PARBOABOA, Jakarta - Kasus kematian belasan ribu ternak babi di Luwu Timur, kata Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, terjadi karena masyarakat tidak mengetahui virus African Swine Fever (ASF) atau virus demam babi Afrika.
Selain itu, menurutnya, kebanyakan masayarakat juga belum mengetahui ciri-ciri daging terinfeksi, gejala ternak yang terpapar, dan bagaimana penanganan awal yang tepat untuk ternak.
Hal ini, kata Netty merupakan dampak minimnya edukasi yang dilakukan pemerintah. Padahal virus ini menyebabkan kematian pada 100 persen pada komunitas ternak yang terjangkit, meski belum ditemukan menular pada manusia.
Salah satu media penularan virus ini, kata Netty bersumber dari makanan sisa. Di mana, setelah ternak yang sehat diberi makanan sisa yang mengandung daging babi akan langsung terpapar.
“Virus dapat bertahan lama pada babi yang sudah mati atau di lingkungan. Ternak sehat yang memakan sisa-sisa makanan bercampur daging babi terinfeksi ASF akan langsung terpapar," ujarnya, dikutip dari laman Parlementaria, Jumat (19/05/2023).
Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah untuk mensosialisasikannya ke masyarakat di daerah dengan tingkat konsumsi daging babi tinggi.
Netty juga meminta Kementerian atau lembaga pemerintah terkait agar saling bersinergi dan berkoordinasi guna memperbaiki tata kelola kesehatan hewan di Indonesia, karena kasus kematian massal ternak babi ini memberikan dampak besar bagi perekonomian,
Dia mencontohkan, Singapura yang langsung menyetop impor babi dari Indonesia setelah ditemukan virus ASF pada babi di Pulau Bulan, Batam.
Padahal sebelumnya Pulau Bulan sudah ditetapkan sebagai kompartemen bebas ASF dengan Keputusan Menteri Pertanian tahun 2021.
“Jangan sampai kelalaian kita menyebabkan potensi peternakan kita sebagai penyumbang pendapatan negara terganggu," tandas Netty.