PARBOABOA, Jakarta Mary Jane Fiesta Veloso, seorang warga Filipina, telah menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan hukum selama lebih dari satu dekade.
Sejak penangkapannya di Bandara Internasional Adisucipto, Yogyakarta, pada April 2010, ia harus menghadapi dakwaan berat sebagai penyelundup narkoba.
Namun, di balik kasusnya tersebut, Mary Jane terungkap sebagai korban perdagangan manusia yang direkrut dengan janji palsu dan dijebak hingga membawa koper berisi narkotika tanpa sepengetahuannya.
Tetapi, harapan baru muncul setelah pembebasannya yang akhirnya mengakhiri ketidakpastian panjang.
Mary Jane pun juga sempat menjadi sorotan karena kasusnya menunjukkan bagaimana para pekerja migran sering kali menjadi korban eksploitasi.
Dengan janji pekerjaan yang layak, mereka malah terjebak dalam situasi yang mengancam nyawa, dan situasi ini mencerminkan tantangan besar dalam melindungi hak pekerja migran di seluruh dunia.
Perjalanan Kasus
Kasus ini bermula ketika Mary Jane ditangkap karena membawa koper berisi 2,6 kilogram heroin, akan tetapi Mary Jane bersikeras bahwa ia tidak mengetahui isi dalam koper yang diberikan kepadanya itu.
Ia merasa ditipu oleh perekrutnya, Maria Kristina Sergio, yang disebut sebagai bagian dari jaringan perdagangan manusia.
Namun, pada 2011, pengadilan di Indonesia tetap memvonisnya dengan hukuman mati.
Putusan ini langsung mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah Filipina dan organisasi hak asasi manusia. Mary Jane dianggap sebagai korban yang dijebak dan dimanfaatkan oleh sindikat narkotika untuk kepentingan mereka.
Meski begitu, berbagai upaya hukum, termasuk banding dan peninjauan kembali, gagal mengubah status hukuman Mary Jane.
Pada April 2015, Mary Jane hampir menghadapi eksekusi bersama sejumlah terpidana mati lainnya. Namun, di menit-menit terakhir, eksekusi ditunda setelah ada permintaan dari pemerintah Filipina.
Maria Kristina Sergio, orang yang diduga merekrut Mary Jane, menyerahkan diri ke otoritas Filipina. Mary Jane kemudian dianggap sebagai saksi kunci dalam proses hukum di Filipina untuk membongkar jaringan perdagangan manusia.
Penundaan ini memberikan harapan baru bagi Mary Jane, tetapi juga memperpanjang ketidakpastian nasibnya.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa eksekusi akan ditunda hingga proses hukum terhadap perekrutnya selesai.
Setelah penundaan eksekusi, kasus Mary Jane terus lambat. Pada 2017, ia diberi kesempatan memberikan kesaksian melalui deposisi di pengadilan Filipina.
Kesaksian ini diharapkan membantu menguatkan dakwaan terhadap Maria Kristina Sergio. Namun pada saat itu, proses hukum di Filipina belum mencapai putusan final.
Selama bertahun-tahun, Mary Jane terus menjalani hari-harinya di Lapas Wirogunan, Yogyakarta. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah Filipina dan organisasi internasional pun terus mengalir.
Mereka menegaskan bahwa Mary Jane adalah korban perdagangan manusia yang seharusnya dilindungi, bukan dihukum mati.
Upaya diplomatik juga terus dilakukan untuk memastikan bahwa hukuman mati yang dijatuhkan tidak dilaksanakan.
Bebas dan Pulang ke Filipina
Akhirnya, pada Desember 2024, setelah hampir 15 tahun menjalani hukuman di Indonesia, Mary Jane Veloso dibebaskan dan dipulangkan ke Filipina.
Kepulangannya merupakan hasil negosiasi panjang antara pemerintah Indonesia dan Filipina, yang memungkinkan Mary Jane untuk kembali ke negaranya menjelang perayaan Natal.
Setibanya di Manila pada 18 Desember 2024, Mary Jane disambut oleh keluarganya dengan penuh haru.
Meski demikian, Mary Jane langsung dibawa ke fasilitas penjara khusus perempuan di Filipina untuk melanjutkan sisa hukumannya sesuai perjanjian kedua negara.
Ia dan keluarganya berharap Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., akan memberikan grasi sehingga Mary Jane dapat bebas sepenuhnya.
Kepulangannya juga menjadi simbol perjuangan pekerja migran yang sering kali menjadi korban eksploitasi oleh sindikat kriminal internasional.
Selain itu, kasus ini membuka mata dunia akan perlunya kerjasama antarnegara dalam melindungi pekerja migran.
Organisasi HAM menegaskan bahwa apa yang terjadi pada Mary Jane hanyalah salah satu dari ribuan kasus serupa yang sering kali tidak terungkap ke publik.
Mary Jane Veloso adalah cerminan betapa kompleksnya kasus perdagangan manusia yang melibatkan lintas negara.
Di satu sisi, ia dianggap bersalah atas kepemilikan narkoba. Di sisi lain, ia adalah korban eksploitasi yang dimanfaatkan oleh sindikat internasional.
Hingga kini, pertanyaan besar masih menggantung: apakah Mary Jane akan mendapatkan keadilan yang layak?
Kepulangannya membawa harapan baru, tidak hanya bagi keluarganya tetapi juga bagi pekerja migran lainnya.
Pemerintah Filipina, organisasi internasional, dan masyarakat dunia berharap kasus ini menjadi pengingat bahwa keadilan harus berpihak pada mereka yang benar-benar menjadi korban.
Waktu terus berjalan, tetapi setidaknya Mary Jane kini telah kembali ke tanah air, melanjutkan perjuangannya untuk kebebasan penuh.