PARBOBOA, Jakarta - Wabah penyakit darah pisang (Blood Disease of Banana/BDB) membawa dampak serius bagi para petani di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam catatan Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur, sebanyak 1050 hektar areal perkebunan pisang di wilayah tersebut telah terserang wabah.
Akibatnya, dalam kurun waktu dua tahun, kerugian secara ekonomi sangat dirasakan oleh para petani yang menggantungkan hidup pada tanaman pisang.
Persoalan ini mendapat perhatian serius dari Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (Forkoma PMKRI) Manggarai Timur.
Ketua Forkoma PMKRI Manggarai Timur, Yustinus Rani mengatakan, pemerintah tidak boleh tinggal diam dan sesegera mungkin menggandeng DPRD memikirkan langkah-langkah strategis untuk memutus mata rantai penyakit pisang di daerah tersebut.
"Pemda Matim segera ambil langkah cepat untuk membantu petani pisang yang terdampak wabah virus," tegas Yustinus kepada PARBOABOA, Rabu (11/10/2023).
Yustinus mengatakan, berdasarkan hitungan Forkoma, kerugian akibat wabah pisang ini mencapai Rp 88 miliar lebih dalam setahun.
Menurutnya, kalau setiap satu hektar perkebunan pisang ditanam 100 rumpun maka pada setiap musimnya bisa memproduksi 200 tandan.
Jumlah ini, kata dia, dikalikan 1050 hektare lalu dikalikan lagi harga setiap tandan dengan pasaran Rp35 ribu per tandan.
"Maka setiap bulan kita kehilangan uang kurang lebih Rp7,35 iiliar atau Rp88 miliar lebih setiap tahun,"
Alumni PMKRI Cabang Kupang itu mengatakan, selain kerugian secara ekonomi, banyak petani yang harus kehilangan penghasilan setelah pisang milik mereka tidak lagi bisa dipanen.
Yustinus mengaku sudah menggelar audiensi dengan Komisi B DPRD Manggarai Timur untuk menyikap masalah tersebut dengan menghadirkan beberapa petani pisang yang terdampak dari Kecamatan Kota Komba pada Rabu (11/10/2023).
Dalam audiensi tersebut, Forkoma PMKRI Manggarai Timur juga memberikan sejumlah rekomendasi untuk bisa ditindaklanjuti sebagai upaya menangani wabah BDB yang terjadi saat ini.
Butuh Langkah Serius Pemerintah
Sementara itu, Anggota DPRD dari PDIP, Salesius Medi mengatakan, masalah wabah pisang di Manggarai Timur telah lama terjadi. Namun, pemerintah seakan tidak peka dengan persoalan tersebut.
Menurut Salesius, pemerintah mestinya mempunyai kepedulian terhadap persoalan yang dialami oleh masyarakat.
"Menurut saya persoalan pisang ini karena pemerintah tidak memiliki kepedulian terhadap masalah yang terjadi di masyarakat," kata Salesius kepada PARBOABOA, Rabu (11/10/2023).
Salesius mengatakan, DPRD sejauh ini sudah menjalankan fungsinya untuk menyerap aspirasi masyarakat di kalangan akar rumput.
Namun, kata dia, keputusan terkait pengambilan kebijakan nantinya tetap berada di tangan Pemerintah Manggarai Timur.
"Kami di DPRD hanya bisa mendorong, hanya bisa menyerap aspirasi masyarakat kita. Pemerintah yang menjadi penentu," kata Salesius.
Menaganggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pertanian Manggarai Timur, John Sentis mengatakan, pihaknya sudah melakukan serangkaian proses sejak wabah ini dilaporkan pada Juli 2022 lalu.
"Kita lakukan identifikasi dan observasi penyebab penyakit di lokasi pertama ditemukan penyakit dan setelah observasi diketahui jenis penyakit yang serang tanaman pisang yaitu penyakit layu bakteri atau penyakit darah," ungkap John kepada PARBOABOA, Rabu (11/10/2023).
Menurut John, Dinas Pertanian Manggarai Timur juga sudah melaporkan masalah tersebut ke sejumlah steakholder dan meminta dukungan teknis.
Mulai dari Dinas pertanian Provinsi NTT, Kementrian Pertanian, Universitas Nusa Cendana Kupang, hingga Balai Tanaman Buah di Solok Sumatra Barat.
"Dari laporan yang disampaikan semuanya merespon dengan memberikan rekomendasi teknis terkait pengendalian penyakit layu bakteri dan mengirimkan tim ke Matim untuk observasi penyakit dan material untuk pengendalian penyakit," kata John.
John mengatakan, Direktur Perlindungan Tanaman Hortikultura Ditjen Hortikultura Kementan juga melakukan kunjungi ke Manggarai Timur pada Juli 2023 lalu.
"Bertemu langsung dengan petani pisang, PPL, POPT dan jajaran Dinas Pertanian di Desa Compang Ndejing dan memberikan sosialisasi teknis pengendalian penyakit," kata John.
Namun, John belum merespon pertanyaan PARBOBOA soal apakah ada langkah konkrit pemerintah terkait nasib para petani pisang yang terdampak wabah tersebut.
Pengendalian Penyakit Darah Tanaman Pisang
Mengutip laman resmi Universitas Gadjah Mada (UGM), Pakar Ilmu Penyakit Tumbuhan, Prof. Siti Subandiyah menjelaskan, pengendalian penyakit darah tanaman pisang dapat dilakukan dengan memotong jantung pisang setelah selesai pembuahan.
Kemudian, buahnya digerondong agar terhindar dari kunjungan serangga. Sementara utuk eradikasi terhadap sisa-sisa tanaman sakit, kata dia, bisa dilakukan dengan memendam atau membakarnya.
Menurutnya, penyakit ini disebabkan oleh bakteri Ralstonia syzygii subsp celebesensis (Rsc), sebuah patogen yang menjadi penyebab penyakit darah pada pisang.
Infeksi Rsc ini, kata dia, sering dijumpai pada jenis pisang Kepok atau jenis pisang yang sering digunakan sebagai bahan baku produk pisang olahan.
Menurut Prof. Siti, hal ini disebabkan oleh penyebaran BDB oleh serangga pengunjung bunga jantung yang relatif lebih menyukai bunga jantung jenis-jenis pisang olahan.
Guru Besar Fakultas Pertanian UGM itu mengatakan, salah satu gejala BDB ditunjukkan dengan keluarnya getah berwarna kemerahan seperti darah pada bonggol atau batang asli dari tanaman yang sakit.
Kemudian terdapat kerusakan pada daging buah pisang yang membusuk, berwarna kecoklatan dan layu pada daun.
Selain itu, pada pohon yang sakit ditebang akan tampak pembusukan dengan garis-garis bersambung berwarna coklat kemerahan.
Editor: Andy Tandang