PARBOABOA, Jakarta - Duka kemanusiaan terus menyelimuti rakyat Palestina, tidak hanya akibat gencatan senjata antara Zionis Israel dan Hamas, tetapi juga karena ancaman penyakit mematikan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, penyakit-penyakit ini pada dasarnya tergolong biasa, namun, ketiadaan stok obat dan minimnya fasilitas kesehatan menjadikannya ancaman serius bagi warga setempat.
WHO tengah memberikan perlindungan sekaligus memfasilitasi 1,1 juta pasien yang mengalami sesak nafas. Sementara itu, pasien lain yang sebagiannya anak-anak menderita diare dan infeksi pernafasan.
Pasien dengan penyakit kronis seperti kanker, juga belum menerima pengobatan hingga saat ini. Pertolongan untuk mereka tersendat akibat eskalasi gencatan senjata antara Israel vs Hamas.
Juru bicara WHO, Margaret Harris mengatakan, minimnya fasilitas kesehatan membuat kematian di Palestina lebih banyak ketimbang karena pemboman oleh Israel.
Meski, kata Harris, pemicu utama dari tragedi ini disebabkan karena kekejaman Israel yang meruntuhkan sejumlah fasilitas kesehatan dan pusat-pusat pengobatan stategis.
Harris mengatakan, Israel telah merobohkan rumah sakit dan beberapa fasilitas PBB, Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza Utara dan menahan beberapa petugas medis.
Dengan tidak beroperasinya layanan kesehatan di Gaza, Harris khwatir dapat meningkatkan kemungkinan melonjakknya penyakit kronis lain, seperti penyakit menular termasuk kolera.
Dalam catatan WHO, saat ini, di Gaza ada sekitar 70.000 orang yang terkena infeksi pernapasan akut dan 44.000 orang yang terserang diare.
Harris mengatakan, kondisi akan semakin mengerikan menjelang musim dingin, banjir dan hujan dapat memperburuk situasi.
Sementara itu, Mai Alkaila, Menteri Kesehatan Palestina mengatakan, sejumlah 35.000 orang yang terluka di Gaza membutuhkan perawatan segera.
Sebanyak 26 dari 35 rumah sakit di sana, kata Alkaila tidak lagi beroperasi karena agresi Isreal. Ia meminta agar bantuan diprioritas di sana, termasuk bantuan obat-obatan dan petugas medis.
Sekitar 470 orang dari korban, saat ini tengah menjalani perawatan sementara di beberapa Rumah Sakit di Mesir. Alkaila mengatakan, pihaknya terus berkomunikasi dengan otoritas Mesir untuk memastikan kondisi kesehatan mereka.