bisa dilihat dari segi ekonomi maupun konstruksi.
Dia menjelaskan, longspan yang panjang tanpa tiang tambahan justru akan membuat LRT jauh lebih efisien. Pasalnya, posisinya berada di atas jalan tol dan jalan protokol.
Hal serupa sempat diutarakan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi. Dia juga menegaskan tidak ada kesalahan desain dalam konstruksi LRT. Kondisi yang cukup rumit di lapangan membuat pembangunannya menerapkan model seperti itu.
Hal itu merupakan solusi desain. Setiap desain itu memang memiliki hambatan sehingga arsitek dan engineer akan mencari solusi.
Presiden RI Joko Widodo akhirnya angkat bicara menghadapi perbedaan pendapat ini. Dia meminta agar polemik itu tidak dibesar-besarkan.
Dia juga memastikan perencanaan dan penghitungan pengerjaan proyek sudah dilakukan. Namun saat di lapangan, penyesuaian bisa terjadi.
Mantan Wali Kota Solo itu meminta agar semua pihak tidak mencari-cari kesalahan. Kesalahan akan selalu ada karena proyek LRT dabodebek ini merupakan yang pertama kali dikerjakan Indonesia.