PARBOABOA, Jakarta - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, mengungkapkan kematian akibat rabies terjadi karena masyarakat tidak langsung melakukan pengobatan setelah digigit hewan penular rabies seperti anjing.
Dilansir dari keterangan tertulis di laman resmi Kemenkes Imran mengatakan, masyarakat merasa hanya terkena gigitan kecil dan tidak berdarah, sehingga tidak langsung diobati.
Kemudian setelah dalam kondisi parah, biasanya berselang sebulan setelah digigit, pasien baru di bawa ke fasilitas kesehatan (Faskes), namun keterlambatan penanganan ini menyebabkan pasien tidak dapat diselamatkan.
“Rata-rata mereka baru panik pergi ke Faskes setelah tahu anjing yang menggigitnya itu mati,” dikutip , Jumat (02/06/2023).
Di Indonesia sendiri, Imran mengungkapkan sudah ada sebelas kematian akibat rabies sejak Januari-April 2023.
Oleh karena itu, untuk menekan angka kematian akibat rabies, Imran menyarankan masyarakat yang terkena gigitan harus segera dibawa ke Fasker agar dilakukan uji luka secepat mungkin.
Sebagai langkah pertolongan pertama setelah digigit hewan penular rabies seperti anjing, dia menyarankan agar luka gigitan dicuci dengan dengan sabun/detergen pada air mengalir selama 15 menit, kemudian diberi antiseptik dan sejenisnya.
Imran menjelaskan, ada sejumlah gejala yang dialami seseorang yang terkena rabies, diantaranya demam, sakit kepala hebat, sakit tenggorokan, insomnia, badan lemas dan lesu, tidak nafsu makan, dan sering ditemukan nyeri.
Kemudian setelah dalam kondisi parah muncul rasa cemas, kesemutan atau rasa panas di lokasi gigitan, dan kemudian muncul fobia yaitu hidrofobia atau takut air, aerofobia atau ketakutan akan udara segar, dan fotofobia atau takut terhadap cahaya sebelum meninggal dunia.
Editor: Rini