PARBOABOA - Induk perusahaan Shopee, Sea Ltd yang diketuai oleh miliarder Singapura, Forrest Li baru saja mengumumkan telah menutup unit Shopee India.
Hal ini dikarenakan raksasa teknologi yang merugi itu mengkonsolidasikan bisnis e-commerce menyusul ekspansi global yang agresif dalam beberapa tahun terakhir.
“Mengingat ketidakpastian pasar global, kami telah memutuskan untuk menutup inisiatif Shopee India tahap awal kami,” kata Sea dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Forbes.
"Selama masa transisi ini, kami akan fokus untuk mendukung komunitas penjual dan pembeli lokal kami serta tim lokal kami untuk membuat prosesnya semulus mungkin. Kami akan terus memfokuskan upaya kami untuk memberikan dampak positif bagi komunitas global kami, sejalan dengan misi kami untuk memperbaiki kehidupan mereka yang kurang terlayani melalui teknologi."
Dalam pernyataan resmi, alasan Shopee tutup di India adalah karena ketidakpastian pasar global. Namun menurut Reuters, Shopee mundur dari India karena pertumbuhan bisnis yang rendah sehingga perusahaan merugi.
Ada pula spekulasi yang menyebutkan bahwa mundurnya Shopee dari India terkait dengan larangan game Free Fire milik Sea Group oleh pemerintah India.
Game Free Fire merupakan salah satu dari 54 aplikasi yang dilarang di India, karena diyakini mengirim data pengguna ke server di China.
Sea Group sendiri menegaskan bahwa mundurnya penutupan Shopee di India tidak terkait dengan larangan game Free Fire.
Menurut analis Citi, Alicia Yap, tidak ada bukti yang jelas bahwa keputusan Shopee tutup di India disebabkan tekanan pemerintah setempat atau faktor operasional lainnya.
Sea, yang sebagian dimiliki oleh raksasa teknologi China Tencent Holdings, akan mulai menarik diri dari India setelah hampir enam bulan setelah meluncurkan layanan e-commerce di negara terpadat kedua di dunia itu pada Oktober.
Penutupan tersebut menyusul keluarnya Shopee dari Prancis awal bulan ini karena perusahaan e-commerce itu berfokus pada pertumbuhan pasar di Brasil, Asia Tenggara, dan Taiwan.
Perusahaan ini memulai debutnya di Bursa Efek New York pada tahun 2017 dan dengan cepat menjadi perusahaan teknologi paling berharga di Asia Tenggara dengan saham melonjak ke level tertinggi menjadi sebesar USD366,99 per saham pada Oktober 2021 karena pandemi mendorong permintaan untuk game online, e-commerce dan bisnis pembayaran digital.
Namun, sejak itu, saham Sea telah merosot lebih dari 60% karena gabungan beberapa faktor, mulai dari Tencent mengurangi kepemilikannya, game seluler andalan mereka, Free Fire dilarang di India dan kerugian bersihnya pun melebar.
Sementara pendapatan grup meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar USD10 miliar (Rp143 triliun) pada tahun 2021, kerugian bersihnya melebar menjadi USD2 miliar (Rp28,7 triliun) dari USD1,6 miliar (Rp22 triliun).
Ketidakpastian menyeret kekayaan tiga pendiri miliarder perusahaan, dengan kekayaan bersih real-time dari ketua Sea, Forrest Li jatuh menjadi USD6,5 miliar (Rp93 triliun) minggu ini dari USD15,9 miliar (Rp228 triliun) pada Agustus ketika daftar 50 Orang Terkaya Singapura diterbitkan.
Sea sendiri tidak hanya memiliki Shopee, tetapi juga memiliki SeaMoney, perusahaan layanan internet yang berspesialisasi dalam pembayaran digital dan layanan keuangan; serta Garena, hiburan digital Sea yang mendistribusikan game.