Negara Rugi Rp1,8 Miliar Akibat Proyek Gedung Merah Putih PT Telkom Siantar, Ini Kata Inspektorat

Gedung Merah Putih milik PT Telkom  Indonesia Tbk yang berlokasi di Jalan W.R. Supratman Pematang Siantar yang diresmikan pada 23 November 2018 menuai persoalan akan proyek pembangunan gedung akibat adanya temuan BPK RI Perwakilan Sumut atas  denda kerugian negara yang tak ditagih sebesar Rp 1,8 miliar (Foto: Parboaboa/Putra)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatra Utara menemukan denda atas temuan kerugian negara yang tak ditagih dalam proyek pembangunan gedung Merah Putih milik PT Telkom Indonesia Tbk yang berlokasi di Jalan WR Supratman Pematang Siantar yang diresmikan pada 23 November 2018 sebesar Rp1,8 miliar.

Berdasarkan audit BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan tahun buku 2017 sampai dengan Semester I 2019 pada salah satu BUMN telekomunikasi No. 34/AUDITAMA VII/PDTT/072021, tanggal 23 Juli 2021, menuai persoalan akan proyek pembangunan gedung.

Inspektur Daerah Pemerintah Kota (Pemko) Pematang Siantar, Herri Okstarizal menjelaskan, temuan ini disebabkan atas pengerjaan proyek oleh PT Graha Sarana Duta (GSD) sebagaimana pengelolaan office building dan aset milik PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, bekerja sama dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Pematang Siantar melalui surat perjanjian Nomor 4208/HK.810/OPS-10000000/201, tanggal 2 November 2017 sebesar Rp57,9 miliar.

“Kami sudah terbitkan surat peringatan kepada PUPR dan PT GSD, karena tidak sanggup menuntaskan LHP BPK RI dan berlarut-larut,” katanya saat ditemui di kantornya. Senin (23/1/2023).

Ia mengatakan persoalan ini bermula pada jangka waktu pengerjaan 270 hari kalender terhitung dari tanggal 2 November 2017 sampai 29 Juli 2018. Proyek dinyatakan selesai dikerjakan berdasarkan berita acara serah terima (BAST) No. 601/LG300/AMC-10000000/2018, tanggal 20 Augustus 2018 total dibayarkan sebesar Rp57.952.757.688.00 (termasuk PPN).

Ia menyebutkan temuan BPK RI berfokus pada hasil dari pemeriksaan atas dokumen pengadaan dan pelaksanaan kontrak. Di mana ada empat poin yang bermasalah, di antaranya penunjukan langsung pekerjaan pembangunan gedung Merah Putih PT Telkom tidak sesuai dengan ketentuan internal.

"Pekerjaan pembangunan gedung disubkontrakkan tanpa persetujuan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan terdapat keuntungan tidak sesuai atas ketentuan sebesar Rp454 juta," jelasnya.

Herry menjelaskan, selain itu penunjukan pekerjaan preliminary, yakni pekerjaan perencanaan desain dan tahap masa konstruksi/pengawasan serta pekerjaan bangunan utama yang dikerjakan oleh PT Tekken Pratama (PT TP) selaku pemegang hasil tender melalui surat perjanjian nomor.151/HK.810//GSD-000/2017 tanggal 21 April 2017, menghabiskan anggaran sebesar Rp51,9 miliar.

"Sehingga hasil final pemeriksaan diketahui adanya keterlambatan penyelesaian kerja yang belum dikenakan denda sebesar Rp1.880.853.920,00," sebutnya.

Kata Herry, angka tersebut didapat dengan rincian denda dua persen dikali 59 hari keterlambatan dan dikali Rp51.9 miliar dikali 33,7 persen. Per tanggal 28 Februari 2018, prestasi pekerjaan hanya 92,01 persen, sehingga pembayaran pekerjaan sebesar Rp47.771.592,00 (termasuk PPN).

Menanggapi hal ini, Pengamat kebijakan keuangan dan anggaran publik, Pinondang Nainggolan mengatakan, terkait informasi tentang temuan BPK akan gedung merah putih PT Telkom merupakan tindakan mark up terhadap suatu anggaran yang pada akhirnya menguntungkan pribadi atas memenangkan tender kepada golongan tertentu dengan memberikan insentif kepada pejabat terkait.

Menurutnya sesuai dengan UU 30/2014 tentang administrasi pemerintahan yang saat ini menyediakan penanganan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara harus ditangani oleh APIP dan tidak menggunakan mekanisme ajudikasi (pidana).

Ia menambahkan dikarenakan itu masih dugaan atau temuan BPK, hanya lembaga tersebut yang bisa men-declare kerugian negara. Masyarakat belum bisa mengomentarinya lebih jauh.

Ia menghimbau masyarakat agar tetap berperan sebagai pengawas saja. ”Kita tunggu saja tindaklanjutnya dibutuhkan serangkaian identifikasi unsur perbuatan pejabat administrasi apakah merupakan kelalaian dan kesengajaan administrasi atau merupakan murni pidana,” tuturnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Tata Ruang dan Bangunan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Pematang Siantar, John Henri Musa Silalahi belum bisa mengomentari atas temuan BPK RI tersebut melalui via WhatsApp.

Ia enggan mengomentarinya diakibatkan dirinya sedang melakukan kunjungan kerja di luar kota. ”Saya lagi di luar kota, nanti kita komunikasi lebih lanjutnya,” pungkasnya

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS