PARBOABOA, Medan – Pria dengan rompi jingga terlihat hilir mudik di Jalan Asia, Medan Area, Sumatra Utara, akhir Desember lalu.
Sembari mengatur kendaraan yang keluar dan masuk di jalan tersebut, Yudi–bukan nama sebenar–sibuk menghitung lembaran uang berbagai pecahan di tangannya.
Pemandangan tersebut kontras dengan tulisan no cash atau nontunai di rompi yang ia kenakan.
Yudi merupakan satu dari sekian banyak juru parkir yang bertugas lokasi parkir elektronik, atau e-parking di Kota Medan. Ada 150 titik lokasi di Kota Medan lokasi yang telah menerapkan parkir elektronik.
Untuk penerapannya, Dinas Perhubungan Kota Medan menggandeng 15 perusahaan yang menjadi mitra penerapan e-parking.
Sebagai seorang jukir, tugas Yudi hanya menyetorkan pendapatan parkir langsung ke Pemko Medan, melalui dinas perhubungan.
"Target setorannya Rp300 ribu per hari," katanya menjawab Parboaboa.
Dengan target segitu, Yudi yang menjadi jukir karena menggantikan orang tuanya ini mengaku mampu mencapainya. Apalagi lokasi tempatnya bekerja memang terbilang ramai.
Yudi pun tak pernah menunggak setoran. Jika perolehan per hari di atas Rp300 ribu, kelebihan itulah yang menjadi gaji hariannya. Soal kemana saja setoran darinya digunakan, Yudi mengaku tidak mengetahuinya.
Sementara untuk pembayaran elektronik menggunakan dompet digital atau kartu, Yudi mengaku jarang menggunakannya Pun demikian dengan rekan jukir yang lain.
Meski begitu, ia tetap menerima jika ada warga yang hendak membayar parkir menggunakan sistem elektronik.
"Ya diterima lah kak. Karena sama-sama butuhnya. Kadang kan kalau pakai mesin ini lelet jaringannya," ungkapnya.
Alat pembayaran parkir elektronik di Kota Medan seperti electronic data capture (EDC), mesin yang digunakan untuk pengambilan data dan pembayaran di berbagai bank.
Selain harus membawa mesin alat tersebut, Yudi masih harus membawa badge atau tanda pengenal, Tujuannya sebagai bukti identitas bahwa ia juru parkir yang bertugas di sana.
Sedangkan untuk surat perintah tugas (SPT), ia mengaku memilikinya, namun tidak selalu ia bawa.
"Itu (SPT) ditinggal di rumah. Ecek-nya kalo kek gini kan, kita bawa badge-nya. Orang di sini kan yang ditanya palingan ‘kok gak ada badge mu?’ gitu," jelasnya.
Jukir lain di Medan, Henri juga memilih tidak menggunakan mesin pembayaran sebagai pelaksanaan dari sistem parkir elektronik.
Ia beralasan tidak ada gunanya menggunakan e-parking. Penerapannya di lapangan malah dianggap menyulitkan jukir.
Henri mencontohkan, banyak pengemudi yang gampang kabur dan tidak membayar saat ia tengah melayani warga lain yang membayar secara elektronik.
Saat ini mesin yang diberikan padanya telah dikembalikan ke perusahaan karena tidak ada masyarakat yang menggunakan kartu pembayaran elektronik.
"Engak terpake. Daripada hilang atau rusak, ya mending ku kembalikan aja. Jadi di sini dampaknya bukan karena enggak laku, enggak ada gunanya pake e-parking itu, kebanyakan orang ribet," jelasnya.
Jika Yudi harus menyetor Rp300 ribu per hari, Henri hanya harus menyetor Rp70 ribu per hari. Itupun naik dari sebelumnya Rp40 ribu per hari.
Kenaikan setoran itu pun menjadi keluhannya, karena berdasarkan penjelasan perusahaannya, hal tersebut imbas pergantian tender dari Dishub Medan. Belum lagi faktor eksternal seperti oknum yang suka meminta uang kepada jukir.
Oleh karenanya jukir yang sehari-hari bertugas di Jalan SM Raja ini berharap ada perlindungan dari perusahaannya.
"Karena macam-macam yang kami hadapi di sini. Ada yang enggak mau bayarlah, ada yang mau pigi (pergi) saja. Enggak semuanya mau membayar. Padahal setoran harus penuh," keluhnya.
Baik Yudi maupun Henri tidak mengetahui pasti kemana setoran parkir mereka.
Pantauan Parboaboa di beberapa lokasi yang menerapkan e-parking, kebanyakan dari mereka lagi-lagi kembali ke sistem manual. Kondisi tersebut berbeda dengan klaim Pemko Medan yang menyatakan sistem parkir elektronik telah diimplementasikan di hampir seluruh ruas jalan.
Ketidakpatuhan jukir menggunakan sistem pembayaran elektronik selama ini seakan menjawab tuntutan yang pernah dilayangkan Persatuan Mahasiswa Kristen Seluruh Indonesia (PMKRI), Oktober 2022 silam.
Kala itu, puluhan mahasiswa menduga penerapan parkir elektronik tidak maksimal dan membuka celah kebocoran retribusi parkir legal dan parkir ilegal.
Implementasi E-parking Bermasalah
Minusnya pelaksanaan e-parking di lingkungan Pemerintah Kota Medan juga dikeluhkan pengamat anggaran dan kebijakan publik Sumut, Elfenda Ananda.
Ia menilai, implementasi dari e-parking bermasalah. Di antaranya alat atau mesin, kehandalan koneksi hingga sumber daya manusia pelaksana. Kondisi tersebut yang membuat dugaan kebocoran semakin besar.
"Ngelesnya tukang parkir, yang alatnya lah rusak, kemudian baterainya habis, macem-macem. Praktiknya begitu," ungkapnya saat dihubungi Parboaboa.
Belum lagi dari sisi pengguna parkir yang seringkali tidak mendukung pelaksanaan sistem parkir elektronik. Mereka lebih senang menggunakan uang tunai karena lebih ringkas. Kondisi itu juga memperparah kebocoran pendapatan dari parkir.
“Jadi di situ problemnya sistem parkir ya, baik yang elektronik maupun manual,” ucapnya.
Sekretaris Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut ini juga mempertanyakan kajian terhadap pemberlakukan sistem parkir elektronik di Kota Medan.
Ia juga mengkritisi kebijakan e-parking yang belum didukung perangkat teknis atau infrastruktur memadai.
Ia juga menduga kebijakan e-parking tak punya taring kepada jukir. Apalagi berdasarkan pengamatannya, hanya beberapa jukir yang selalu membawa mesin pembayaran elektronik dan menjalankan sistem tersebut sesuai SOP.
Elfenda lantas menyarankan agar Pemko Medan mengevaluasi pelayanan dari juru parkir, dibanding menaikkan retribusi parkir.
Evaluasi, lanjut dia, diperlukan agar target pendapatan dari parkir ini terukur atau tidak, karena Undang-Undang Nomor 17 tentang Keuangan menyatakan pendapatan harus terukur dan dapat dicapai.
Tidak hanya itu, target yang ditetapkan Pemko Medan, lanjut Elfenda, juga harus disesuaikan dengan realita jumlah kendaraan dan banyaknya parkir yang tersedia.
Saat ini saja, kata dia, masyarakat tidak mengetahui apakah target yang ditetapkan itu bisa dicapai atau tidak. Jangan tahun pertama tidak tercapai target, tahun kedua dinaikkan lagi.
“Harus dievaluasi dulu, apa penyebabnya tidak tercapai. Nah, baru kemudian dilengkapi apa saja yang diperlukan untuk menyiapkan infrastruktur tadi,” jelasnya lagi.
Selain evaluasi, lanjut dia, Dinas Perhubungan harus melakukan penindakan di lapangan kepada oknum jukir yang nakal. Termasuk kepada perusahaan pengelola parkir yang menunggak setoran, menyerahkan setoran tapi tidak tepat waktu hingga besaran setoran yang tidak sesuai.
Ia juga meminta masyarakat mendorong adanya audit khusus untuk memeriksa pendapatan parkir dari e-parking di Kota Medan. Audit dilakukan untuk mencegah kebocoran.
Dengan demikian, penerapan e-parking semakin akuntabel dan pemerintah semakin bertanggung jawab terhadap dana-dana yang dikutip dari masyarakat.
Disinggung soal dugaan setoran kepada organisasi kemasyarakatan dan pemuda (OKP) tertentu atau setoran ganda, Elfenda juga tak menampik itu.
Menurutnya praktik setoran kepada OKP menjadi lumrah, karena juru parkirnya juga bagian dari OKP tersebut.
"Jadi mereka setor misalnya kan ada ke pihak ketiga tapi pihak ketiga itu juga OKP. Nah selama ini begitu. Kalaupun ada setoran ganda dan segala macam, ya saya pikir memang potensi itu ada," ungkap Elfenda.
Klaim Cegah Kebocoran Lewat E-parking
Pemerintah Kota Medan melalui Inspektur Sub Koordinator Parkir Khusus di Dinas Perhubungan Medan, Muhammad Zein Lubis angkat bicara soal maraknya jukir yang tidak menerapkan sistem pembayaran elektronik.
Zein, begitu ia akrab disapa, berjanji akan memberikan peringatan kepada perusahaan mitra hingga 3 kali jika ditemukan ada jukir yang tidak menerapkan e-parking.
"Karena beberapa jukir sudah dipecat dari perusahaan mitra, karena kejadian yang begitu (nakal dan tidak menggunakan mesin pembayaran elektronik)," jelasnya saat ditemui Parboaboa.
Zein juga mengeklaim penerapan parkir elektronik bertujuan untuk mencegah berbagai kebocoran. Mulai dari pendapatan asli daerah (PAD) hingga jukir yang kurang profesional.
Tidak hanya dari jukir, penolakan sistem elektronik ini pun kadang datang dari masyarakat. Sehingga tidak semata menyalahkan jukir.
"Ternyata ada juga masyarakat ‘ah ngapain pake-pake qris segala macam, hanya Rp2 ribu nya, udah ku kasih cash aja’,” katanya sembari menirukan ucapan masyarakat.
Soal PAD yang didapat, Dishub Medan memperkirakan hanya mampu mencapai Rp23 miliar-Rp25 miliar dari target pendapatan sebesar Rp52 miliar di 2023 dan Rp66 miliar di 2024.
Menurutnya, sistem parkir elektronik mampu menyumbang 70 hingga 80 persen dari total pendapatan parkir di Kota Medan.
"Mudah-mudahan kita tercapai Rp25 miliar untuk tahun ini. Mudah-mudahan," kata Zein.
Ia juga tidak menampik sistem parkir elektronik ini membuat PAD meningkat. Zein mencontohkan PAD sistem manual yang tadinya Rp200 ribu per hari untuk satu orang jukir bertambah menjadi Rp300 ribu hingga Rp400 ribu setelah berubah ke e-parking.
Kemudian, sistem parkir elektronik juga mampu mengurangi dan mencegah jukir-jukir yang awalnya lebih mengutamakan kebutuhan pribadi atau perusahaannya dibanding setoran ke Dishub.
Oleh karena itu, Dishub Medan berencana menambah ruas jalan untuk diterapkan parkir elektronik. Namun, niatan itu belum mendapat restu dari Wali Kota Medan, Bobby Nasution.
Selain itu, Dishub Medan berencana menaikkan tarif parkir dari sebelumnya Rp2 ribu untuk sepeda motor dan Rp3 ribu untuk mobil menjadi Rp3 ribu dan Rp5 ribu. Rencana kenaikan itu untuk mencapai target yang ditetapkan di 2024.
Zein berdalih, tarif saat ini masih tertinggal dari kota-kota lain di Indonesia.
Soal dugaan kebocoran pendapatan, Dishub Medan mengaku akan menindaklanjutinya. Zein mencontohkan, jika ada dugaan kebocoran di satu ruas jalan, maka dishub akan mem-black list perusahaan mitra hingga berkolaborasi dengan Kejaksaan Negeri Medan dalam rangka penegakan hukumnya.
Dishub juga akan terus melakukan pengawasan terkait pelaksanaan sistem parkir elektronik ini, tambah Zein.
Parboaboa juga berusaha mengonfirmasi terkait sejumlah masalah perparkiran di Medan kepada anggota DPRD setempat. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban dari yang bersangkutan.
Reporter: Susanna Hutapea
Editor: Kurniati