Brain Rot: Ketika Layar Mengambil Alih Kendali Hidup Kita

Ilustrasi Seorang Anak Yang Mengalami Brain Rot Akibat Terlalu Banyak Menggunakan Gadget. (Foto: Pexels/@Tima Miroshnichenko)

PARBOABOA, Jakarta - Belakangan ini, istilah "brain rot" kian populer di kalangan pengguna media sosial, terutama pada generasi z ataupun generasi alpha.

Brain rot adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang merasa pikirannya menjadi "tidak produktif" atau "terjebak" akibat terlalu banyak mengonsumsi hiburan digital.

Aktivitas seperti scrolling tanpa henti di media sosial, binge-watching serial TV, ataupun bermain video game berjam-jam dapat menjadi penyebab utamanya.

Apa yang awalnya dianggap sebagai candaan ringan kini bertransformasi menjadi fenomena yang cukup mengkhawatirkan karena dampaknya yang nyata pada produktivitas dan kesehatan mental.

Awalnya, istilah "brain rot" muncul dari lelucon internet, dengan ungkapan seperti "otak saya busuk gara-gara TikTok" atau "drama ini bikin otak saya rusak" sering dilontarkan sebagai respons terhadap konsumsi konten yang terasa ringan tetapi menguras waktu.

Namun, lama-kelamaan, banyak yang mulai menyadari bahwa konsumsi berlebihan semacam ini punya efek samping yang serius.

Aktivitas pasif seperti ini bisa diibaratkan sebagai junk food untuk otak: nikmat di awal, tetapi tidak memberikan "nutrisi" yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mental.

Jadi, apa sebenarnya yang membuat brain rot menjadi fenomena yang terus berkembang? Salah satunya adalah algoritma media sosial yang begitu canggih, dan dirancang untuk membuat pengguna terus-menerus terlibat.

Setiap kali Anda menonton video pendek atau membaca meme lucu, otak Anda akan melepaskan dopamin, dan zat kimia yang memberikan rasa senang instan.

Efek ini pun menciptakan lingkaran kecanduan yang sulit dihentikan. Ditambah lagi, pandemi COVID-19 memperburuk keadaan.

Selama masa isolasi, banyak orang beralih ke hiburan digital untuk mengisi kekosongan, dan kebiasaan ini bertahan hingga kini.

Algoritma ini tidak hanya sekedar menawarkan hiburan, tetapi juga dirancang untuk terus memahami kebiasaan pengguna sehingga konten yang diberikan menjadi semakin sulit untuk ditolak.

Situasi ini pun membuat banyak orang merasa "terperangkap" dalam siklus hiburan digital yang tiada henti.

Dampak dari brain rot jelas sangat amat terasa. Banyak yang mengeluh kesulitan fokus pada tugas penting, kehilangan motivasi, dan mengalami kelelahan mental.

Terlalu sering berpindah dari satu konten ke konten lain ternyata juga dapat membuat otak kehilangan kemampuannya untuk berkonsentrasi lama.

Mereka yang mengalami brain rot juga sering merasa tak lagi menikmati hobi atau kegiatan produktif seperti sebelumnya.

Ironisnya, hiburan yang semestinya menjadi cara untuk menyegarkan pikiran malah membuat otak semakin lelah.

Kondisi ini seringkali berdampak pada hubungan sosial karena waktu yang seharusnya dihabiskan untuk interaksi nyata digantikan dengan waktu di depan layar.

Selain itu, efek jangka panjang seperti kurangnya kemampuan berpikir kritis dan kreativitas juga mulai menjadi perhatian para ahli.

Namun, semua itu bukan tanpa Solusi, karena ada beberapa cara sederhana untuk melawan efek brain rot.

Langkah pertama adalah mengurangi waktu layar dengan mengatur batasan harian pada aplikasi atau memberi jeda waktu tanpa gawai.

Selain itu, cobalah menggantinya dengan aktivitas yang lebih interaktif seperti membaca buku, menggambar, atau berolahraga.

Satu hari dalam seminggu tanpa media sosial bisa memberi ruang bagi otak untuk beristirahat. Latihan mindfulness atau meditasi juga bisa membantu mengembalikan fokus dan ketenangan.

Menjadwalkan waktu untuk bertemu teman atau keluarga tanpa gangguan layar juga dapat membantu mengembalikan koneksi sosial yang hilang.

Brain rot adalah pengingat bahwa hiburan digital, meski menyenangkan, tetap harus digunakan secara bijak, karena keseimbangan akan tetap menjadi kunci utama.

Berikan ruang untuk aktivitas yang menantang otak dan mengasah kreativitas. Jangan biarkan hiburan sepenuhnya menguasai pikiran Anda . Cobalah sesekali, beri otak Anda kesempatan untuk bernapas dan tumbuh lebih sehat.

Dengan kesadaran yang lebih baik dan perubahan kecil dalam kebiasaan sehari-hari, kita semua bisa keluar dari jebakan brain rot dan kembali mengontrol cara kita memanfaatkan waktu.

Editor: Luna
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS