PARBOABOA, Jakarta – Masyarakat Anti Korupsi Indoensia (MAKI) resmi melaporkan Menko Polhukam, Mahfud MD, Menkeu, Sri Mulyani, dan Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana ke Bareskrim Polri.
Laporan ini terkait dengan pembocoran data rahasia transaksi mencurigakan Rp349 triliun.
“Sesuai janji saya, saya hadir di Bareskrim hari ini untuk melaporkan dugaan tindak pidana membuka rahasia data atau keterangan hasil dari PPATK yang diduga dilakukan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana terus Menko Polhukam Pak Mahfud MD, terus Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani Indrawati,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam pernyataannya di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (28/03/2023).
Boyamin mengungkapkan bahwa laporan tersebut dibuat untuk membuktikan pernyataan dari anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan yang menyebut jika apa yang dilakukan oleh Mahfud, Sri Mulyani, dan Ivan itu telah melanggar UU dengan ancaman pidana penjara.
"Itu saya dapat rumusan dari mana? Dari rapat Komisi III DPR tanggal 22 Maret, yang 3 orang Pak Arteria Dahlan membacakan pasal tentang pidana, Pak Asrul Sani mengatakan Pak Mahfud tidak berwenang mengumumkan terus Pak Benny K Harman ada dugaan serangan politik pada Kemenkeu atau orang Kemenkeu,” tutur Boyamin.”
“Dari rumusan itu saya pura-pura atau sungguh merumuskan apa yang dikatakan temen-temen DPR itu sebagai sebuah tindak pidana dan saya laporkan ke Bareskrim," sambungnya.
Selain untuk membuktikan pernyataan anggota DPR, lanjutnya, laporan itu juga dibuat guna meredam kegaduhan di kalangan masyarakat terkait polemik transaksi mencurigakan yang diungkapkan oleh Mahfud MD dan Ivan Yustiavandana.
"Ini semua sudah diketahui khalayak, awalnya Pak Mahfud mendeclare ada Rp300 Triliun terkait dengan TPPU, terus belakangan jadi Rp349 Triliun, itu kan yang mendeclare termasuk Pak Ivan, artinya pak Mahfud dapat dari Pak Ivan," ucapnya.
Di sisi lain, alasan dari Boyamin turut melaporkan Sri Mulyani adalah buntut dari pernyataannya yang menyebut-nyebut figur berinisial SB dan DY terkait transaksi mencurigakan Rp9 miliar dan Rp1 miliar. Pasalnya, hal ini juga membuat publik heboh.
"Bu Sri Mulyani kenapa dilaporkan? Karena beliau menyebut nama inisial SB Rp9 Triliun dan DY sekitar Rp1 Triliun berapa. Itu ada makna maksimalis dan makna minimalis atau sempit atau diperluas kalau diperluas itu kan berarti seluruh petilang kecil aja dari yang hasil PPATK kan nggak boleh,” jelasnya.
“Tapi kalau sepanjang nggak nyebut nama lengkap baik nama orang atau perusahaan, modusnya, alirannya seperti apa jadi itu kan dianggap bukan membuka rahasia daripada ribut perdebatan terus antara pemerintah dan DPR udahlah saya ngalah lapor ke kepolisian jadi sederhananya gitu," lanjutnya.
Lebih lanjut, Boyamin berharap laporannya ditolak oleh pihak kepolisian sehingga dapat membuktikan bahwa apa yang dikatakan oleh Komisi III itu tidak benar.
"Sebenarnya saya lapor ini ke SPKT bikin LP mudah-mudahan ditolak, karena apa? Kalau ditolak berarti bukan pidana. Mana ada orang lapor malah berharap ditolak," paparnya.
Koordinator MAKI itu juga berharap dengan ditolaknya laporan tersebut maka Mahfud, Sri Mulyani, dan Ivan dapat segera menuntaskan perkara transaksi mencurigakan yang diduga menyeret pejabat-pejabat di pemerintahan.
Ia menambahkan, langkah ini merupakan suatu pembelaan dari dia untuk ketiganya.
"Ini logika terbalik saya dalam membela PPATK, Pak Mahfud dan Bu Sri Mulyani dengan harapan pencucian uang ini dibongkar habis. Siapa pelakunya, siapa Sampai siapa pelakunya, diproses hukum, yang harus dirampas oleh negara. Substansinya di situ. Jangan terbawa oleh suatu yang sifatnya oleh prosedur, dan dugaan politisasi, inilah tugas saya untuk menjembatani dan ikhtiar untuk melaporkan," pungkasnya.
Editor: Maesa