PARBOABOA, Jakarta – Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) terus meneguhkan diri untuk bergerak maju di tengah keterbatasan.
Menurut Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, ada tujuh tantangan dari eksternal yang mencerminkan kondisi politik, kebijakan, infrastruktur layanan, birokrasi dan kelembagaan, kondisi masyarakat sipil, pengelolaan pengetahuan dan juga kondisi internal Komnas Perempuan.
“Keterbatasan internal pada aspek sumber daya manusia dan anggaran telah menghambat Komnas Perempuan untuk bisa lebih tanggap, lebih inklusif, lebih menjangkau hingga pelosok nusantara dan daerah-daerah kepulauan yang terdepan Indonesia," katanya, Jumat (14/4/2023).
Juga untuk lebih mampu mengembangkan kemitraan yang intensif sehingga gerak langkah kita bersama menjadi lebih optimal, imbuh Andy.
Ia melanjutkan, konsultasi publik menjadi ruang mendapatkan masukan untuk strategi-strategi Komnas Perempuan ke depan.
“Mekanisme konsultasi publik yang diwariskan sejak periode pertama Komnas Perempuan, dua puluh lima tahun yang lalu, sebagai cara untuk mengembangkan akuntabilitas publik,” tambah Andy Yentriyani.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Salampessy menambahkan, di eksternal, kerja-kerja Komnas Perempuan berhadapan dengan Konsolidasi komitmen pemerintah, legislatif dan yudikatif dalam pemenuhan dan penegakan HAM yang masih rendah.
Apalagi, lanjut Olivia, pemerintah daerah juga masih enggan menindaklanjuti UU TPKS.
“Tahun 2022 Komnas Perempuan juga menghadapi kesenjangan yang signifikan antara dinamika perubahan sistem administrasi pemerintahan dengan kecepatan adaptasi birokrasi Komnas Perempuan dan Komnas HAM,” kata dia.
Di tengah tantangan eksternal dan internal tersebut, Komnas Perempuan mencatatkan keberhasilan advokasi kebijakan dengan lahirnya UU TPKS dan juga sejumlah adopsi pemikiran untuk perbaikan dalam revisi KUHP di 2022.
Wakil Ketua Komnas Perempuan lainnya, Mariana Amiruddin menambahkan, selain rekomendasi yang ditindaklanjuti, capaian Komnas Perempuan di 2022 juga ditunjukkan dengan keberhasilan menghasilkan sejumlah sumber pengetahuan, rujukan informasi dan alat kerja terkait upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan.
“Capaian juga tampak pada tata kelola kelembagaan yang semakin meningkat dan penyikapan pengaduan kasus lebih cepat. Pada tahun 2022, sekurangnya Komnas Perempuan menerima pengaduan 12 kasus per hari,” jelas dia.
Mariana menjelaskan, semua capaian itu merupakan modalitas bagi Komnas Perempuan melanjutkan perjuangan di 2023, 25 tahun reformasi dan menyongsong tahun politik Indonesia.
“Percepatan perubahan Perpres Komnas Perempuan untuk penambahan jumlah Badan Pekerja dan perbaikan kesejahteraan staf adalah dukungan penting untuk dapat mencapai lebih optimal misinya di tengah tantangan-tantangan ke depan,” imbuhnya.
Di sisi lain, Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Erwan Agus Purwanto menyatakan kementeriannya siap mendukung penguatan kelembagaan Komnas Perempuan. Terutama isu kekerasan terhadap perempuan.
“Kami mengapresiasi kinerja yang telah dihasilkan Komnas Perempuan dalam merespons isu pemberdayaan perempuan dan pengaduan kekerasan terhadap perempuan," jelasnya.
Sehingga dengan advokasi dari KemenPAN RB, status program Komnas Perempuan akan semakin kuat, tambah dia.
Editor: Kurnia Ismain