PARBOABOA, Jakarta - Indonesia berencana memberikan label warna atau color guide di bagian depan kemasan minuman berpemanis.
Tujuannya, untuk memberikan informasi soal kandungan gula, garam dan lemak (GGL) di produk pangan olahan yang dikemas.
Rencana itu disampaikan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, merujuk pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2018 yang menunjukkan tingkat konsumsi makanan manis dan minuman manis di Indonesia sangat tinggi.
Tingkat konsumsi makanan manis di Indonesia mencapai 87,9 persen dan minuman manis sebanyak 91,49 persen.
Nantinya, penerapan label warna ini akan menjadi bagian dari sistem pelabelan gizi.
Penempatannya di bagian depan kemasan atau Front of Pack Nutrition Labelling (FOPNL) yang juga telah diterapkan sejumlah negara di dunia. Salah satunya Singapura.
Rencana pelabelan warna untuk minuman berpemanis tersebut direspons positif pengamat ekonomi, Achmad Nur Hidayat.
Menurut dia, langkah ini sangat membantu konsumen membuat keputusan yang lebih sehat lewat pemberian informasi jelas tentang kandungan gula dalam di produk yang mereka beli. Misalnya saja minuman manis dalam kemasan, kopi kekinian atau susu kemasan.
Harapannya, lanjut Achmad, berdampak signifikan terhadap perilaku konsumsi masyarakat, terutama konsumsi minuman berpemanis.
Ia menyebut, dalam jangka pendek, regulasi pemberian label warna pada minuman berpemanis akan meningkatkan kesadaran konsumen tentang kandungan gula dalam minuman yang mereka konsumsi.
"Konsumen dapat membuat pilihan yang lebih sadar dan bijak jika ada label yang menunjukkan kadar gula tinggi, rendah, atau sedang," katanya kepada PARBOABOA, Sabtu (27/7/2024).
Achmad mencontohkan, konsumen yang sebelumnya mungkin tidak menyadari tingginya kadar gula dalam minuman favorit mereka, kini akan lebih berhati-hati memilih produk.
Efek jangka panjangnya, kata Akademisi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta ini, akan ada penurunan konsumsi minuman berpemanis, karena kesadaran masyarakat sudah tumbuh lewat informasi label warna tersebut.
Pada akhirnya, kata Achmad, Indonesia bisa mengurangi prevalensi penyakit seperti diabetes dan obesitas di masyarakat dengan kebijakan ini.
"Konsumen yang peduli terhadap kesehatan akan mencari alternatif yang lebih sehat dan cenderung memilih produk dengan kadar gula rendah," jelasnya.
Meski begitu, pendiri Narasi Institute ini menyebut, efektivitas regulasi tidak hanya bergantung pada penerapan label warna, tapi harus didukung kampanye edukasi yang kuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait risiko kesehatan akibat konsumsi gula berlebih.
Achmad menyarankan pemerintah dan industri bekerja sama memberikan informasi yang mudah dipahami masyarakat, serta mempromosikan pola makan dan minum yang sehat.
Menurutnya, pemerintah harus meluncurkan kampanye edukasi yang komprehensif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memilih minuman yang lebih sehat dan bahaya konsumsi gula berlebih.
Pemerintah juga harus menetapkan mekanisme pemantauan dan evaluasi untuk menilai efektivitas regulasi dari pemberian label warna dalam mengurangi konsumsi gula dan meningkatkan kesehatan masyarakat, imbuh Achmad Nur Hidayat.
Adapun sistem label warna pada minuman berpemanis itu akan sama seperti di Singapura.
Warnanya merah, kuning, hijau dan akan ditampilkan dalam format yang bisa dibaca masyarakat saat hendak membeli minuman berpemanis dalam kemasan.
Pemerintah juga tengah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait pengaturan label warna tersebut.
Kemenkes juga akan melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar aturan itu bisa diterapkan pada produk makanan dan minuman di Indonesia.
Selain penerapan aturan, Kemenkes berharap kesadaran dan perilaku masyarakat mengurangi konsumsi makanan dan minuman berpemanis yang menjadi pencetus berbagai penyakit berbahaya seperti diabetes dan obesitas juga harus terus ditingkatkan.