PARBOABOA, Jakarta - Peraturan Presiden No 32 Tahun 2004 atau dikenal Perpres Publisher Rights telah ditandatangani Presiden Jokowi Februari 2024 lalu.
Perpres ini dibuat untuk mendukung serta menjamin karya jurnalisme berkualitas di Indonesia dengan berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi.
Salah satu masalah yang cukup mendapat perhatian adalah soal ketidakadilan antara perusahaan pers berskala raksasa (besar) dengan perusahan-perusahan pers yang masih merangkak.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan, melalui Perpres ini pihaknya akan mengurai sejumlah ketimpangan itu sehingga setiap perusahaan pers memiliki hak yang sama.
Hal itu ia kemukakan di acara jumpa pers pembentukan Gugus Tugas dan Tim Komite dalam rangka menindaklanjuti Perpres Publisher Rights di Gedung Dewan Pers, Kebun Sirih, Jakarta Pusat.
"Memberikan perlakukan yang adil kepada semua perusahaan pers, tidak memandang perusahaan pers besar maupun kecil," kata Ninik, Selasa (5/3/2024).
Ninik menegaskan, semua perusahaan pers harus diperlakukan secara sama dalam banyak hal, tanpa tebang pilih, "yang terpenting adalah perusahaan pers yang sudah terverifikasi."
Melalui tim yang dibentuk nanti, kata dia perusahaan-perusahaan pers yang selama ini belum terverifikasi akan dibantu, baik sisi kelengkapan administrasi maupun secara faktual.
Ini menjadi penting karena dalam Perpres baru itu, salah satu syarat mutlak untuk bisa menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan berbagai platform digital adalah perusahaan pers harus sudah terverifikasi.
"Berharap sekali komite ini juga nanti memfasilitasi kemudahan bagi kawan-kawan perusahaan pers yang belum melakukan kerjasama dengan perusahaan platform."
Ninik mengatakan dengan adanya kemudahan itu kedua belah pihak dapat mengakses porsi keadilan yang sama.
Dua Target Perpres
Ninik Rahayu menambahkan, Perpres Publisher Rights menarget dua hal penting, yaitu penciptaan ekosistem jurnalistik berkualitas dan adanya pembagian revenue yang adil bagi perusahaan pers dan perusahaan platform.
Dalam rangka itu, pihak-pihak yang nantinya duduk di Komite harus memiliki kualifikasi, pengetahuan dan daya dukung yang mumpuni sehingga dapat bekerja sebaik-baiknya.
Karena kebutuhannya ada dua yaitu soal jurnalisme berkualitas dan profesionalisme dalam bisnis, maka komposisi anggota komite tegas Ninik harus seimbang.
"Kalau komposisi yang memahami ekosistem misalnya 5, maka komposisi yang mengikuti profesi bisnisnya 5, begitupun misalnya, kalau 3 maka harus seimbang."
Pasal 14 perpres mengatur kualifikasi anggota komite harus terdiri dari tiga unsur.
Ketiganya harus terdiri dari dewan pers yang tidak mewakili perusahaan pers, kementerian dan pakar di bidang platform digital yang tidak terafiliasi dengan perusahaan.
Sementara itu jumlahnya harus sebanyak-banyak 11 orang dan bersifat gasal atau ganjil.
"Karena sebanyak 11 dan gasal syaratnya, bisa 11 bisa 9 bisa 7," kata Ninik.
Sementara itu, anggota Dewan Pers, Yadi Hendrayana mengatakan perkembangan proses pembentukan Gugus Tugas dan Komite sudah mencapai 50 persen.
Namun demikian, ia menegaskan Perpres Publisher Rights yang nanti akan ditindaklanjuti oleh tim Gugus Tugas adalah tanggung jawab platform digital terhadap jurnalisme berkualitas.
Dengan demikian, hal-hal lain diluar itu tidak menjadi kewenangan tim Gugus Tugas dan anggota Komite termasuk para konten kreator.
"Jadi produk yang non jurnalisme nggak ada di sini, termasuk konten kreator dan lain-lain nggak ada," tegas Yadi.
Terkait media sosial yang menyebarkan konten hoks seperti Instagram dan lain-lainnya, Yadi menegaskan akan diatur dalam aturan lain yang telah disiapkan oleh Dewan Pers.
Kecuali kalau platform-platform tersebut menyebarkan produk-produk jurnalisme.
"Kecuali kalau distribusi konten, misal yang disebar konten-konten jurnalistik, ya masuk," tegasnya.
Editor: Gregorius Agung