PARBOABOA, Medan – Komoditas pangan strategis seperti daging ayam, bawang merah dan cabai merah diperkirakan akan memberikan sumbangan inflasi bagi Sumatera Utara.
Dari ketiga komoditas itu, cabai merah mengalami kenaikan tertinggi yaitu 36 persen. Sedangkan bawang merah naik di angka 32 persen.
Sama halnya dengan daging ayam yang mengalami kenaikan sebesar 14.4 persen dalam satu bulan terakhir.
Di sisi lain, komoditas pangan strategis yang diproyeksikan menyumbang deflasi adalah cabai rawit yang mengalami penurunan harga hingga 13 persen serta daging sapi yang turun tipis di angka 1.5 persen.
Komoditas lainnya seperti ikan dencis, tongkol dan tomat diperkirakan juga akan menyumbangkan deflasi bagi Sumatera Utara.
Walau begitu, sangat disayangkan Sumatera Utara diproyeksikan akan tetap mengalami inflasi pada bulan Mei 2024.
Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin mengatakan Sumatera Utara diproyeksikan akan merealisasikan inflasi maksimal 0.2 persen secara bulanan atau month to month.
“Selain komoditas pangan itu, emas juga menyumbang inflasi di bulan Mei ini,” ujar Gunawan Benjamin kepada PARBOABOA, Jumat (31/05/2024).
Gunawan Benjamin memaparkan, untuk komoditas pangan lainnya seperti telur ayam, bawang putih, minyak goreng, gula pasir dan beras masih terpantau bergerak stabil.
“Saya menilai inflasi di Sumatera Utara terjadi dikarenakan adanya tarikan harga komoditas di luar Sumut seperti cabai merah dan bawang merah,” jelas Gunawan Benjamin.
Gunawan Benjamin menyebutkan, pada dasarnya Sumatera Utara memang sebagian kebutuhannya bergantung dari wilayah lain.
Tari Lubis, seorang ibu rumah tangga yang ditemui saat sedang berbelanja di pasar ikan tradisional mengeluhkan harga beberapa komoditas pangan yang belum mengalami penurunan malah sebaliknya.
Misalnya harga cabai merah yang hari ini dijual di harga Rp60 ribu per kilogramnya. “Saya beli seperempat saja cabai merah itu harganya Rp16 sampai Rp17 ribu,” katanya.
Sedangkan untuk harga daging ayam masih berada di angka Rp37 sampai Rp40 ribu per kilogramnya. “Ayam potong sudah lama mahal, nggak turun-turun walaupun nggak ada perayaan hari besar keagamaan,” tuturnya.
Sementara untuk harga ikan yang sempat mengalami penurunan harga yang cukup signifikan, kini semakin merangkak naik.
“Sekarang harga apapun mahal. Harga yang murah ya cuma harga diri,” singkatnya.
Hal senada diungkapkan seorang ibu dua anak yang sedang berbelanja ikan, Purnama boru Siahaan. Ia mengaku sudah sebulan ini mengurangi konsumsi ayam potong karena harga yang tidak turun.
Menurutnya, harga ikan masih cukup bervariasi meskipun sudah mulai beranjak naik dari sebelumnya turun.
“Ikan masih banyak variasi harganya, dencis dungun bisa dibeli kalau dencis pulpen mahal. Ikan lele bisa dibeli kalau ikan nila mahal. Kalau ayam potong kan, tetap mahal terus harganya sampai sekarang,” jelasnya.
Purnama mengeluhkan berbagai kebutuhan masyarakat yang tak kunjung turun harga. Pasalnya, pendapatan juga tidak mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
“Pengeluaran bertambah pendapatan berkurang,” katanya.
Purnama berharap pemerintah bisa lebih fokus mengendalikan harga komoditas pangan di tengah masyarakat daripada sibuk mengurusi Tapera atau hal lain yang tidak penting.
“Kalau Tapera yang narik-narik uang pekerja cepat kali mereka, kalau menurunkan harga bahan pangan sampai sekarang nggak jelas. Entahlah aku lihat kondisi sekarang,” tandasnya.
Editor: Fika