PARBOABOA, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi mengklaim, kinerja pasar modal Indonesia telah pulih bahkan melebihi level pandemi, di mana pada akhir Tahun 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil tumbuh 4,09% secara year to date.
Demikian halnya juga dengan kapitalisasi pasar yang mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah pada tanggal 27 Desember 2022, sebesar Rp9.600 triliun.
Aktivitas penghimpunan dana melalui pasar modal juga terus meningkat. Hingga di penghujung tahun 2022, OJK telah mengeluarkan surat pernyataan efektif atas pernyataan pendaftaran untuk 233 penawaran umum dengan total keseluruhan nilai hasil penawaran umum sebesar Rp267,73 triliun.
“Dari 233 kegiatan emisi tersebut, kami mencatatkan emiten baru yang berhasil melantai bursa efek sebesar sebanyak 71 emiten, baik emiten saham maupun obligasi dan atau suku,” kata Inarno pada Pembukaan Perdagangan BEI yang berlangsung virtual di Jakarta, Senin (31/01/2023).
Peningkatan kinerja tersebut juga diikuti dengan pertumbuhan jumlah investor pasar modal di Indonesia yang kini telah mencapai lebih dari 10,3 juta Single Investor Identification (SID) atau meningkat lebih dari 10 kali dalam 5 tahun terakhir.
Jumlah investor tersebut didominasi oleh investor retail domestik dengan investor berusia di bawah 30 tahun sebesar 58,71% atau di bawah 40 tahun sebesar 70%.
“Semoga kinerja pasar modal yang baik ini akan terus berlanjut ya serta dapat terus mendukung perekonomian nasional dan menjawab berbagai tantangan di masa mendatang, sebagaimana arahan dari bapak Presiden Republik Indonesia pada pembukaan perdagangan bursa efek Indonesia di awal Januari 2023,” harapnya.
Tantangan Pasar Modal Indonesia
Inarno mengatakan, ketidakpastian global yang terus membayangi arah pemulihan perekonomian nasional akan menjadi tantangan yang harus dihadapi bersama.
Ia mencatat, setidaknya terdapat enam tantangan perlu direspon oleh OJK, terutama dalam menjaga stabilitas dan upaya meningkatkan pertumbuhan industri pasar modal ke depannya.
“Pertama adalah tantangan koordinasi. Tantangan koordinasi itu penting sekali di mana mekanisme koordinasi kelembaban perlu dioptimalkan untuk mendukung efektivitas pengembangan pasar, pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum,” tuturnya.
Yang kedua adalah tantangan perlindungan investor. Kerangka hukum, kata dia, perlu diperkuat untuk mendukung efektivitas penegakan hukum dan perlindungan investor.
“Ini penting sekali dalam penegakan hukum dalam hal perlindungan investor,” ungkapnya.
Kemudian yang ketiga adalah tantangan pengaturan. Inarno menilai, kerangka pengaturan untuk mendukung ketersediaan instrumen, pelayanan, dan akses pasar perlu dioptimalisasi.
“Keempat tentunya adalah tantangan daya saing di mana saing antar pelaku masih perlu ditingkatkan guna menghasilkan pasar yang kompetitif,” lanjutnya.
Kemudian adalah tantangan literasi keuangan. Basis investor pasar modal domestik masih terbatas akibat masih rendahnya tingkat literasi keuangan terkait pasar modal karena keterbatasan informasi bagi investor, calon investor, dan stakeholder lainnya.
Dan yang keenam adalah tantangan infrastruktur. Infrastruktur di mana pasar keuangan masih terpisah dan belum terkonsolidasi.
“Ini merupakan tantangan tersendiri, serta adopsi teknologi yang perlu dioptimalkan untuk mendukung efisiensi proses bisnis di industri pasar modal,” ujarnya.
Peluang
Selain tantangan, OJK juga mengintip berbagai peluang bagi pengembangan pasar modal di Indonesia.
Pertama adalah potensi pembiayaan pembangunan nasional, di mana kebutuhan pendanaan proyek prioritas strategis berdasarkan rpjmn 2020-2024. Dari sektor swasta diperkirakan sebesar Rp2.813 triliun atau mencapai 44,71% dari total kebutuhan pembiayaan sebesar Rp6.293 triliun.
Peluang berikutnya adalah perluasan basis investor terkait bonus demografi Indonesia yang akan mencapai puncaknya di 2030.
“Peluang pengembangan instrumen pasar modal ya yang beragam ya dan bersifat lintas industri, memberikan kesempatan bagi investor untuk memperluas investasi dan meningkatkan likuiditas pasar,” katanya.
Pengembangan keuangan berkelanjutan, kata dia, adalah amanat penyelenggaraan perdagangan karbon dalam Peraturan Presiden nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 21 Tahun 2022 .
“Dan tentunya yang tak kalah kita harus selalu ingat bahwasanya potensi pasar modal Syariah sebagai sumber pendanaan dan instrumen investasi,” pungkasnya.