PARBOABOA, Tokyo - Jepang memulai langkah kontroversial dengan melepaskan limbah air radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi ke Samudera Pasifik, Kamis (24/8/2023). Pemerintah Indonesia diimbau untuk segera merespon tindakan ini dengan sikap yang tegas.
Keputusan berani ini diambil sebagai bagian dari upaya penghentian PLTN Fukushima Daiichi setelah mengalami kerusakan akibat tsunami pada 2011. Meskipun pemerintah Jepang menyatakan bahwa pelepasan air ini aman, langkah tersebut tetap menimbulkan perdebatan.
Operator PLTN Tokyo Electric Power (Tepco) 9501.T melaporkan bahwa pelepasan pertama telah dimulai pada pukul 13.03 waktu setempat dan akan berlangsung selama 17 hari dengan total volume 7.800 meter kubik.
Hasil tes yang dirilis oleh Tepco pada hari yang sama menunjukkan, air yang dilepaskan mengandung sekitar 63 becquerel tritium per liter. Meskipun angka ini berada di bawah batas air minum yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 10.000 becquerel per liter, tritium tetaplah zat radioaktif.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah menyimpulkan bahwa dampak pelepasan air radioaktif ini terhadap manusia dan lingkungan dapat diabaikan. Selain itu, analisis independen juga mengonfirmasi bahwa konsentrasi tritium dalam air jauh di bawah batas yang ditetapkan.
Respon Pemerintah Indonesia
Marthin Hadiwinata, Koordinator Nasional EKOMARIN, dalam keterangan tertulisnya menyampaikan keprihatinan atas tindakan pelepasan air olahan yang terkontaminasi radiasi dari PLTN tersebut. Ia menekankan bahwa tindakan ini berpotensi mencemari perairan dan perikanan Indonesia, dan dapat dianggap sebagai pencemaran lintas batas negara.
Indonesia memiliki wilayah yang berada pada lintasan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, yang membuat pola arus mampu membawa air terkontaminasi masuk ke perairan Indonesia.
Dampaknya dapat dirasakan baik dalam jangka pendek melalui rantai makanan perikanan, maupun dalam jangka panjang dengan terakumulasinya zat radioaktif dalam jaringan tubuh manusia.
Marthin juga menyebutkan, beberapa spesies ikan bernilai ekonomis tinggi juga dapat terdampak. Beberapa dari ikan-ikan ini melakukan migrasi jauh dan singgah di Samudera Pasifik, seperti Ikan Madidihang atau Tuna sirip Kuning (Thunnus albacre).
Pihak EKOMARIN berpendapat bahwa tindakan Jepang tersebut tidak mencerminkan prinsip kehati-hatian, mengingat masih banyak keraguan dari pakar mengenai ancaman yang mungkin timbul akibat pelepasan air terkontaminasi radioaktif dari PLTN Fukushima.
Karena itu, Pemerintah Indonesia diimbau segera mengambil langkah tegas, termasuk memutuskan hubungan dagang terkait produk perikanan dari Jepang. Pemerintah juga diminta membawa masalah ini ke forum sengketa internasional serta menyampaikan protes diplomatik.
Latar Belakang Kasus PLTN Fukushima Daiichi
Pada Maret 2011, gempa bumi magnitudo 9 dan tsunami melanda Jepang, mengakibatkan kerusakan parah pada tiga reaktor di PLTN Fukushima Daiichi.
Pemerintah Jepang telah merencanakan pembuangan limbah radioaktif ini dua tahun lalu. Meskipun mendapat persetujuan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) bulan lalu, rencana ini tetap menjadi isu kontroversial dengan implikasi yang meluas.