PARBOABOA, Jakarta - Menteri Pertanian seluruh negara Anggota ASEAN membuat kesepakatan bersama terkait strategi penanganan krisis pangan di kawasan Asia Tenggara.
Menurut Menteri Pertanian Indonesia, Syahrul Yasin Limpo, strategi tersebut yaitu, aksi cepat ASEAN menghadapi krisis pangan dan gizi serta meningkatkan kesiapsiagaan ASEAN mengantisipasi krisis pangan melalui penguatan ketangguhan (resilience) dan keberlanjutan (sustainability) sistem pertanian dan pangan.
"Salah satunya mendorong setiap negara Anggota ASEAN memperkuat cadangan pangan berbasis sumber daya lokal (Local Resource-based Food Reserve/LRBFR) sebagai pondasi membangun cadangan pangan bersama di wilayah ASEAN yang didedikasikan bagi kesiapsiagaan dan tanggap darurat," katanya, Rabu (06/09/2023).
Syahrul mengungkapkan, pembahasan komprehensif terkait LRBFR ini akan dibahas pada pertemuan ke 45, Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN (AMAF), Oktober mendatang.
Politisi Nasdem ini menilai, perlu adanya peningkatan pasokan pangan dan kebutuhan pokok guna menjamin ketersediaan pangan yang memadai, terjangkau, dan bergizi khususnya bagi kelompok masyarakat yang paling rentan di ASEAN.
"Kami akan terus menguatkan program bantuan pangan darurat dan mekanisme pelepasan cadangan beras darurat di bawah kerangka ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR)," ungkap Syahrul.
Selain itu, Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN juga sepakat menjamin kelancaran perdagangan hingga arus produk pangan dan pertanian.
Strategi-strategi memperkuat produktivitas sistem pertanian dan pangan, lanjut Syahrul, akan dilakukan melalui ketersediaan dan keterjangkauan input pertanian seperti benih dan pupuk sehingga fasilitas logistik seperti rantai dingin atau cold chain akan terus diperkuat bahkan berubah menjadi lebih baik.
"Anggota AMAF sendiri telah sepakat untuk menyusun rencana aksi ASEAN Regional Guideline on Sustainable Agriculture sebagai panduan implementasi panduan pertanian berkelanjutan di masing-masing negara ASEAN," kata dia.
"Fasilitasi akses pembiayaan bagi petani skala kecil, pasokan pupuk yang memadai dan investasi yang ditujukan untuk ketangguhan terhadap dampak perubahan iklim dan pertanian berkelanjutan juga akan terus ditingkatkan," imbuh Syahrul.
Respons Pengamat
Sementara itu, pengamat pertanian, Khudori menilai, kerja sama Menteri Pertanian dan Kehutanan di KTT ASEAN juga harus memperhatikan kekurangan pangan di tingkat global.
"Saling membantu kalau ada kekurangan pasokan makanan karena jika ini tidak dilakukan, tidak akan ada prioritas langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hingga petani. Sehingga orientasi atau tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan petani adalah prioritas utama," katanya kepada PARBOABOA, Rabu (06/09/2023).
Khudori mengingatkan pemerintah Indonesia untuk memastikan ketersediaan air untuk mengairi pertanian masyarakat.
Apalagi di beberapa kesempatan, Pemerintah Indonesia mengklaim telah membangun sekian embung, bendungan, dan jaringan irigasi. Namun faktanya, lanjut dia, belum ada kenaikan produksi komoditas pangan.
"Hal ini ada kaitannya dengan hasil audit BPK berbagai tahun yang lalu ya. Dugaan saya dengan adanya kesimpulannya yang sangat cukup mencengangkan publik ini, hingga beberapa pembangunan infrastruktur, salah satunya irigasi tidak diketahui benefit-nya atau sumbangannya bagi peningkatan produksi pertanian," kesal Khudori.
Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan di Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia ini menduga, kondisi tersebut bisa disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti bendungan yang dibangun tidak dilengkapi jaringan irigasi. Sehingga air yang ditampung di bendungan tidak dimanfaatkan dengan baik.
"Ada pula irigasi primer dan sekunder sudah dibangun, tapi irigasi berikutnya, yakni tersier belum dibangun. Lagi-lagi air jadi tidak tersedia, bahkan ada juga jaringan irigasi dibangun jauh dari wilayah sawah yang dicetak," ungkap Khudori.
Ia berharap deklarasi KTT ASEAN bermanfaat untuk kebutuhan pangan dan kebutuhan pokok di Asia Tenggara dan dunia.
"Saya harap deklarasi ini menjadi bermanfaat ya untuk kebutuhan pokok dan pangan di seluruh dunia, jadi simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan," pungkas Khudori.
Editor: Kurniati