PARBOABOA, Jakarta - Sejak awal pemerintahannya, Presiden Jokowi gencar membangun Tol Laut untuk menekan disparitas harga.
Namun begitu, sebagian masyarakat tetap mempertanyakan efektivitas program ini.
Mereka meragukan, benarkah Tol Laut berpihak kepada masyarakat di wilayah terluar, terdepan, tertinggal, dan Perbatasan (3TP) yang selama ini berjibaku menghadapi melambungnya harga sejumlah kebutuhan pokok.
Menanggapi itu, Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi, mengatakan program Tol Laut berhasil mengurangi disparitas harga khususnya di wilayah Indonesia Timur.
Ia memang mengakui, selama ini terdapat perbedaan harga yang cukup signifikan di wilayah-wilayah tersebut dengan wilayah bagian barat.
Namun sekarang, demikian ia menegaskan, dengan adanya Tol Laut terjadi penurunan harga kebutuhan pokok sebesar 30% di wilayah 3TP.
"Ini sangat membantu dalam menurunkan inflasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata dia dalam diskusi daring bersama FMB9, Senin (30/9/2024).
Menurut Budi, pencapaian ini tak lepas dari peningkatan konektivitas yang semakin meluas, di mana program Tol Laut telah menghubungkan 115 pelabuhan di seluruh Indonesia melalui 39 trayek aktif.
Ia juga mengklaim, distribusi barang di wilayah yang sebelumnya terisolasi, seperti Papua dan Maluku, sekarang menjadi lebih merata.
Program Tol Laut juga diklaim memberikan dampak besar bagi industri kecil dan menengah (UKM) di berbagai daerah.
Produk-produk lokal seperti ikan dari Maluku, rumput laut dari Nusa Tenggara, hingga beras dari Merauke, kata Budi, kini lebih mudah menjangkau pasar di seluruh Indonesia.
Dengan kemudahan distribusi ini, pertumbuhan ekonomi di wilayah 3TP pun semakin terlihat. Meski beberapa daerah seperti NTT dan Papua masih tercatat sebagai wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi, kehadiran Tol Laut setidaknya mulai membuka peluang ekonomi baru yang menjanjikan.
Di Kupang, misalnya, terang Budi, industri kecil semakin berkembang berkat akses distribusi yang lebih baik. Ini menjadi langkah awal yang signifikan dalam mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah.
"Ini adalah langkah awal yang penting untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah," pungkas Budi.
Budi berharap, program Tol Laut akan terus diperluas. Pihaknya, tegas dia, menargetkan penambahan trayek hingga 10-25% dalam beberapa tahun ke depan, "terutama untuk wilayah-wilayah yang masih belum terjangkau secara optimal."
Di Balik klaim sukses Tol Laut, tetap ada tantangan yang perlu segera dibenahi.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI, Moga Simatupang, menyebut salah satu tantangan itu adalah masalah muatan balik.
Ia mencontohkan, kapal-kapal yang mengirim barang ke Indonesia Timur seringkali kembali dengan muatan kosong. Menurutnya ini hanya akan meningkatkan biaya logistik.
Lantas ia menyarankan pemerintah daerah dan pelaku usaha setempat "mengoptimalkan potensi produk daerah yang bisa diangkut sebagai muatan balik."
Padahal, menurutnya, daerah-daerah seperti Papua, Maluku, dan NTT sebenarnya memiliki banyak potensi, seperti hasil perikanan dan produk pertanian. Jika saja Pemda dapat memetakan potensi produk unggulannya, maka produk-produk ini bisa dioptimalkan sebagai muatan balik.
Sebagai bagian dari upaya memaksimalkan manfaat Tol Laut, Kementerian Perdagangan meluncurkan program Sistem Informasi Gerai Maritim (SIGM).
Program ini, kata Moga, bertujuan untuk mengembangkan produk lokal dari daerah-daerah yang dilayani Tol Laut dan membantu memperlancar distribusinya, baik ke pasar domestik maupun internasional.
Melalui SIGM, produk unggulan dari berbagai wilayah diidentifikasi dan dipromosikan, sehingga bisa menjangkau pasar yang lebih luas.
Selain itu, Gerai Maritim juga mendorong pengusaha UKM di daerah untuk lebih terlibat dalam perdagangan antar pulau.
Langkah ini membuka peluang ekonomi baru bagi UKM lokal dan meningkatkan daya saing produk mereka di pasar nasional.
Dengan memanfaatkan Tol Laut, UKM memiliki akses lebih baik untuk memperluas jangkauan produk mereka, tidak hanya di wilayah lokal tetapi juga ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Editor: Gregorius Agung