PARBOABOA, Jakarta - Masa depan Bumi ada ditangan generasi milenial. Namun, sebagai generasi yang tumbuh di tengah berbagai tantangan global, mereka menghadapi ancaman nyata dari krisis iklim dan kerusakan lingkungan saat ini.
Tidak mudah memang, tapi para milenial tidak menyerah. Generasi ini sadar bahwa tindakan mereka sekarang akan sangat menentukan seperti apa dunia di masa depan.
Dengan ide-ide kreatif, generasi milenial lantas bergerak menciptakan perubahan. Mereka memanfaatkan teknologi, media sosial, dan berkolaborasi untuk menyuarakan kepedulian terhadap Bumi.
Kampanye online, edukasi, hingga gerakan komunitas menjadi langkah nyata yang mereka lakukan. Semua itu dilakukan demi menjaga keberlangsungan lingkungan.
Selain berbicara, milenial juga bertindak langsung. Banyak dari mereka yang memimpin inisiatif seperti menanam pohon, membersihkan sampah, hingga melawan kebijakan yang merugikan lingkungan.
Perjuangan para milenial tidak hanya untuk diri mereka sendiri. Mereka berjuang untuk memastikan generasi mendatang tetap memiliki dunia yang layak dihuni. Upaya mereka harusnya menginspirasi banyak orang untuk ikut bergerak dan peduli.
Berikut adalah potret aktivis lingkungan dari generasi milenial yang tanpa lelah berjuang menjaga Bumi demi masa depan yang lebih baik untuk semua.
Tori Tsui
Tori Tsui adalah seorang aktivis iklim, pembicara, dan penulis yang berasal dari Hong Kong. Ia dikenal sebagai salah satu pendiri Bad Activist Collective serta anggota koalisi Unite For Climate Action.
Perjalanannya dalam aktivisme sempat membawanya melintasi Samudra Atlantik bersama Sail to the COP, sebuah lembaga pemikir yang berfokus pada keberlanjutan.
Sebagai agen perubahan, Tori mendapat dukungan dari Stella McCartney, yang mengakui dedikasinya dalam memperjuangkan keadilan iklim. Fokus utamanya adalah memastikan bahwa kebijakan, tindakan, dan gerakan terkait iklim bersifat inklusif, interseksional, dan membawa perubahan yang mendalam.
Selain terlibat langsung dalam pengorganisasian, Tori juga menjadi anggota dewan penasihat di beberapa organisasi, termasuk Earth Percent dan Climate Resilience Project. Ia juga berperan sebagai ahli strategi di Hero Circle, terus mendorong aksi nyata untuk melindungi masa depan planet kita.
Greta Thunberg
Siapa yang tidak mengenal Greta Thunberg? Pemudi asal Swedia ini menjadi salah satu nama yang paling sering disebut ketika berbicara tentang krisis iklim.
Greta adalah sosok di balik gerakan Fridays for Future, sebuah gerakan global yang melibatkan remaja dan pemuda untuk menuntut keadilan iklim.
Semuanya dimulai pada tahun 2018, ketika Greta memutuskan untuk membolos sekolah setiap Jumat dan melakukan aksi protes di depan gedung Parlemen Swedia. Dia menyerukan tindakan nyata untuk menangani perubahan iklim.
Aksinya yang konsisten menarik perhatian dunia dan berkembang menjadi gerakan besar. Pada 2019, Greta menyeberangi Atlantik dengan kapal layar untuk menghadiri konferensi iklim Climate Action Summit di New York. Di tahun yang sama, Majalah Time menobatkannya sebagai Tokoh Tahun Ini.
Hingga kini, Greta terus berjuang untuk meningkatkan kesadaran dan mendesak aksi nyata terhadap krisis iklim. Dedikasinya telah menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia untuk ikut bergerak dan melindungi planet ini.
Aeshnina Azzahra Aqilani
Dari Indonesia, ada Aeshnina Azzahra Aqilani, seorang pemudi asal Gresik, Jawa Timur, yang pantas mendapat perhatian atas perjuangannya melawan pencemaran lingkungan.
Nina, begitu ia akrab disapa, pernah mengirim surat langsung kepada Perdana Menteri Australia dan Kanselir Jerman. Dalam surat itu, ia memprotes kontribusi kedua negara tersebut terhadap sampah plastik yang masuk ke Indonesia.
Tidak hanya lewat surat, Nina juga berbicara di panggung internasional. Pada 12 Oktober 2021, ia menjadi salah satu narasumber dalam acara Plastic Health Summit di Amsterdam, Belanda, di mana ia menyuarakan isu pencemaran plastik yang berdampak pada kesehatan dan lingkungan.
Baru-baru ini, pada April 2024, Nina bersama 10 aktivis lingkungan dari berbagai negara seperti India, Amerika Serikat, Norwegia, dan Kanada melakukan aksi protes terhadap produsen global yang dianggap bertanggung jawab atas pencemaran plastik. Aksi tersebut berlangsung di depan Shaw Centre, lokasi pertemuan INC-4 di Ottawa, Kanada.
Saat ini, Nina terus menunjukkan bahwa suara generasi muda bisa membawa perubahan besar, terutama dalam perjuangan melindungi lingkungan dari bahaya sampah plastik.
John Paul Jose
John Paul Jose adalah aktivis lingkungan dan iklim yang berasal dari keluarga petani dari Kerala, India. Sejak kecil, John telah mengalami sendiri dampak krisis iklim dan kerusakan ekologi di kampung halamannya.
Kecintaan John terhadap alam dan pengalaman sejak kecil membawanya pada aktivisme dan konservasi. John menggelar banyak aksi dan berkolaborasi dengan berbagai non-government organization (NGO) dan bahkan PBB.
Dengan pengalaman langsung tentang dampak perubahan iklim, ia berkomitmen untuk menyoroti bagaimana pemanasan global mempengaruhi hutan dan ekosistem India.
Fatou Jeng
Fatou Jeng, seorang aktivis iklim asal Gambia, dikenal melalui dedikasinya terhadap pendidikan lingkungan, konservasi, dan program penanaman pohon.
Ia mendirikan Clean Earth Gambia, sebuah organisasi yang mengedepankan isu gender, perubahan iklim, serta kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan.
Selain aktivitasnya di tingkat lokal, Fatou juga memegang peran penting di level internasional. Sebagai pimpinan Operasi Kebijakan untuk Perempuan dan Gender di YOUNGO, bagian pemuda dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), ia telah memimpin pengajuan kebijakan terkait gender dan perubahan iklim sejak COP23.
Fatou memperdalam ilmunya dengan mengambil program Magister di bidang Lingkungan, Pembangunan, dan Kebijakan di Universitas Surrey. Melalui berbagai perannya, ia terus berjuang untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan dan setara.