PARBOABOA, Simalungun- Aktivis lingkungan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Tano Batak (AMAN TB), Doni Munthe menyatakan pesimis konflik agraria di Kabupaten Simalungun bisa selesai jika tidak ada keberpihakan pemerintah kabupaten.
Tercatat saat ini ada 63 kasus agraria belum terselesaikan dan menjadi pekerjaan rumah Kepolisian Resor (Polres) Simalungun. Sepanjang 2022 ada 325 konflik tanah terjadi dan sudah rampung baru 262 perkara.
"Data tersebut menunjukkan di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun sudah banyak konflik berbenturan dengan perusahaan dan masyarakat adat. Banyak kriminalisasi, intimidasi yg terjadi terutama kepada masyarakat adat," katanya kepada Parboaboa, Selasa (14/03/2023).
Doni menjelaskan, konflik agraria yg terjadi di Simalungun dan di daerah lain tidak akan selesai jika keberpihakan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) minim.
Dia mencontohkan yang terjadi di masyarakat adat Sihaporas dan masyarakat adat Dolok Parmonangan yang sudah bertahun-tahun dihadapkan dengan kriminalisasi, mulai dari intimidasi hingga dipenjara dengan alasan-alasan yang tidak masuk akal.
"Di mana wilayah adat Sihaporas dan Dolok parmonangan hampir seluruhnya masuk dalam kawan konsesi PT Toba Pulp Lestari Tbk seluas 2.050 hektare, yang banyak menimbulkan konflik tanpa ada penyelesaian," ucapnya.
Ia merinci pada Agustus 2022 lalu banyaknya aparat kepolisian Simalungun datang dengan pasukan berjumlah ratusan ke wilayah adat Sihaporas yang justru menimbulkan konflik bukan penyelesaian. Banyak ancaman dihadapi masyarakat kala itu, hingga korban luka akibat terkena peluru karet dan gas air mata. Kasusnya masih terus berlangsung.
"Jadi kalau memang sudah menyelesaikan kasus agraria harusnya data tersebut bisa di tunjukkan, tapi kalau sudah berbicara penyelesaian agraria di wilayah adat sampai sekarang ini belum ada penyelesaian," pungkasnya.
Editor: RW