PARBOABOA, Jakarta -Pemerintah telah resmi menetapkan perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun 2025.
Kebijakan ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan keadilan pajak di masyarakat.
"Bahwa guna mewujudkan aspek keadilan di masyarakat perlu diterbitkan kebijakan dalam penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai," bunyi pertimbangan dalam beleid tersebut, seperti dikutip Parboaboa, pada Kamis (02/01/2025).
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% berlaku untuk Barang Kena Pajak (BKP) tertentu, khususnya barang yang tergolong mewah.
Dalam Pasal 2 ayat 2 dan 3 PMK ini, disebutkan bahwa tarif 12% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa harga jual atau nilai impor akan dikenakan pada BKP yang tergolong mewah, seperti kendaraan bermotor dan barang-barang lain yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Selain itu, Pasal 2 ayat 4 menegaskan bahwa pajak atas perolehan BKP atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan nilai lain berupa 11/12 dari nilai impor atau harga jual tetap dapat dikreditkan.
Hal ini memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk mengoptimalkan penghitungan pajak mereka.
"Barang Kena Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa harga jual atau nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah," demikian isi Pasal 2 ayat 3.
Pelaksanaan tarif baru ini dilakukan secara bertahap. Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2025, PPN yang terutang akan dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual.
Namun, mulai 1 Februari 2025, penghitungan PPN dilakukan langsung dengan mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 2.
Ketentuan ini memberikan masa transisi selama satu bulan agar masyarakat dan pelaku usaha dapat beradaptasi dengan tarif baru tersebut. Dengan demikian, pemerintah berharap penerapan kebijakan ini dapat berjalan lebih mulus tanpa kendala administratif yang berarti.
Implikasi Kebijakan
Kenaikan tarif PPN ini diperkirakan akan berdampak signifikan, terutama pada harga barang dan jasa yang tergolong mewah.
Barang-barang seperti kendaraan bermotor dan produk impor mewah akan mengalami kenaikan harga karena pengenaan tarif yang lebih tinggi.
Hal ini berpotensi menekan daya beli masyarakat kelas menengah ke atas yang menjadi target utama dari kebijakan ini.
Di sisi lain, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk menciptakan keadilan pajak dengan memastikan kontribusi yang lebih besar dari kelompok masyarakat yang mampu secara finansial.
Pendapatan tambahan dari kenaikan tarif ini juga diharapkan dapat mendukung pembangunan infrastruktur dan program sosial pemerintah.
Namun, pelaku usaha, terutama di sektor barang mewah, perlu memperhitungkan dampak kenaikan tarif ini terhadap penjualan mereka.
Kebijakan ini mungkin akan memengaruhi pola konsumsi masyarakat, sehingga pelaku usaha perlu menyesuaikan strategi bisnis mereka untuk tetap kompetitif di pasar.
Adapun kebijakan PPN 12% ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dalam undang-undang ini, pemerintah memiliki wewenang untuk menyesuaikan tarif PPN sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan fiskal negara.
Selain itu, pelaksanaan kebijakan ini juga diatur lebih rinci dalam PMK 131/2024 untuk memberikan panduan yang jelas bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Dengan demikian, pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini memiliki dasar hukum yang kuat dan dapat dilaksanakan dengan transparansi.
Meskipun kenaikan tarif PPN ini memiliki tujuan yang jelas, tantangan dalam implementasinya tetap ada.
Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak menimbulkan beban berlebih bagi kelompok masyarakat yang tidak menjadi target utama kebijakan.
Pengawasan dan edukasi kepada masyarakat juga menjadi kunci untuk memastikan kepatuhan pajak yang lebih baik.
Pada akhirnya, keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada penerimaan masyarakat dan efektivitas pelaksanaannya di lapangan.
Dengan pengelolaan yang baik, pendapatan tambahan dari PPN 12% dapat menjadi salah satu pilar penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan.