PARBOABOA, Langkat - Kasus penemuan kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin masih berlanjut. Kali ini Komnas HAM beberkan sejumlah bentuk penyiksaan dan alat yang digunakan untuk menyiksa penghuni kerangkeng tersebut.
Menurut seorang Analis Pelanggaran HAM Komnas HAM Yasdad Al Farisi ada sebanyak 26 bentuk penyiksaan yang merendahkan martabat penghuni kerangkeng.
Adapun ke 26 bentuk tersebut yakni, dipukuli di bagian rusuk, kepala, muka, rahang, bibir, ditempeleng, ditendang, diceburkan ke dalam kolam ikan, direndam, diperintahkan bergelantungan seperti monyet atau dengan istilah gantung monyet, dicambuk anggota tubuhnya menggunakan selang, mata dilakban, dan kaki dipukul menggunakan palu hingga kuku jari copot, dipaksa tidur di atas daun atau ulat jelatang, dan dipaksa makan cabe.
Yasdad juga menjelaskan ada sebanyak 18 alat yang digunakan dalam tindakan kekerasan, yakni selang, cabai, ulat gatal, daun jelatang, besi panas, lilin, jeruk nipis, garam, plastik yang dilelehkan, palu, rokok, korek, tang, batako dan alat setrum, kerangkeng, dan kolam.
Tak hanya itu, terdapat beberapa istilah kekerasan dalam lingkungan kerangkeng, yakni mos, gantung monyet, sikap tobat, dan dua setengan kancing. Akibat kekerasan tersebut, menimbulkan bekas di bagian tubuh penghuni dan memiliki dampak traumatis akibat kekerasan, bahkan ada penghuni yang mencoba bunuh diri.
Yasdad mengatakan bahwa dalam penyiksaan tersebut ditemukan juga pola kekerasan di beberapa konteks yakni, penjemputan paksa penghuni kerangkeng, periode awal masuk kerangkeng, pelanggaran aturan pengurus kerangkeng, melawan pengurus, dan perilaku perpeloncoan dari senior.
Tak sampai disitu, ia juga menjelaskan bahwa para penghuni yang baru masuk akan mendapatkan tindakan kekerasan dengan intensitas tinggi.
"Proses masuk kerangkeng itu melibatkan dokumen saran atau rekomendasi dari pihak lain seperti Polsek, unsur pemerintahan desa, dan ormas setempat," ucapnya.