PARBOABOA - Di tengah gemerlap modernitas, budaya tetap menjadi ciri khas yang melekat kuat di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah. Salah satu tradisi kuno yang masih lestari hingga kini adalah upacara tedak siten.
Upacara ini, yang diadakan saat bayi mencapai usia tujuh bulan, tidak hanya sekedar ritual adat, melainkan simbol kebersamaan dan doa.
Menurut situs resmi Kemdikbud, Tedak Siten adalah warisan tak terpisahkan dari budaya Jawa Tengah, mempersiapkan anak untuk kemandirian di masa mendatang.
Selain menjadi momen kebersamaan, upacara ini juga dinanti-nantikan sebagai kesempatan untuk memperkirakan bakat anak.
Keluarga inti berkumpul untuk mendoakan keselamatan sang anak dari gangguan, termasuk dunia gaib.
Persiapan matang menjadi kunci sukses Tedak Siten, dengan orang tua teliti menyusun segala perlengkapan, dari kurungan ayam hingga alat musik, yang dianggap penting.
Pengertian Tedak Sinten
Mengutip buku ‘70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia’ karya Fitri Haryani NasuXon (2019), Tedhak siten atau tedak siten berasal dari kata 'tedhak' yang artinya menapakkan kaki, dan 'siti' yang merujuk pada bumi atau tanah.
Gabungan kata tersebut menggambarkan upacara ini sebagai momen pertama kali menapakkan kaki ke tanah.
Upacara tedak siten diadakan saat bayi mencapai usia tujuh lapan menurut kalender Jawa. Satu lapan setara dengan 35 hari, jadi 7 lapan sama dengan 245 hari atau sekitar delapan bulan dalam kalender Masehi.
Pada masa ini, bayi mulai belajar duduk dan berjalan di atas tanah. Ritual ini menjadi simbol pentingnya hubungan manusia dengan bumi dan alam sekitarnya, melambangkan koneksi antara manusia, Tuhan, sesama manusia, dan alam.
Sejarah Tedak Sinten
Menurut Buku Indonesia nan Indah Upacara Adat karya Maryani (2010), Tradisi tedak siten merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jawa, yang sebagian besar mendiami wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Data menunjukkan bahwa 41,7 persen penduduk Indonesia merupakan suku Jawa, yang masih menjaga tradisi leluhur dengan taat.
Tedak Sinten bersifat anonim yang artinya tidak diketahui dengan pasti orang yang pertama yang menciptakan tradisi tersebut. Namun, tedak siten sendiri merupakan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun.
Tedak siten, sebuah upacara yang dilakukan sebagai penghormatan kepada bumi yang akan diinjak oleh sang anak, sering diadakan di ketiga wilayah ini. Pelaksanaan tradisi ini selalu disertai dengan doa-doa dari orangtua dan para sesepuh.
Lebih dari sekadar ritual, tedak siten juga menjadi wujud harapan orangtua agar anak-anaknya kelak siap menghadapi kehidupan yang penuh rintangan, dengan dukungan dan bimbingan yang kuat dari orangtua mereka.
Tradisi ini juga menjadi bentuk penghormatan kepada bumi, sebagai sumber kesucian dan penghidupan bagi manusia.
Peralatan dan Proses Tedak Sinten
Melansir dari Channel Youtube @Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta pada Jumat (23/02/2024), sebelum memulai prosesi acara, orang tua yang mengadakan upacara tedak siten mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan.
Perlengkapan yang dibutuhkan antara lain:
- Kurungan ayam dari bambu.
- Jenang berbagai warna yang terbuat dari ketan.
- Tangga dan kursi yang terbuat dari tebu.
- Ayam panggang disajikan di atas batang tebu, dikelilingi oleh pisang, mainan tradisional, dan barang-barang lainnya.
- Tumpeng robyong, bubur, dan jadah (ketan) dalam tujuh warna, serta buah-buahan dan jajanan pasar.
- Uang kertas atau receh untuk dibagikan.
- Bayu gege (air gege) yang dibiarkan semalam di tempat terbuka dan terkena sinar matahari pagi.
- Ayam hidup yang kemudian dilepaskan dan diperebutkan oleh tamu undangan.
Susunan Acara Tedak Siten:
Setelah semua perlengkapan siap, keluarga beserta undangan berkumpul di lokasi upacara.
Langkah-langkah ritualnya adalah sebagai berikut:
- Berjalan di atas Jenang Tujuh Warna
- Anak dipandu untuk berjalan di atas jenang tujuh warna yang berbeda, melambangkan kemampuan anak untuk mengatasi segala hambatan dalam hidup.
- Menginjak Tangga Tebu
- Anak kemudian menginjak tangga tebu yang dinamai "Arjuna", menggambarkan tekad dan keberanian anak seperti Arjuna, seorang pejuang sejati.
- Bermain Pasir
- Anak melakukan "Ceker-Ceker", yaitu bermain pasir dengan kedua kakinya, melambangkan usaha dan kerja keras untuk memenuhi kebutuhan.
- Memilih Barang di Kandang Ayam
- Anak dipandu untuk memasuki kandang ayam yang dihias, dimana ia memilih barang yang akan menentukan profesi atau jalur hidupnya di masa depan.
Semua tahapan ini diharapkan menjadi panduan bagi anak dalam memilih arah hidupnya nanti, sesuai dengan simbol profesi atau kehidupan yang dipilihnya.
Urutan dan Makna Upacara Tedak Sinten
Mengutip dari Buku "Serba-Serbi Tumpeng Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa" karya Murdijati Gardjito (2012), urutan upacara tedak sinten dilakukan dengan beberapa urutan dan rangkaian kegiatan. Masing-masing urutan mempunya makna sendiri.
- Pembersihan Kaki Anak
Langkah pertama adalah membersihkan kaki anak secara simbolis. Orang tua dengan lembut mencuci kaki anak sebelum mereka menapaki tanah, sebuah tindakan yang melambangkan kesucian hati sebelum memulai perjalanan baru.
- Melewati Tujuh Jadah
Anak kemudian dibimbing untuk melangkah di atas tujuh jadah ketan berwarna-warni.
Setiap warna mewakili rintangan hidup yang akan dihadapi anak. Tujuh, dalam bahasa Jawa, melambangkan pertolongan dari Tuhan. Harapan terpancar agar anak selalu diberi pertolongan dalam menghadapi hidup.
- Menaiki Tangga
Selanjutnya, anak diajak menaiki tujuh tangga tebu wulung oleh orang tua. Makna menaiki tangga melambangkan perjalanan menuju puncak kehidupan.
Orang tua hadir sebagai dukungan, sementara tebu wulung menggambarkan tekad dan kepercayaan diri.
- Masuk ke Kurungan
Anak kemudian dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berisi berbagai barang. Pilihan barang yang diambil anak mewakili profesi atau jalan hidupnya di masa depan.
- Memandikan Anak
Anak dimandikan oleh kedua orang tuanya dengan air yang didiamkan semalam dan diberi bunga. Hal ini melambangkan harapan bahwa anak akan menjadi kebanggaan bagi keluarga.
- Mengenakan Baju Baru
Setelah mandi, anak dipakaikan baju yang baru, bagus dan rapi. Baju baru dimaknai sebagai harapan anak akan hidup makmur dan sejahtera.
- Menggendong Buku, Alat tulis dan Uang
Setelah mengenakan baju baru, orang tua akan memberikan gendongan kepada anak yang berisi buku, alat tulis dan uang.
Makna buku, alat tulis dan uang yaitu anak menjadi orang yang berilmu. Kemudian, anak tersebut akan digendong ayah seperti umumnya.
- Penyebaran Udhik-udhik
Terakhir, uang logam dicampur dengan bunga dan disebarkan kepada para hadirin. Penyebaran udhik-udhik merupakan harapan bahwa anak akan dikaruniai rezeki yang cukup untuk dapat memberikan sedekah kepada yang membutuhkan.
Dengan merangkai doa-doa, harapan, dan kebersamaan, upacara tedak sinten memberikan penutup yang penuh makna bagi perjalanan awal sang bayi.
Semoga setiap langkah yang dijalani dalam tradisi ini menjadi bekal yang berharga untuk mengarungi kehidupan yang penuh berkah dan keberkatan.
Editor: Krisna