PARBOABOA, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti kendala yang dihadapi dalam upaya memberantas simpul-simpul Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dalam rapat terbatas (Ratas) mengenai pencegahan TPPO di Istana Merdeka, Jokowi menyebut bahwa kasus kriminal tersebut sering terkendala lantaran adanya masalah birokrasi dan dukungan dari pihak-pihak yang terlibat.
Untuk itu, Jokowi meminta kepada aparat pemerintah, khususnya Kepolisian Republik Indonesia (Polri), untuk tidak memberikan dukungan kepada pelaku TPPO.
“Presiden tadi memerintahkan kepada Kapolri tidak ada backing-backing-an karena semua tindakan yang tegas itu di-backing oleh negara,” tutur Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, Selasa (30/5/2023).
“Tidak ada backing-backing-an bagi penjahat, backing bagi kebenaran adalah negara, backing bagi penegakan hukum adalah negara,” lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Mahfud mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), terdapat 1.900 pekerja Indonesia yang pulang dalam keadaan meninggal dalam setahun terakhir karena menjadi korban TPPO.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT) saja, kata dia, jumlah mayat pekerja migran yang pulang telah mencapai 55 orang sejak Januari hingga Mei.
Data tersebut kemudian menjadi bekal Jokowi untuk merestrukturisasi tim TPPO. Mahfud mengatakan, Jokowi ingin tim tersebut dapat bekerja lebih keras untuk mencegah perdagangan orang dan melindungi pekerja migran Indonesia.
"Kemudian memerintahkan ada langkah-langkah cepat dalam sebulan ini untuk menunjukkan kepada publik bahwa negara, kepolisian, TNI, dan aparat pemerintah lain itu bertindak cepat dan hadir untuk ini," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, mengungkapkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, lembaganya telah menangani sekitar 94 ribu pekerja migran Indonesia (PMI) yang dideportasi dari negara-negara Timur Tengah dan Asia.
Dari jumlah tersebut, sekitar 90 persen di antaranya berangkat secara tidak resmi dan diduga diberangkatkan oleh sindikat penempatan ilegal PMI.
Menurut Benny, praktik penempatan ilegal PMI ini telah diingatkan oleh World Bank pada tahun 2017. Di mana terdapat sekitar 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri, sementara yang tercatat secara resmi di SISKOP2MI (Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) hanya sekitar 4,7 juta orang.
Hal ini menunjukkan ada sekitar 4,3 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan cara yang tidak sesuai prosedur dan diduga diberangkatkan oleh sindikat penempatan ilegal.
Editor: Sondang