PARBOABOA, Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi buka suara soal angkutan pertambangan yang menggunakan jalanan umum sebagai lalu lintas hingga menyebabkan kemacetan dan jalan rusak.
Budi menyatakan bahwa pihaknya telah secara khusus memanggil Gubernur Provinsi Jambi, Kapolda, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna mencari jalan keluar dari persoalan tersebut.
Ia menjelaskan jika ada dilema terkait kesewenang-wenangan dari pemilik tambang batubara yang menggunakan jalanan umum sebagai lalu lintas kendaraan perusahaanya.
Padahal, lanjut Budi, pihak terkait telah memberikan solusi agar angkutan pertambangan menggunakan jalan ketika sidang dan malam hari, namun solusi tersebut tidak bekerja karena masih menyebabkan kemacetan.
“Sudah diberikan solusi untuk siang dan malam, tetapi tetap saja macet. Ada kesimpulan akhir yang kita dapatkan bahwa jalan yang terbaik untuk mereka mereka adalah satu membuat jalan dan yang kedua menggunakan jalan air atau sungai,” kata Budi dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI di Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/02/2023).
Oleh karena itu, Gubernur Jambi berjanji akan memberikan surat teguran di akhir Februari 2023 nanti.
Adapun inti dari surat teguran ini adalah jika pihak pertambangan tidak membuat jalan khusus atau menggunakan jalan air untuk lalu lintas angkutannya, maka Gubernur Jambi akan memberikan izin tersebut kepada pihak lain.
“Saya secara tegas menyampaikan kepada Gubernur Jambi dan Kapolda Jambi untuk melakukan law enforcement. Mereka harus membuat dua pilihan, lewat air atau lewat melalui pembuatan jalan khusus,” tukasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus meminta kepada pemerintah untuk bertindak tegas mengenai persoalan angkutan pertambangan dan perkebunan yang menggunakan jalan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun kasus jalanan umum yang rusak itu terjadi di Provinsi Jambi, di mana jalanan umum malah dipergunakan sebagai lalu lintas angkutan pertambangan batubara hingga menyebabkan kemacetan serta kerusakan.
“Hal ini kalau kategori hukum ini bukan lagi delik aduan dan sudah masuk pidana murni karena tindak pelanggaran itu nyata di depan mata. Terbuka di depan publik, ada pihak yang dirugikan dan disisi lain ada pihak yang diuntungkan. Padahal, di UU Jalan itu kan sudah dibuat boleh melakukan kegiatan pertambangan dan diangkut melewati jalan khusus, kan begitu aturan mainnya,” tegas Lasarus dalam rapat, Rabu (15/02/2023).
Editor: Maesa